Kesepakatan

10 2 0
                                        

Bella mengernyitkan dahinya. Pesan untuk siapa itu? Apakah untuk dirinya? Tapi dari siapa? Bella pun keluar dari kamarnya untuk mencari Dafa dan Dicky.

Beberapa kali Bella mencoba menelepon Dafa. Tapi, tidak diangkat. Kemudian dia bergegas untuk ke tempat belajar biasa mereka.

Dafa berdiri dan langsung menghampiri Bella yang ngos - ngosan dan terlihat pucat.

"Lo kenapa?" Tanya Dafa dengan khawatir.

"Kalian ada yang ke kamar gue tadi?" Tanya Bella sambil menatap keduanya.

"Enggak." Dafa menjawab sambil menggeleng.

"Kita dari tadi di sini ngerjain soal." Sahut Dicky.

"Lah terus ini? Siapa yang kira - kira ngasi ya?" Bella bertanya sambil memperlihatkan bunga mawar dan kertas yang ditemukannya di kamar.

Dafa mengambil kertas yang dibawa Bella dan kemudian membacanya.

"Hah? Apa - apaan? Kok isinya gini aja?" Dafa terheran - heran.

"Emang beneran itu dikasi buat lo? Siapa tau temen sekamar lo yang dikasi?" Sahut Dicky.

"Enggak. Dia ga sempet ke kamar dan setahu gue dia ga punya pacar dan gak pernah cerita tentang hal - hal romantis yang dia alami selama di sini."

"Hhmm... Lo punya mantan pacar? Atau pengagum rahasia gitu?" Tanya Dicky mencoba menebak.

Di dalam pikiran Bella, terlintas satu nama yang mungkin menjadi pengirim surat dan mawar ini. Tapi, dia bukan siapa - siapa Bella dan tidak mungkin senekat ini sampai ke kamar Bella. Memangnya darimana juga dia tahu kamar Bella?

"Nggak ada." Jawab Bella seadanya.

"Eh? Terus si Alan itu?" Tanya Dicky lagi.

"Hah? Sejak kapan gue pernah pacaran sama dia?" Bella membantah dengan tegas.

"Hoo.. Trus berita yang gue denger itu?"

Bella menjitak kepala Dicky sambil berkata, "kebanyakan ngegosip lo jadi cowok!"

"Aduh!"

Dicky mengelus kepalanya.

"Tapi Alan punya kemungkinan ngasi bunga ini karena seperti yang Dicky bilang, katanya lo pernah deket sama dia tapi ga pernah pacaran. Jadi, masih ada kemungkinan dia mau ngejar lo kembali," ucap Dafa.

Bella berpikir sebentar. Bisa jadi yang dikatakan Dafa benar. Namun, dia tidak mau berharap lebih karena itu hanya akan membuatnya semakin susah melupakan Alan.

"Ah, udahlah. Nih buat lo aja!" Ucap Bella sambil melempar bunganya kepada Dicky dan pergi meninggalkan ruangan itu.

Sambil berjalan, Bella mencari kontak Kesya dan ingin meminta nomor Alan. Namun, dia ragu dan memasukan ponselnya ke saku seragamnya.

Apakah dia harus bertanya kepada Alan langsung? Ah, tapi jika bukan dia, nanti Alan bisa salah paham dan malah tidak jadi pergi dari hidupnya. Bella sangat bingung.  Dia memutuskan kembali ke kamarnya.

Setelah mampir sebentar ke minimarket, Bella langsung ke kamarnya. Setelah menaiki beberapa anak tangga, Bella berhenti sebentar dan menatap langit yang berwarna sangat cantik yang dapat dia lihat dari tempatnya berdiri  sekarang. Bella mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa gambar. Kemudian dia membalikan badannya dan dia sangat terkejut karena ada Alan yang berdiri di depan kamarnya sambil melihat langit yang sama dengannya.

Bella berjalan mendekat. Namun Alan tidak menyadari kehadirannya karena tatapannya terlihat sedang serius menatap langit.

"Hai." Sapa Bella dengan memberanikan dirinya. Dia sangat gugup berada di sebelah Alan.

Love In SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang