20. Sparring

5.3K 631 5
                                    

Alih-alih menunggu, terkadang kita harus jemput bola biar tepat sasaran.

-Jomblo aktif.


Aku sudah memasuki lapangan futsal indoor di Senayan Trade Center, mencari-cari letak sekumpulan anggota Bebas Tugas. Aku mengedarkan pandangan di seluruh ruangan luas yang terbagi menjadi dua lapangan futsal. STC sore ini tampak lebih lenggang dari yang kuharapkan. Di bayanganku sedari tadi adalah lapangan yang penuh akan para lelaki-lelaki berkeringat layaknya di film-film, tapi kenyataannya tidak juga. Mungkin masih terlalu sore, mungkin kalau sudah agak malam nanti akan ramai.

Hari ini hari Jumat, mungkin tidak banyak yang bermain futsal di hari jumat. Tampaknya tidak ada tim dari rombongan lain selain rombongan teman-temanku yang kini tengah melambai-lambai konyol di pojok loker.

"Nan!" Bram menyapaku sambil melambaikan lengan gempalnya.

Aku tersenyum melihat gengku, Icuk, Bang Dira dan Bram. Kulihat dibelakang mereka tampak Mas Feri juga ikut serta bersama beberapa staff dari divisi development. Rupanya mereka sering juga sparring bareng begini ya. Sisanya sekitar lima orang aku tidak tahu siapa, tapi sepertinya teman teman dari Mas Feri.

"Wih, aku kira Bram nggak ikutan kalau olahraga begini?" Sindirku seraya mendekat ke kerumunan.

"Siapa bilang gue ikut main." Kata Bram iseng, padahal jelas-jelas dia sudah memakai kostum dari atas sampai ujung kaki dengan sepatu futsal warna hijaunya.

"Eh aku cewek sendiri nih masa?" Aku melihat ke sekeliling.

"Halah. Sok. Itu kan yang lo mau biar dilirik cowok disini." Icuk menjitakku.

"Auw!" Aku refleks memukul keras punggungnya.

"Itu lho pada bawa cewek kok, si Edgar, Rian, sama Jordi. Tapi lagi keluar beli makanan sama minum tadi." Jelas Bram menengahi, seperti biasa.

Aku hanya manggut-manggut kemudian menyapa Mas Feri yang sedang ngobrol. Aku juga sempat berkenalan dengan beberapa orang baru yang masih asing.

"Mas masih nunggu siapa lagi?" Tanya lelaki bernama Edgar.

"Oh udah kok tinggal si bos masih di toilet." Ujarnya.

Siapa nih si bos? Apa mungkin dia orang yang mendanai makanya dipanggil si bos. Aku hanya duduk di kursi di sisi lapangan. Mengecek ponsel.

"Eh Fer udah semua kan? Mulai yuk." Suara seseorang yang sangat kukenal.

Aku mendongak dari dudukku, dan benar saja ada Dewangga. Sesaat lalu aku seperti lupa bernafas. Menatap Dewangga dengan kostum futsal adalah sebuah pemandangan yang sangat langka. Biasanya, kalau di kantor rapi dengan setelan celana bahan dan jas. Sekarang dia hanya mengenakan celana olahraga pendek, dengan jersey putih yang fit di badannya-yang ternyata six pack!

Yaampun. Dewangga sudah seperti david beckam saat menjadi model jersey. Seperti menyadari tatapanku Dewangga menoleh. Tidak bereaksi apapun dan kemudian berlalu berjalan masuk ke lapangan. Diikuti yang lainnya, sudah seperti anak ayam yang manut dengan induknya.

Aku menarik Bram yang bukannya masuk ke lapangan justru duduk disebelahku. "Dewangga emang biasa ikut sparring gini?"

"Mm baru dua kali ini sih." Jawab Bram santai.

Aku menghela nafas, kenapa niatku mencari lelaki-lelaki tampan di lapangan justru tidak bertemu siapapun selain Dewangga lagi. Sepertinya aku memang tidak beruntung untuk hal-hal random kalau urusan lelaki.

THE DEADLINE  [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang