2. Pertemuan dengan Teman Lama

66 15 5
                                    

"Una, bangun nak. Kamu hari ini sekolah loh," teriak Areta dari bawah.

"Iya Ibu. Una bangunin ka Siti dulu," jawab Una tak kalah teriak.

"Ka Siti. Kak, bangun," panggil Una menggoyang-goyangkan badan Siti.

Siti menggeliat. "Iya Una."

Lima belas menit berlalu, sekarang kakak-adik itu sudah ada di bawah dan sedang sarapan.

"Sayang ponselnya ditaruh dulu. Kita 'kan lagi makan," ujar Prakoso memandang Areta.

Areta tak menggubris. Ia sibuk memainkan ponsel sembari senyum-senyum. Prakoso mengernyit menghampiri Areta. "Lagi ngeliat apa sih? Seru banget."

Areta menyembunyikan ponselnya. "Bukan apa-apa. Ayo sarapan."

Mungkin lagi ngereceh sama temannya kali ya, pikir Prakoso.

Waktu demi waktu berlalu, keluarga ini sudah selesai sarapan. Sekarang Una dan Siti dalam perjalanan menuju sekolah diantar sang ayah, Prakoso.

"Na, Sit. Tadi ibu kalian ngapain, ya? Ga biasanya senyum-senyum sendiri. Biasanya kalau ngereceh sama temannya langsung ngebengek," tanya Prakoso.

Una menoleh. "Bengek itu apa, Yah?"

"Semacam ngakak tapi berlebihan," jawab Prakoso terkekeh kecil.

Siti memegang dagu, memikir. "Mungkin lagi asik chatting-an sama temannya kali, ayah."

"Temannya siapa, ya? Ayah takut ibu nyaman sama yang lain," lirih Prakoso khawatir.

Una menepuk pelan bahu Prakoso. "Nggak bakal kok, yah. Ibu 'kan cinta banget sama ayah, begitu sebaliknya."

Prakoso mengangguk. "Semoga Una benar, ya."

Tak terasa percakapan itu hingga mereka sudah sampai di sekolah Una dan Siti. Lebih tepatnya, SMP Sobat.

Berjam-jam berlalu hingga pulang sekolah pun tiba. Una dan Siti menunggu di depan sekolah.

"Hai Una, Ka Siti. Belum dijemput?" tanya Irma di samping mereka.

Una menengok. "Hai Irma. Belum nih, kamu juga belum?"

Irma mengangguk. "Iya, belum. Ka Risqi juga belum pulang."

"Tadi aku lihat Risqi lagi piket, Irma," sahut Siti.

"Iya ka. Sekarang jadwal piketnya ka Risqi. Tapi, ka Risqi enak juga piketnya bareng cogan." Irma melihat ke langit-langit, membayangkan wajah cogan-cogan itu.

"Siapa? Apa ka–"

"Risqi bukannya piket bareng Fikri sama Imam aja yang cowoknya, ya? Jadi, siapa yang cogan? Mereka cogan?" potong Siti tertawa.

"I–iya, Kak. Menurutku ka Fikri lumayan cakep. Tapi ka Imam lebih ganteng," jawab Irma ragu.

"Cakepan ayah aku," sanggah Una cepat.

"Be–"

Suara klakson mobil membuat obrolan mereka berhenti.

Siti berlari ke Areta yang disusul Una. "Ibu, tumben jemput kita? Ayah ke mana? Terus ini siapa, bu?"

"Ibu baru nyampe udah ditanya-tanyain aja. Iya, tadi habis ketemuan sama teman lama Ibu kebetulan anaknya sekolah di sini juga, jadi bareng deh. Ini kenalin, namanya Haidar. Kalian panggil om Haidar aja, ya," jelas Areta memperkenalkan Haidar.

"Ayah," panggil Irma mendekati Haidar.

Haidar mengusap pucuk kepala Irma. "Iya, nak. Ka Risqi mana?"

"Ada, lagi piket, Yah. Ini di samping Ayah siapa?" Irma menunjuk Areta.

"Ini teman lama Ayah, namanya Areta. Panggil aja Tante Areta," jelas Haidar balik memperkenalkan Areta pada Irma.

"Oh, oke Ayah. Halo Tante Areta, aku Irma," sapa Irma.

"Tunggu, deh. Ini maksudnya ibuku teman lama ayahnya Irma?" tanya Una.

Areta mengangguk. "Iya, nak. Kamu udah kenal sama anaknya Om Haidar?"

"Teman dekat malah, bu," urai Una merangkul Irma.

"Wah, bagus dong," sahut Haidar tersenyum.

Areta mengernyit bingung. "Bagus kenapa?"

"E–eh bagus, jadi orangtuanya teman anaknya juga teman maksudnya," tutur Haidar.

Areta mengangguk-ngangguk. "Oh."

"Ayah!" sapa Risqi dari kejauhan.

Risqi memandang Areta. "Ayah ini siapa?"

"Teman lama Ayah, namanya Tante Areta," jawab Haidar seadanya.

"Yuk berangkat," ajak Areta diangguki semuanya.

"Ini satu mobil sama Irma, Risqi, dan Om Haidar, bu?" tanya Siti menunjuk mobil Haidar.

"Iya nak."

Una mengernyit. "Ga minta ayah jemput aja?"

Areta menyubit pipi Una gemas. "Nanti kelamaan, Anakku sayang."

Una menunjukkan deretan giginya. "Iya udah deh."

Semuanya pun masuk ke mobil Haidar. Saat mobil mau dijalankan, terlihat mobil Prakoso datang.

"Ibu, itu mobil ayah." Una menunjuk mobil Prakoso.

"Dar, tunggu bentar, ya. Ke suami dulu," ucap Areta diangguki Haidar.

"Kalian tunggu sini aja dulu, bentar." Areta pergi sendiri menghampiri Prakoso.

Baru saja Areta jalan lima langkah, Prakoso lebih dahulu menghampiri. "Mobil siapa itu? Kamu abis dari mana? Sama siapa? Cowok atau cewek? Siapa namanya?"

Areta tersenyum hangat. "Satu-satu nanyanya dong. Tadi abis ketemuan sama Haidar, itu loh anak KSN waktu dulu. Tau 'kan? Kebetulan anaknya sekolah di sini jadi sekalian aja."

"Kok bisa ketemuan sama Haidar? Jangan-jangan tadi pagi yang buat kamu senyum-senyum sendiri itu Haidar juga? Terus kenapa harus pulangnya mau sama dia tadi? Kenapa ga nunggu aku aja?" Prakoso menelik.

"I–itu, a–anu loh–"

"Anu apa? Yang jelas, sayang," potong Prakoso tak sabar.

"I–itu, ih–"

Prakoso geleng-geleng kepala. "Yang jelas atau aku gendong kamu ke mobilku?"

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang