16. Adik?

4.2K 603 13
                                    

Keadaan Lucius tidak membaik sama sekali. Yang ia lakukan sepanjang hari hanyalah diam di kamarnya dan melamun. Semua orang yang bekerja di mansion Sullivan tidak mau menganggu Lucius, kecuali Leslie tentunya.

"Lucius, makan dulu yuk," ajak Leslie.

Lucius hanya menatap jendela dengan tatapan kosong. Leslie merangkul anak itu dan mendesah. Apakah di dunia ini tidak ada yang namanya psikolog? Leslie harus bertanya pada Hardy.

'Sial, kenapa takdir itu sangat kejam sih,'

Lucius memegang tangan Leslie. "Leslie, aku lapar,"

"Kau ingin makan apa?" tanya Leslie dengan nada lembut. Tidak mungkin bukan jika ia bertanya dengan nada membentak.

"Apa saja, tapi aku mau disuapi,"

Leslie mengangguk dan berjalan ke dapur. Ia melihat Zora dan pelayan dapur yang sedang bekerja.

"Zora, kau memasak apa saja?" tanya Leslie.

"Apakah tuan Lucius ingin makan?" tanya Zora balik.

"Iya. Kau tahu, membujuknya untuk makan itu sangat sulit,"

Zora berpikir sejenak. "Aku akan menyiapkan makanan untuknya,"

Leslie duduk dan mengambil roti yang tersedia dan memakannya. Sejak kematian nyonya Glenna, mansion ini terasa sangat suram. Leslie juga harus menemani Lucius setiap malam karena laki-laki itu akan sangat ketakutan di malam hari.

"Hei, Leslie. Apakah kau mengetahui bahwa panen di wilayah selatan meningkat dengan pesat?" tanya Alicia.

"Oh ya?"

Alicia mengangguk kencang. "Itu semua dikarenakan air sungai yang mereka gunakan tercampur dengan darahmu! Kabar itu kini sudah menyebar di kerajaan!"

Leslie tersedak. "Itu tidak masuk akal. Bagaimana bisa darahku bisa menyebabkan hal itu?"

"Tentu saja bisa! Kau itu kan gadis dalam ramalan! Kau ini bagaimana sih," ucap Alicia.

Leslie mengerutkan keningnya. Dia baru mengetahui bahwa darahnya bisa membuat panen di wilayah selatan menjadi meningkat. Kini Leslie baru merasa bahwa ucapan Hardy saat itu masuk akal.

"Kau ini hebat sekali, Leslie. Memang aku tidak pernah salah dalam menilai orang," celetuk Zora.

Leslie hanya bisa meringis. Ia mengambil nampan yang berisi makanan dan kembali ke kamar Lucius. Ia mengetuk kamar Lucius dan masuk ke dalam.

"Lucius, ini makananmu,"

"Suapi aku," perintah Lucius.

Leslie memotong-motong daging itu dan menyuapkannya ke Lucius. Lucius mengunyah makanan itu dengan pelan, persis seperti etiket bangsawan. Leslie memandang Lucius dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau pasti sudah mendengar panen di wilayah selatan bukan?" tanya Lucius.

"Tentu saja. Kenapa? Kau ingin aku memberikan darahku juga ke sungai di wilayah utara?"

Lucius menggeleng. "Kau tak perlu melakukan itu. Aku tak suka melihatmu terluka seperti saat itu,"

Leslie tertawa dan mengacak rambut Lucius. "Kau ini sayang sekali ya dengan kakakmu ini?"

Lucius hanya terdiam mendengar kata-kata Leslie. Sepertinya, rasa cinta yang dirasakan mereka berdua berbeda.

"Kau mencintaiku kan, Leslie?"

"Kau ini seperti adikku, Lucius, tentu saja aku mencintaimu,"

Lucius mendesah dan kembali mengunyah makanannya. Leslie salah mengartikan rasa cintanya.

*

"Wow, ternyata aku lumayan berguna juga," celetuk Leslie saat membaca surat dari Hardy.

Lucius menatap surat itu dengan cemburu. "Apakah kau menyukai Hardy?"

"Tentu saja! Dia tampan dan baik. Dia bahkan memberiku hadiah saat ulang tahunku," jawab Leslie.

Lucius tersentak. "Kau ingat tanggal lahirmu?"

"Tidak. Hardy yang membantuku untuk mencari orang tuaku serta dokumen kelahiranku. Jika dia tak mencari itu mungkin aku tidak akan tahu kapan tanggal lahirku,"

Lucius terdiam. Ia menyadari bahwa kehadiran Hardy di hidup Leslie memiliki pengaruh yang lebih besar daripada dirinya.

Leslie menoleh. "Bukannya bulan depan adalah ulang tahunmu ya? Akhirnya kau berusia 12 tahun,"

Sudah enam bulan sejak kematian nyonya Glenna, Lucius mulai kembali ceria. Walau Leslie mengetahui bahwa terkadang di malam hari Lucius akan menangis.

"Leslie,"

"Hm,"

"Apakah kamu benar-benar pernah ke dunia roh?" tanya Lucius.

Leslie mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Itu terasa seperti mimpi, tapi aku pernah bertemu dengan roh tanah,"

"Ternyata kau ini memang anak roh bulan ya,"

"Memangnya aneh jika menjadi anak dari roh? Bukankah roh lain juga memiliki anak?"

Lucius menggeleng. "Yang aku tahu, roh itu jarang sekali memiliki anak. Hanya roh bulan dan roh angin yang memiliki anak,"

Leslie mengernyit bingung. "Sebenarnya ada berapa roh di dunia ini?"

"Yang utama ada delapan, yaitu roh matahari, roh bulan, roh kegelapan, roh cahaya, roh tanah, roh angin, roh api, dan roh air. Sebenarnya ada banyak roh lain, namun merekalah yang memegang kuasa paling tinggi,"

"Dunia ini ribet sekali," keluh Leslie.

Leslie menoleh saat mendengar seseorang yang mengetuk pintu ruang belajar Lucius.

"Tuan, nona Arrie dan tuan Felix sudah tiba,"

"Suruh mereka untuk datang ke sini," jawab Lucius.

Leslie berbisik ke Lucius. "Hey, aku keluar dulu ya,"

Tanpa mendengar jawaban Lucius, Leslie segera pergi dari sana. Leslie menghirup udara segar yang sangat berbeda dengan dunianya dulu.

"Aku harus menemui Hardy,"

Leslie dan Hardy telah sepakat untuk bertemu setiap dua minggu sekali. Leslie yang meminta karena hatinya masih sakit jika mengingat perilaku orang di wilayah utara. Leslie berjalan ke tempat pertemuannya dan ia masih saja mendengar cemohan mereka.

'Jika aku sudah mematahkan kutukan Lucius maka aku akan segera pergi dari sini. Aku sudah cukup muak mendengar makian mereka yang tidak beralasan,'

"Leslie!"

"Hardy!"

"Aku kira kau tidak akan datang. Kau ini lama sekali," keluh Hardy.

Leslie memutar matanya. "Lucius tidak akan mengizinkanku pergi denganmu. Ia akan memaksaku agar aku pergi ke wilayah selatan bersamanya,"

Hardy tertawa. "Anak itu seperti posesif sekali,"

"Hm, dia terlalu menghayati perannya sebagai adikku,"

Hardy mendelik. "Kau hanya menganggapnya adikmu?"

Leslie mengangguk. "Tentu saja. Memangnya apa lagi?"

TBC

Lucius's Poison [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang