"Aku sangat panik ketika kau menghilang! Sial, bahkan kepalaku terasa sangat pusing karena tidak bisa menemukanmu di mana-mana!" pekik Amber.
Leslie tertawa gugup. "Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa terpisah darimu,"
"Sudahlah, yang penting kau sudah kembali dengan selamat. Aku takut sekali karena tampaknya masyarakat di sini terus saja memperhatikanmu,"
"Mereka sangat baik kepadaku," gumam Leslie.
"Patrick, ayo kita kembali!" ucap Amber.
Kuda-kuda itu kemudian mulai berjalan meninggalkan pasar. Leslie menatap pemandangan itu dengan tidak rela. Setelah mendapat perlakuan sebaik itu, rasanya Leslie belum siap menerima hinaan dari wilayah utara. Leslie menunduk dan tanpa sengaja matanya terarah ke kalung pemberian Hardy. Leslie menenangkan dirinya. Jika terjadi sesuatu, ia bisa meminta tolong pada Hardy.
"Di mana kau membeli kalung itu?" tanya Amber.
Leslie tersentak. "Ada salah satu warga yang memberikannya padaku,"
Leslie kemudian terdiam. Mengapa ia berbohong? Apa mungkin karena Amber terlihat sangat panik saat Leslie berbicara dengan Hardy? Tapi jika Leslie boleh jujur, tentu saja ia lebih menyukai jika tinggal di wilayah selatan. Mereka akhirnya tiba di mansion Sullivan. Leslie dan Amber segera membawa bumbu-bumbu itu ke dapur.
"Ini bumbunya, Zora," ucap Amber sambil menyerahkan bumbu itu.
Zora mengangguk dan mengambilnya. "Terima kasih,"
Amber segera keluar dari dapur sedangkan Leslie masih terdiam di dapur. Leslie ingin menanyakan sesuatu tapi entah mengapa ia menjadi ragu.
"Ada apa, Leslie?"
Leslie tersentak. Ia akhirnya memutuskan untuk bicara. "Um, apakah kau sering ke wilayah selatan untuk membeli bumbu,"
Zora menggeleng. "Biasanya aku membeli bumbu ini tiga bulan sekali,"
Leslie mendesah mendengar jawaban itu. 'Tidak ada harapan,'
"Tapi dulu aku pergi ke sana setiap bulan untuk berdoa di kuil," lanjut Zora.
Leslie mengangkat kepalanya. "Berdoa di kuil? Apakah boleh?"
Zora tertawa mendengar itu. "Tentu saja boleh. Setiap hari Minggu kita semua diizinkan untuk pergi kemana pun dan melakukan apa pun,"
Harapan Leslie bangkit setelah mendengar itu. 'Jadi aku bisa pergi ke wilayah selatan pada hari Minggu,'
"Mengapa kamu menanyakan hal itu, Leslie?" tanya Zora.
Leslie hanya menggeleng dan tersenyum. "Aku tidak mengetahui hal itu. Selama ini aku hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa pun,"
"Ah, sebaiknya kau pergi ke toko kecantikan pada hari libur. Setidaknya kau harus memperhatikan dirimu sendiri,"
"Iya. Aku pergi dulu," ucap Leslie.
Setelah keluar dari dapur, Leslie tersenyum. 'Ayo kita cari tahu cara keluar dari mansion laknat ini!'
*
"Leslie, tolong bersihkan lantai ruang tamu!"
"Leslie, tolong bersihkan kaca di kamar!"
"Leslie, tolong cuci sprei ini!"
Rasanya Leslie sangat gila tinggal di mansion ini. Semua pekerjaan dilimpahkan padanya, bahkan Leslie tak diizinkan untuk makan siang sebelum tugasnya selesai. Jika tugas Leslie sudah selesai, maka mereka akan memberikan tugas lagi. Leslie bisa merasakan tubuhnya yang semakin kurus karena kurang makan.
Leslie melihat dirinya di cermin dan terkekeh. "You're so pathetic,"
"Cepat selesaikan tugasmu!"
Leslie tersentak dan segera membawa ember itu. Leslie mendesah pelan. Leslie menyesal pernah mengatakan bahwa ia bersyukur telah tinggal di sini. Nyatanya, mentalnya lebih diuji kali ini. Bahkan jika ia tidak kuat, Leslie terbiasa membanting-banting kepalanya di tembok.
"Sudah sepantasnya ia melakukan semua tugas itu. Yah, setidaknya ia meringankan beban kita,"
"Jadi begini rasanya tidak melakukan tugas apapun, enak sekali,"
"Ya, bahkan aku sudah mengambil jatah makan siangnya, haha,"
Leslie terus mengatur napasnya dan berusaha untuk tidak menangis. 'Kau bisa menangis sepuasnya saat malam hari,'
"Dug!"
Leslie bisa merasakan bahwa bahwa seseorang memukul kepalanya lalu menarik rambutnya dengan kencang.
"Kau sangat tidak becus dalam bekerja! Aku terkena marah oleh Roxy karena cucianmu masih kotor!"
Leslie memejamkan matanya. Roxy adalah kepala pelayan di rumah ini. Tentu saja sebenarnya ia tahu bahwa Leslie yang mengerjakan semua tugas itu namun ia tidak melakukan apapun.
"Ini adalah tugasmu! Mengapa kamu malah memarahiku!" pekik Leslie kesal.
Stacy, pelayan itu, terkejut mendengar pekikan Leslie. "Berani sekali kau!"
Stacy lalu memandang pelayan lain dan memberi kode. Mereka kemudian berkumpul dan segera melingkari Leslie agar gadis itu tak bisa keluar dari sana.
"Plak!"
Leslie terkejut ketika Stacy menamparnya. Tak cukup sampai di sana, Stacy kembali menamparnya berkali-kali. Leslie memandang pipinya dan bibirnya yang terluka.
"Bagaimana?" tanya Stacy dengan pandangan meremehkan.
Leslie mengangkat kepalanya dengan berani. "Aku tetap tidak mau mengerjakan tugasmu!"
Stacy menggeram marah. "Pukul dia sampai jera!"
Mereka kemudian memegang tangan Leslie. Salah satu pelayan kemudian memukul perut Leslie. Leslie menahan teriakannya. Mereka terus memukul semua bagian tubuh Leslie hingga lebam. Setelah puas, mereka pergi meninggalkan Leslie yang terkapar.
Air mata Leslie terjatuh. Selama hidupnya dulu, ia tidak pernah mengalami hal ini. Sakit, rasanya sakit. Leslie lelah, rasanya ia ingin bunuh diri saja.
"Leslie! Ya ampun!"
Leslie menoleh dan melihat Amber. Ia terkekeh.
"Apakah dunia memang sejahat ini?"
"Tolong!" teriak Amber.
Beberapa pelayan dapur segera datang dan membawa Leslie ke kamarnya.
"Amber, bagaimana jika aku pindah ke wilayah selatan?"
Amber melotot. "Jangan!"
Leslie tertawa. "Amber, aku sudah muak di sini,"
"Sabarlah Leslie,"
"Sampai kapan aku harus sabar Amber? Kau bahkan tidak pernah merasakan penderitaanku,"
"Tenanglah, Leslie! Emosimu sedang kacau sekarang!"
"Aku harap wilayah utara hancur," ucap Leslie sebelum memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucius's Poison [END]
Fantasía[Sudah terbit dengan alur cerita yang berbeda] 'Ada yang aneh,' Leslie membuka matanya yang terasa berat. Ia terus mengedipkan matanya hingga akhirnya ia tersadar sepenuhnya. Leslie menoleh dengan panik, ia menyadari bahwa dia sedang berada di sebua...