14 - Bebek Madura

8.9K 1.4K 65
                                    


ᴾʰᵒᵗᵒ ᵇʸ ᴼˡᵉⁿᵏᵃ ᔆᵉʳᵍⁱᵉⁿᵏᵒ ᶠʳᵒᵐ ᴾᵉˣᵉˡˢ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᴾʰᵒᵗᵒ ᵇʸ ᴼˡᵉⁿᵏᵃ ᔆᵉʳᵍⁱᵉⁿᵏᵒ ᶠʳᵒᵐ ᴾᵉˣᵉˡˢ

__________

the fourteenth part

©pearsnpearls, november 2020

__________

Banyak orang yang suka tertawa kalau membaca cerita beda kasta yang disampaikan dalam cerita-cerita sastra. Basi, katanya. Zaman sekarang, mana ada sih yang masih kayak gitu? Sinetron banget!

Tapi untuk Naren, cerita-cerita itu sebenarnya nggak seberapa aneh. Dia menyaksikan sendiri bagaimana Ibunya, yang berasal dari keluarga dengan "status ekonomi" yang lebih biasa-biasa saja dibanding Ayahnya, harus berjuang lebih keras untuk bisa diterima di keluarga ipar.

Ya nggak sampai jambak-jambakan dan melotot sambil ngomong dalam hati, sih. Tapi Naren tahu betul, dulu, setiap ada acara keluarga Ayahnya, sosok Ibunya yang bisa dibilang bukanlah sosok perempuan betawi tradisional, sering jadi bahan omongan diam-diam di belakang.

Sekarang, dengan bekal pengetahuan itu, Naren jadi sering merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya dia kepincut sama pewaris tahta macam Chrissia. Masalahnya, ini bukan lagi beda kasta, tapi sudah beda dunia.

Kalau perbedaan antara Ibu dan Ayahnya yang nggak seberapa saja bisa jadi masalah, apalagi dirinya dan Chrissia?

Iya, iya. Naren tahu kalau pikirannya kejauhan. Belum apa-apa sudah mikirin susah diterima keluarga. Tapi yang namanya antisipasi, tentu tidak ada salahnya, kan? Apalagi selama ini Chrissia tidak pernah menunjukkan kalau dia risih atau ilfil saat jurus-jurus PDKT Naren yang nggak seberapa itu dikeluarkan.

Seperti sore ini, saat mereka tiba-tiba janjian untuk lari sore bareng di Gelora Bung Karno cuma gara-gara Chris melihat Naren membawa tas gym ke kantor.

"Mau nge-gym?" tanya Chris begitu melihat Naren tidak menenteng ranselnya yang biasa saat jam pulang.

"Lari, Bu. Di GBK. Ikut yuk!"

Tahu nggak, sih? Sebenarnya Naren juga tidak punya rencana untuk lari di GBK. Hari ini memang benar jadwalnya untuk nge-gym di mall sebelah. Menjawab pertanyaan barusan bukan dengan jawaban yang sebenarnya cuma salah satu cara untuk bisa mengeluarkan ajakan selanjutnya.

"Dari nyampe Jakarta saya cuma treadmill aja di rumah sih, bosen juga. Boleh deh!" sahut Chris sumringah, "kamu mau tunggu dimana?"

Yes! Saatnya Naren berterima kasih kepada otak dan mulutnya yang tidak menyia-nyiakan kesempatan.

"Di lobby majapahit?"

"Okay, see you in a bit!"


**


NOT A BAD THING ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang