"Inget ya kamu ga liburan tapi belajar dirumah" kata Rena padaku saat mengantarkannya pulang dan kami berdua sedang dikamarnya
"Iya sayangku, aku belajar kok" jawabku tersenyum jahil
"Aku ga mau nilai kamu banyakan yang jeleknya dari pada bagusnya"
"Loohh kok gitu sih aku kan pinter sayang, pacar kamu ini termasuk orang paling pintar disekolah" kataku sambil bergaya
"Diiiihh sombong bener deh kesayangan aku, tapi tetap harus belajar"
"Iya tiap hari aku juga belajar sayang, belajar memahami kamu, belajar ngerti kamu, belajar gimana biar cinta aku makin subur buat kamu" jawabku menggodanya
"Tuh kan, aku serius ya Lugi" Rena menatapku intens dan aku memang arti tatapan itu
"Iya iya, ya udah aku pulang dulu ya barusan mami kirim pesan udah dirumah katanya"
Aku kemudian pamit pada Rena dan saat sudah didalam mobil kebetulan ada sebuah mobil lain yang masuk. Karena takut dibilang tidak sopan aku turun lagi dan hanya menyapa dan pamit pulang.
Aku sempat meragukan hubungan ini karena kami berdua sama-sama perempuan dan aku dengan umur yang masih dibilang labil belum berani bertindak dan berjanji banyak hal. Biarlah semuanya mengalir dan kejarlah apa yang memang harus dikejar. Aku juga tidak mau mengganggu masa depan Rena jadi aku mengijinkannya ketika keputusannya untuk keliah diluar negeri.
Sementara hanya hal ini yang bisa aku lakukan, apapun keinginannya tentu dengan berbesar hati aku mendukungnya. Aku memang tidak tau apakah Rena memang ditakdirkan hanya untukku ataukah ada kejutan lain dihari esok. Sungguh itu hanya rahasia sang pencipta dan aku sebagai umatnya hanya mampu berdoa dan berusaha sekuat yang aku bisa.
.
.
.
Tiga hari kedepan aku libur karena murid kelas XII sedang melangsungkan ujian akhir. Aku juga sengaja tidak mengganggu kegiatan belajar Rena karena dia harus fokus dulu pada ujiannya. Masa depannya dimulai dari sini.
Akhirnya mami mengajakku untuk kekantor karena memang hanya akulah satu-satunya penerus perusahaan warisan kakek.
Ketika ditanya apa cita-cita atau keinginan terbesarku, aku selalu menjawab membuat orang lain bahagia dan melihat kebahagiaan itu sendiri. Naif memang tapi ya itulah yang ada dikepalaku.
"Mau kekantor atau kehotel?" tanya mami saat kami sudah didalam mobil
"Terserah mami aja Lugi ikut" jawabku dengan fokus pada kemudi karena aku tidak suka pakai sopir saat menggunakan mobil kesayanganku
"Kekantor dulu kalau gitu biar kamu juga pelan-pelan belajar"
"Siap nyonya" jawabku mencandai mami
"Mami punya satu permintaan" tiba-tiba saja mami bernada serius
"Apa itu mi?" Tanyaku penasaran
"Mami rasa umurmu juga sudah bukan anak-anak jadi kamu harus memikirkan perkataan mami kali ini. Mami tau hubungan kalian itu rumit tapi mami tidak setega itu memaksamu. Sebentar lagi Rena kuliah diluar negeri bukan, jadi kamu jangan mengganggunya. Biarkan dia mengejar apapun mimpinya, dan kamu juga seperti itu" kata mami
"Iya Lugi paham mi" jawabku sambil menganggukkan kepalaku
"Anggap saja itu sebagai ujian untuk hubungan kalian berdua, kalau kalian bisa melewatinya setidaknya jika ada masalah lain kalian juga bisa berpikir dewasa dan lebih baik lagi"
"Mami serius bakal restuin Lugi kalau kami benar-benar berniat menjalani hubungan ini?" Tanyaku
"Jujur awal mendengar tentang hubunganmu yang tidak biasa ini mami kecewa, tapi mami sadar bahwa kamu juga memiliki kehidupan sendiri. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah kamu anak mami dan sudah tugas mami membimbing, tidak ada yang salah dengan perasaan cinta. Mami akan selalu ada untuk kamu nak, bagaimanapun tanggapan orang tentang kamu. Kamu harus ingat bahwa mami akan selalu ada untuk kamu" kata mami