RENATA POV
Sebenarnya aku sudah mengetahui kalau aku berbeda sejak kecil karena aku lebih tertarik berteman atau dekat dengan sesama perempuan. Sampai akhirnya aku berani berterus terang pada teman baikku yaitu Kristal dan kedua kakakku. Awalnya mereka sangat kaget dan tidak menyangka karena aku yang berbeda.
Keberuntungan masih berpihak padaku karena kedua kakakku lambat laun mau menerima kenyataan bahwa aku memang berbeda. Mereka berdualah yang selalu mendukung dan tidak pernah berkata kasar atau menghinaku seperti orang lain dikuar sana. Pada kedua kakakku lah aku berbagi dan menceritakan semuanya. Sedangkan orang tuaku, aku belum sanggup untuk jujur pada mereka karena aku yakin mereka pasti akan sangat kecewa.
Tapi ketika kedua kakakku mengangkat topik tentang LGBT tanggapan orang tuaku biasa saja dan tidak berkomentar yang menyakitkan. Kedua orang tuaku lebih berpikiran luas dan tidak ada yang bisa menghakimi sesama manusia kecuali sang pencipta. Aku tentunya sedikit lega karena mungkin saja mereka akan menerimaku saat aku jujur tapi yang jelas bukan sekarang.
Tentang Lugi gadis itu sudah terlihat menarik sejak masuk sekolah. Entah apa istimewanya yang jelas aku merasa sudah jatuh hati pada gadis pendiam dan misterius itu. Beberapa kali aku mencoba mencari tahu tapi sepertinya Lugi sengaja menutup semua akses yang menuju dirinya.
Sejak malam dua minggu lalu saat aku dan Lugi menjalin hubungan, keadaan kami disekolah baik-baik saja. Aku punya alasan untuk bertemu karena bersama juga membawa Kristal dan Vanka selalu bersama kami. Sebenarnya seisi sekolah ini sepertinya sudah tahu bahwa aku ini seorang lesbian, tapi aku sebisa mungkin menjaga privasi Lugi.
"Ren... cepet ketaman belakang duh itu pangeran lo lagi ribut" Rian berlari dan dengan nafas yang tersengal bebicara padaku saat aku berada didalam kelas
Aku langasung menarik Kristal yang sedang mojok dengan Wilie pacarnya.
"Apaan sih Ren main tarik aja" kata Kristal
"Jordan ribut lagi" jawabku tetap berjalan
"Sayang ayo ikut bantuin" Kristal meneriaki Wilie dan ikut berlari bersamaku
Sampai ditaman belakang sekolah sudah banyak murid yang berkumpul melihat keributan. Aku langaung menerobos kerumunan dan langsung terkejut dengan penglihatanku. Jordan kembali membuat masalah dengan Lugi.
"Lo ada masalah apa sih sama Lugi?" tanyaku menarik seragamnya
"Wooww ada Princess gue nih, jadi makin semangat" Jorda malah menggodaku
"Udah lepasin Dan, dia itu cewek kok lo beraninya sama cewek sih" aku yang masih mencoba mengontrol keadaan
"Gue ga ada berhenti sebelum itik buruk rupa ini keluar dari sekolah" kata Jordan sambil menunjuk wajah Lugi
"Gi lo pergi aja, udah ga usah ladenin dia" aku mendekat kearahnya melihat guratan emosi diwajahnya juga membuatku sakit hati
"Jordan lo udah kelewatan, lo apain dia?" marahku pada Jordan
"Aduh beb kita cuma senang-senang aja kok lagian suntuk belajar terus" kata Jordan
"Kalian semuanya bubar dan masuk kelas masing-masing" aku melihat kebelakang dan sudah ada pak Tian yang berdiri
Sontak murid-murid lain juga langsung membubarkan diri termasuk Jordan dan gengnya. Pak Tian mendekati Lugi dan membantunya berjalan. Ekspresi Lugi membuatku khawatir karena seperti sedang menahan sakit.
Lugi sudah diUKS dan mendapat perawatan, aku menyesal tidak bisa membelanya tadi dan juga tidak bisa menemaninya berobat. Aku gelisah dan tidak menyimak penjelasan guru. Yang aku harapkan adalah pelajaran segera berakhir dan aku bisa bertemu Lugi.
Dan akhirnya bel berbunyi, aku segera merapikan tas dan berlari keruang UKS. Tapi saat aku buka pintunya tidak ada siapa-siapa didalam sana. Aku mengambil HP dan menelpon Lugi tapi tidak ada jawaban. Aku bingung harus melakukan apa dan aku melihat Pak Tian keluar dari ruang guru.
"Maaf pak mengganggu" kataku dan membuatnya sedikit terkejut
"Oh iya ada yang bisa saya bantu?"
" begini pak saya mau menanyakan kondisi Lugi"
"Lugi sudah pulang dan keadaannya baik hanya kakinya yang sedikit terkilir"
"Oh begitu, baik pak terima kasih dan maaf sudah mengganggu waktunya" aku sedikit membungkuk dan membalikkan badan
"Eh tunggu, Rena, nama kamu Rena kan?"
"Iya pak saya Renata"
"Tunggu sebentar" terlihat pak Tian masuk lagi kedalam ruang guru dan saat kekuar memberiku selembar kertas
"Emm ini.."
"Kamu cari Lugi kan, itu alamatnya"
"Apa boleh pak, selama ini Lugi tidak mengijinkan saya tau dimana rumahnya"
"Sekarang boleh, pergilah sepertinya dia butuh kamu"
"Terima kasih pak, saya permisi"
Dengan mengandalkan google map aku bisa menemukan alamat yang diberikan pak Tian tadi. Aku cukup heran karena ini merupakan alamat gedung apartemen. Ketika sudah memarkirkan mobil aku masih mencoba menelpon Lugi tapi nihil, tidak ada jawaban.
Aku masuk kedalam lobby apartemen dan menanyakan pada pihak informasi. Setelah menunggu aku diantarkan salah seorang petugas untuk kelantai atas tempat Lugi. Aku dan petugas yang mengantar sudah berada tepat didepan pintu yang sesuai dengan alamat itu. Dua kali membunyikan bel akhirnya pintu itu terbuka, dan bukan Lugi yang membuka pintu.
"Silahkan masuk dulu, kamu pasti Rena ya" kata seorang wanita didepanku ini
"Em iya saya Rena, apa Lugi tinggal disini?" Tanyaku penasaran
"Duduk dulu Ren, jangan sungkan" kata wanita itu
"Iya makasih.."
"Kenalkan aku Arin, panggil aja kakak" katanya belum masuk kedalam salah satu kamar diruangan ini
Aku masih penasaran sebenarnya apa yang dirahasiakan Lugi dan tadi pak Tian dengan mudahnya memberiku alamat ini. Saat aku bergelut dengan pemikiranku, kak Arin menyuruhku untuk masuk saja langsung kedalam kamar.
Aku menurutinya dan masuk kedalam kamar, aku melihat sekeliling kamar dan mataku menangkap seseorang yang sedang berbaring diatas tempat tidur tapi tersenyum padaku.
"Hai sini" katanya menepuk kasur
"Ini ini kenapa lo bisa disini?" tanyaku penasaran
"Nanti aku ceritain semuanya, sekarang aku butuh pelukkan kamu" katanya dengan nada manja
"Aku kamu?" tanyaku
"Heemm kan kita cuma berdua sekarang, maaf ya bikin kamu khawatir" katanya
"Apanya yang sakit?" tanyaku
"Hati aku yang sakit" jawabnya
"Aku serius Lugi, Jordan ngapain kamu tadi?" Paksaku
"Kaki aku kesleo aja tapi udah langsung diurut jadi udah mendingan"
"Trus ini apartemen siapa?"
"Nanti ceritanya ya, aku lapar belum makan siang"
"Kamu mau makan apa?"
"Keluar yuk kak Arin udah masak kok, kamu ikut makan juga ya langsung dari sekolah kan"
Aku mengangguk dan membantunya berjalan karena Lugi masih sedikit pincang dan butuh pegangan. Kami bertiga makan bersama dan kelihatannya kak Arin sangat perhatian pada Lugi. Aku semakin penasaran dengan keadaan ini ditambah lagi Lugi sengaja mengulur waktu untuk bercerita.
.
.
.