Day 25

480 102 34
                                    


.

Aku tidak tahu berapa lama aku tidak sadarkan diri di rumah sakit. Namun jika aku baru terbangun dua jam yang lalu--di pukul tujuh malam ini--maka terhitung sudah lebih dari dua belas jam aku terlelap.

Entah, rasanya saat ini tak banyak yang bisa kupikirkan. Bahkan butuh waktu cukup lama bagiku untuk dapat kembali berbicara dengan Ayah dan Ibu.

Bayangan kejadian kemarin.

Bayangan bagaimana aku melihat Jungkook dilukai di hadapanku.

Serta bagaimana Jimin berakhir di depan mataku sendiri, seluruhnya membuatku merasa tertekan.

Rasanya ingin kulupakan, namun tak tahu bagaimana caranya.

"Maaf, kemarin Ayah tidak bisa menolong dengan cepat." Ayah mengusap kepalaku setelah Ibu menyuapiku makan malam.

Aku mengangguk lantas melengkungkan senyum. "Aku tahu, Ayah yang menelepon para polisi. Aku tahu, Ayah sibuk menyiapkan laporan untuk kasus Hana. Aku juga tahu Ayah tiba disana saat aku tak sadarkan diri."

Ayah yang duduk di tepi ranjang mengusap lembut puncak kepalaku penuh sayang. "Kau itu anak yang hebat. Sejak pertama kali bertemu denganmu saat kau masih bayi, Ayah sudah tahu bahwa dirimu sangat istimewa dan kelak akan tumbuh berbeda dari anak yang lain."

Kulihat, tatapan Ayah tampak mengenang. "Karena itulah kami memberimu nama Eun Mi. Artinya gadis cantik dengan hati semurni perak," ucapnya lagi.

"Aku sayang Ayah." Kupeluk tubuh Ayah layaknya anak berusia lima tahun. Seakan aku tengah menyalurkan rasa letihku yang mungkin memang tak ada obatnya.

Kubiarkan diriku menikmati perasaan yang begitu hangat dan nyaman ini. Sejak dulu, Ayah adalah satu-satunya sosok yang paling memahamiku. Ayah selalu ada kapan pun aku membutuhkannya. Tak peduli bagaimana pun kesalahanku, Ayah tak pernah memarahiku.

"Hei hei hei."

Aku dan Ayah bersamaan menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Sedikit terkejut mendapati Ibu yang tadi katanya mau ke apotik di lantai bawah untuk mengambil obat, malah kini mendadak membuka pintu dengan wajah sumringah.

"Lihat siapa yang datang mencarimu," ucap Ibu lagi.

"Aduh, Eun Mi sayang maaf ya kami mengganggu. Habisnya anak ini baru sadar langsung mencarimu. Aku khawatir dia bisa menghancurkan rumah sakit kalau belum melihatmu."

Lalu aku lebih terkejut lagi saat melihat Bibi Jeon tiba-tiba masuk ke dalam kamar sembari mendorong kursi roda.

Tepatnya kursi roda dimana putera bungsunya tampak duduk sembari menatapku dengan wajah yang masih terlihat sangat pucat itu.

Aku memandanginya dengan perasaan yang bergejolak.

Jeon Jungkook.

Iya, itu Jungkook yang menyebalkan. Yang membuatku kesal karena perasaan berdebar yang selalu kurasakan tiap bersamanya.

Satu-satunya lelaki yang akhirnya membuatku merasakan bagaimana takutnya kehilangan seseorang.

"Kau sudah baikan?" ucapku lirih. Lagi-lagi setiap melihat Jungkook aku selalu ingin menangis.

Jungkook mengangguk, tampak tersenyum tipis ke arahku. "Syukurlah kau baik-baik saja."

Aku menyeka air mataku yang akhirnya jatuh dengan perasaan kesal. "Dasar bodoh. Keadaanmu sudah seperti itu masih saja mengkhawatirkanku."

The Reason (30 Days Project) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang