21| Wonderland

87 32 20
                                    

The future that we hold is so unclear. And I didn't relize that was true.

🌠🌠🌠

Suasana ruang tamu itu begitu menegangkan.

Sudah lima menit hening menyapa dinding, membiarkan detik jam merangkak melakukan pertunjukan solonya pada udara.

Percayalah. Ini adalah sebuah kegilaan bagi Marco karena terjebak pada ruangan yang sama dengan papa Salsa.

Ia masih belum siap memperkenalkan diri sebagai Marco dari masa lalu, mengingat hubungan mereka yang berakhir kurang baik ketika ia tidak sengaja merusak kandang ayamnya sehingga membuat ayam-ayam jago itu kabur.

Cowok itu tidak berani bergerak, hanya duduk manis dengan tangan menumpu lutut dan pandangan terarah ke meja seperti anak manis.

Dari tadi, satu-satunya hal yang ia lakukan hanyalah bernafas.

Dan meneguk ludah.

Persetan dengan Sandra.

Ia rasa gadis licik itu sedang menahan Salsa lama-lama dan sengaja menempatkannya pada situasi yang membunuh jati diri seperti ini.

Karena merasa mati gaya, cowok itu mencoba menaikkan kepala, melirik ke arah papa Salsa yang sedang duduk pada single sofa paling ujung dengan kikuk.

Cowok itu tersenyum kaku, benar-benar bingung harus melakukan apa.

Keheningan baru sirna setelah Rama membuka pembicaraan.

"Kok duduknya jauh banget sih, Jun? Sini, agak deketan sama, Om!" titahnya mengintruksi.

Marco tersenyum canggung.

"N-nama saya...Marco, Om," ujarnya mengoreksi.


Sial. Dia malu. Ternyata papa Salsa masih mengingatnya sebagai Arjun.

Rama tertawa sumbang, seperti memang sengaja menyindir. "Oh...Marco ya...?"

"Seingat Om kemarin Arjun..."

Marco meringis kecil lantas mendekatkan diri satu sofa ke arah Rama.

"Jadi, panggilan kamu Marco? Bukannya Markaatau Marki? Atau Markisa?"

Krikkkk


Apaansii???

Demi apapun Marco bingung harus bagaimana.

Apakah papa Salsa masih mengingatnya? Apakah dia harus menyapa dan memperkenalkan diri sebagai anak nakal dari masa lalu, atau diam seperti orang asing yang baru bertemu?

Sepertinya, saat ini diam adalah option terbaik.

Sembari tersenyum, ia menjawab."I-iya, Om."

"Marco...."

"...C-cuma Marco."

Rama mengangguk paham, lantas merubah ekspresinya menjadi serius.

Starlight! | Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang