Aku memandang kosong ke luar jendela mobil. Dengan isi kepalaku yang rasanya seperti terbagi menjadi dua sekarang.
Setengah otakku kini tengah menikmati pemandangan pagi kota Seoul yang tengah terguyur hujan, lalu setengahnya lagi sibuk mengatasi kenangan tentang aku dan Jungkook--yang sialnya seperti kaset rusak yang tidak mau berhenti berputar.
Aku menghela napas berat. Justru kini aku mengingat bagaimana awal perkenalanku dengannya.
Pertemuanku dengan Jungkook setahun lalu bahkan bisa dikatakan tidak wajar.
William Jungkook Jeon. Atau dikenal di sekolah sebagai Jeon Jungkook.
Dia adalah putera bungsu dari Jeon Ji San, yang tak lain adalah Direktur Yayasan J-GROUP--salah satu yayasan pendidikan terbesar di Seoul, sekaligus tempat dimana aku bersekolah.
Ibu Jungkook juga bukan orang sembarangan. Ia adalah Jennifer Park, mantan model internasional yang dulu sering memenangkan ajang kecantikan. Kini ibu Jungkook sibuk dengan J&Shion, perusahaan pakaian yang penjualannya semakin memuncak sejak tahun 2018.
Terakhir, Jungkook memiliki dua kakak yang sudah sukses di bidang kerja mereka masing-masing.
Jeon Seokjin, kakak pertamanya adalah seorang dokter. Kini ia menjabat sebagai Direktur utama Seoul Hospital.
Sementara Jeon Taehyung, kakak keduanya adalah seorang aktor senior yang wajahnya sudah tidak asing lagi di layar televisi dan layar lebar.
Jelasnya Jeon Jungkook tidak berasal dari keluarga biasa.
Bagaimana aku bisa terikat perjanjian konyol ini ialah berawal saat tahun lalu aku mendapati Min Hana--teman sebangkuku tengah dihajar oleh tiga orang siswa di gudang sekolah.
Aku yang saat itu diperintah oleh guru olahraga untuk mengambil bola basket terpaksa harus menyaksikan hal terburuk yang pernah kulihat dalam hidupku.
Tubuhku seperti mati rasa melihat Hana dengan seragam yang telah ternodai oleh darah tengah menangis memohon ampun pada siswa berambut blonde--yang kuketahui bernama Park Jimin. Aku ingin berteriak namun lidahku seperti kelu.
Lantas tiba-tiba tangan kekar seseorang menarikku pergi dari tempat itu.
"Kau sudah gila? Kau bisa mati jika ketahuan oleh mereka."
Saat itulah pertama kalinya aku bertatapan langsung dengan Jungkook.
Dengan sorot matanya yang dingin, ia mengingatkanku agar menutup mulut rapat-rapat dan melupakan segala hal yang telah kulihat.
Seminggu setelahnya Hana tak pernah lagi terlihat di sekolah. Hingga akhirnya wali kelas mengabarkan bahwa Hana pindah sekolah. Dan hal itu membuatku benar-benar syok.
Kemudian saat itulah mimpi burukku dimulai.
Entah bagaimana bisa Park Jimin mendadak menerorku dengan pesan-pesan menyeramkan. Ia dan gengnya juga kerap membuntutiku di jam-jam istirahat, mengotori lokerku dengan sampah, hingga membuat hampir semua murid di sekolah menjauhiku.
Hingga suatu pagi saat aku tengah menangis di atap gedung sekolah, tiba-tiba Jungkook mendatangiku. Menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna biru.
Dan dengan konyolnya ia berkata,
"Jo Eun Mi, jadilah pacarku."
Aku ingat waktu itu aku hampir menamparnya. Sialnya ia dengan cepat malah memelukku. Dan berkata lirih.
"Dua hari lagi aku harus bertunangan dengan seorang wanita pilihan Ayah Ibu."
"Terus apa hubungannya denganku?"
"Jadilah pacarku agar aku bisa lari dari pertunangan. Sebagai gantinya akan kupastikan Park Jimin tak akan mengganggu hidupmu sampai kau lulus."
"Sayang sudah sampai. Kau sedang melamunkan apa sih?"
Pikiranku buyar saat ibu menepuk bahuku.
Aku mengangguk kaku dan membuka pintu mobil dengan cepat. "Aku pergi dulu. Bye Ayah, Ibu."
Pikiranku semakin kacau. Hingga aku tak menanggapi seruan Ibu dari dalam mobil yang mengingatkanku untuk memakai payung.
*
*
*
Begitu sampai di kelas aku melihat Jungkook sudah tiba lebih dulu. Di tahun ketiga ini kebetulan kami berada di kelas yang sama.
Aku melangkah perlahan menuju bangkuku.
Sejauh ini semua berjalan baik. Kecuali fakta bahwa Jungkook bertukar tempat duduk dengan Hanbin. Lelaki itu kini duduk di bangku belakang--di sebelah Jennie, sementara Hanbin menggantikannya di sebelahku.
Di kelasku tempat duduk kami memang diatur untuk duduk dengan lawan jenis.
Kutatap sekilas Jungkook yang tengah menatap layar laptopnya dengan serius. Lantas dengan cepat aku mengalihkan fokusku atau akan memalukan jika sampai ia melihatku.
Tak lama kemudian alarm masuk berbunyi. Dengan cepat aku melepas sweater yang kukenakan dan segera mengeluarkan buku dari dalam tas.
"Tugas akhir Biologi kita sudah kuselesaikan."
Aku begitu terkejut saat Jungkook tiba-tiba sudah berdiri di samping mejaku. Lelaki itu kemudian menyodorkan flash disk putih miliknya.
"Kau cek dulu. Siapa tahu ada yang kurang," ucapnya.
Intonasi Jungkook mengingatkanku dengan cara bicaranya padaku saat pertama kali kita bertemu. Sangat arogan, dingin, dan jauh dari kata ramah.
Aku meraih benda itu diiringi anggukan.
"Waw, apa couple goal sekolah sedang berkelahi?" celetuk Hanbin diiringi kekehan kecil.
Aku dan Jungkook bertatapan beberapa saat sebelum akhirnya Jungkook menatap Hanbin dan melayangkan senyum sinis.
"Aku dan dia sudah putus. Jadi jangan bicara aneh-aneh lagi di depanku, kecuali kalau kau sudah bosan hidup," ucap Jungkook dengan acuh lantas berlalu pergi.
Hanbin tertawa datar sementara aku hanya bisa menundukkan kepala.
Aku berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Kukerjapkan mataku berkali-kali untuk menghindari tangisan.
Tatapan Jungkook.
Ucapan Jungkook.
Bahkan keberadaannya.
Mengapa kini aku jadi sangat membencinya?
*
*
*
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason (30 Days Project)
Adventure30 hari menjelang hari kelulusan, Jo Eun Mi harus mengakhiri hubungannya dengan si keras kepala Jeon Jungkook. Sayangnya mengakhiri hubungan palsu mereka ternyata tak semudah mematahkan sebatang lidi. Namun tak disangka putusnya ia dengan Jungkook j...