07 - A Fine Morning

10.1K 1.4K 64
                                    


ᴾʰᵒᵗᵒ ᵇʸ ⱽᵃˡᵉʳⁱⁱᵃ ᴹⁱˡˡᵉʳ ᶠʳᵒᵐ ᴾᵉˣᵉˡˢ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᴾʰᵒᵗᵒ ᵇʸ ⱽᵃˡᵉʳⁱⁱᵃ ᴹⁱˡˡᵉʳ ᶠʳᵒᵐ ᴾᵉˣᵉˡˢ

__________

the seventh part

©pearsnpearls, october 2020

__________

"Pagi, Bu ...." Kepala Naren tiba-tiba menyembul di balik pintu ruangan Chris yang terbuka.

Hari itu, seperti biasa Chris sudah sampai ke kantor sejak pukul tujuh pagi dan berhubung proposal yang tempo hari bikin mumet sudah selesai direvisi, pagi ini dia bisa sedikit santai.

Gadis itu sedang sarapan sandwich buatan Bi Nunu dan membaca gosip terkini para artis Hollywood saat suara Naren terdengar dari arah pintu.

"Hai! Kok pagi banget?"

Iya, pagi ini Naren memang datang jauh lebih pagi dari biasanya. Sebab, tadi dia harus mengantar ibunya dulu ke Tanah Abang untuk menengok keadaan toko.

Begitu menaruh tasnya di meja, sudah bisa ditebak kalau teman-teman sarapannya yang biasa belum ada yang datang. Jadi Naren iseng muter-muter saja, melihat kira-kira ada yang bisa diajak ngobrol sekaligus mengecek gosip dari Sesa dulu: bener nggak sih Bu Chris kalo dateng pagi banget?

Dan jawabannya, ya seperti yang bisa dilihat sekarang. Kenapa mood Naren tiba-tiba langsung naik, ya? Padahal tadi pagi dia sempat mengeluh ke ibunya kalau dia masih sangat ngantuk berangkat sepagi itu.

"Tadi habis nganter ibu saya ke toko," ucap Naren masih dari ambang pintu.

"Kamu nggak mau masuk?"

"Ibu bolehin saya masuk?"

"Kamu nungguin saya izinin kamu masuk?"

Keduanya tertawa. Masuk ke ruang kerja Chris sebenarnya memang sudah terasa familiar untuk Naren. Ruangan itu jadi saksi bagaimana mereka berhari-hari bekerja bersama hingga larut malam.

Saat ini pun, begitu masuk, Naren langsung duduk di kursi yang biasa ia pakai saat sedang semedi mengurusi proposal bersama Chris. Tanpa sadar, matanya langsung menuju ke satu titik di wajah Chris.

Chris yang menyadari tatapan itu langsung meraba pinggir bibirnya, takut-takut kalau remah-remah roti dan sausnya tersisa di sana.

"Kenapa? Berantakan ya?"

"Enggak bu, kemaren katanya ada jerawat gede, kok saya nggak liat apa-apa," goda Naren.

"Sarcasm at its finest, ya?" tanya Chris sinis.

Naren tertawa, "Beneran nggak keliatan, Bu."

"Concealer. Saya tumpuk sampe berkali-kali." Chris masih sewot.

NOT A BAD THING ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang