00

1.2K 133 18
                                    

Halo, salam kenal :)
Selamat datang di cerita ini.

Cerita ini adalah cerita yang aku buat untuk challenge diriku sendiri selama sebulan (walaupun akhirnya tetep rampung dalam waktu lebih dari sebulan)

Karena ini adalah ff buat aku latihan dan healing, jadi ga ada perencanaan khusus waktu mau nulis, semuanya bener-bener mengalir gitu aja. Jadi jangan heran kalo kalian tiba-tiba ngerasa 'loh kok gini?', 'kenapa lagi nih?', dsb 😂

But, aku jamin kalian bakal tetep dibuat gregetan sampe ke ubun2 kok 🤣

Last, terima kasih sudah mau baca cerita ini.

Selamat berselancar di dunia Eunmi dan Jungkook yang terlalu absurd 😘

*komen sebanyak-banyaknya ya, biar aku tahu seberapa greget kalian ❤

.

.

Aku melirik ponselku sekali lagi, memastikan waktu belum memasuki pukul dua belas siang.

Meski aku tak suka diburu-buru, namun beda urusannya jika sudah menyangkut masa depanku.

Well, terdengar sedikit hiperbola. Namun bertemu dengan Jeon Jungkook--si Penguasa Sekolah--siang ini adalah tujuan akhir dari penantianku selama setahun. Aku tak mau terlambat meski sedetik atau sama saja aku mengancurkan masa depan indahku yang sudah menantiku selepas SMA.

Aku menghela napas lega saat menemukan sosok semampai yang sangat terlihat mencolok di antara siswi-siswi baru yang tengah mengerumuninya. Mereka cuma mau meminta tanda tangan Kapten Basket di atas lembar Portofolio Pengkaderan Ekskul tapi penampakannya sudah seperti fangirl yang sedang berebut tanda tangan idol.

Dia tersenyum singkat ke arahku, lantas mempercepat gerakan tangannya. Dilihat-lihat sepertinya Jungkook adalah pengurus OSIS yang memiliki paling banyak penggemar wanita.

Ya tidak heran juga. Berperawakan atletis, hidung mancung, kulit putih, rahang tegas, serta karisma yang konyolnya selalu terpancar di saat-saat tertentu. Siapa di sekolah ini yang tidak tertarik dengan Jungkook?

Kecuali aku tentunya. Kutegaskan, bagiku Jungkook hanya manusia menyebalkan yang kebetulan saja dianugerahi beragam kelebihan.

"Sudah mau pulang?" Jungkook menghampiriku, disusul dengan gerakan tangannya yang mengusap puncak kepalaku.

Aku tersenyum tipis. Alih-alih mengiyakan, yang keluar dari bibirku justru, "Sekarang tanggal 18 Oktober. Kau tidak lupa kan?"

Air muka Jungkook beberapa detik tampak berubah sebelum dengan cepat ia kembali tersenyum.

Lelaki itu lantas menengok arlojinya di tangan. Sebelum akhirnya ia menggamit jemariku. "Dua puluh menit lagi bel masuk berbunyi. Ayo, kita bicara di ruang ayah saja."

Aku menggeleng. "Tidak mau--"

"Ayah tidak masuk. Sedang ke Busan," potong Jungkook sebelum aku memprotes panjang lebar.

"Sudah ayo," lanjutnya.

Kekasihku itu tersenyum begitu manis, membuatku mau tidak mau terpaksa menurutinya.

The Reason (30 Days Project) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang