25. Terungkap

20 5 0
                                    

"Eh, Nak Risqi sama Bapak Haidar. Kok bisa ada di sini?"

"Em ... maaf jadi buka suara. Kamu kok bisa kenal sama Bapak Haidar, Sayang?" lanjut Deo mencium punggung tangan Tika yang tadi ia genggam.

Tika memang tidak memberi tahu Deo bahwa mantan suaminya adalah Haidar. Ia hanya memberi tahu bahwa ia pernah menikah sebelumnya.

"Jadi–"

"Karena–"

"Dia itu–"

Risqi, Haidar dan Tika berucap bersamaan dan mereka bertiga berhenti berucap secara bersamaan juga. Risqi memilih diam dan pergi dari kantin. Ia cukup syok mengetahui bahwa polisi yang selama ini membantunya ialah orang yang membuat Ibunya berpaling dari Haidar.

Sememtara di kantin, semuanya jadi terdiam.

Haidar berdeham memecah kecanggungan. "Tika adalah mantan istri sa-"

"Loh, beneran? Kok lo enggak pernah bilang, sih?" Areta menendang kaki Haidar pelan.

Haidar menghela napas. "Jangan dipotong, Areta."

"Tika adalah mantan istri saya. Saya dan dia cinlok pas KSN, saya rasa Areta tahu itu. Tepatnya setelah belasan tahun kita menikah, mantan istri saya selingkuh dan meninggalkan saya beserta anak-anak. Jadi--"

Hati Deo bagai tersambar petir mendengarnya, apalagi Haidar menekankan kata selingkuh. Ada sesuatu yang sedikit hancur dalam lubuk hatinya, ia tak menyangka Tika akan berbohong padanya. Deo menatap Tika dengan sorot tak terbaca, Deo menghela napas. Ia tidak boleh terpancing emosi. "Kok kamu enggak pernah bilang, Sayang? Kenapa kamu bohong sama aku? Kamu bilang kamu cuma pernah menikah dan pisah karena suamimu dulu main kasar. Nyatanya apa? Jadi aku ini dulu selingkuhan kamu?"

Sekarang, Tika yang terdiam. Ia bingung harus berbicara apa. Dahulu, Tika memang berbohong. Karena ia tahu, jika mengatakan sejujurnya, Deo tidak akan pernah mau menikah dengannya. "Bukan gitu maksudku, Beb. Tapi ...."

Deo pergi dari kantin dengan penuh kecewa. Tika langsung mengejarnya, namun langkah Deo sangat lebar. Tika terlalu sulit untuk mengejarnya. Ia tidak menyerah, Tika mencoba sekuat tenaganya. Dapat! Akhirnya Tika dapat mencekal tangan Deo. "Deo ... dengerin penjelasan aku dulu."

Deo menghela napas. Ia tidak tahan dengan wajah Tika yang seperti ini. Wajah yang memperlihatkan rasa gelisah, namun menggemaskan bagi Deo. "Iya, jelasin sekarang."

"Waktu itu, aku enggak tahu kenapa bisa jatuh hati sama kamu. Haidar ... dia beda banget sama kamu. Aku jarang akur sama dia, entahlah. Mungkin aku sama dia memang gak sefrekuensi. Sampai kamu hadir dan buat aku nyaman, aku takut kamu ninggalin aku pas tau aku masih nikah saat itu. Dan ... seperti itu." Tika menunduk tak berani menatap Deo.

Deo tersenyum tipis dan membawa Tika ke dekapannya. Deo tidak menyalahkan Tika karena menjadikan ia selingkuhannya, ini semua takdir. "Udah takdirnya kita jodoh berarti. Udah, yuk."

Deo melepaskan pelukannya, menangkup wajah Tika seraya tersenyum hangat. "Katanya mau cek kandungan, jadi enggak, nih? Habis itu kita nonton deh."

Tika mengangguk kecil. Deo mengusap pipi Tika pelan, saling menatap menyalurkan rasa cinta masing-masing. Sepuluh detik kemudian, tangan Deo beralih menggenggam tangan Tika. Membawanya ke dokter kandungan.

Di sisi lain, Risqi menangis kecil. "Kenapa? Kenapa Ibu harus selingkuh sama Pak Deo? Ke-kenapa orang yang baik sama aku ternyata yang ngerebut Ibu dari Ayah dulu. Ke-"

Risqi tak sanggup melanjutkan ucapannya. Pikirannya teringat masa-masa dulu. Di mana Ibu dan Ayahnya tidak pernah akur, di mana Ibunya meninggalkan mereka, di mana orang tuanya resmi berpisah. Hancur? Pasti.

Suara gedoran pintu terdengar membuat Risqi menyeka air matanya. "Woi! Keluar dong cepat, gue udah kebelet nih."

Risqi membelalakkan matanya. Kenapa bisa ada pria di kamar mandi wanita?

"Ini kamar mandi cewek, woi! Lo salah kamar mandi," teriak Risqi tanpa membuka pintu.

Pria itu tampak terkejut dan langsung melarikan diri, langkahnya terdengar di telinga Risqi membuat Risqi tersenyum tipis. "Cowok gila."

Risqi membuka pintu dan bercermin. Penampilannya sedikit berantakan, ia merapikan penampilannya. Setelahnya, ia keluar dari kamar mandi.

Entah kebetulan atau bagaimana, ia bertabrakan dengan pria tadi. "Kalau jalan pakai ma–"

Pria tersebut terkejut, ia mengenali suara itu. Suara yang membuatnya malu karena salah kamar mandi. "Lo yang tadi di kamar mandi?"

Risqi mendongakkan kepala. Risqi tak kalah terkejut, saat pria itu bertanya. Risqi yakin, pria itu pasti yang tadi mengganggu acara melankolisnya. "Lo yang tadi ganggu gue di kamar mandi? Lo yang salah kamar mandi?"

Risqi menahan tawanya saat melihat perubahan raut wajah pria itu. "Udah selesai kebeletnya?" ejek Risqi.

Pria tersebut menatap sinis Risqi. "Udah!"

"Lah, marah. Yang salah siapa yang ngegas siapa," sindir Risqi bersedekap dada sembari tertawa kecil.

Pria tersebut sedikit terperangah melihat Risqi tertawa. "Cantik," gumamnya kecil.

"Ngomong apa lo? Ngomong aja enggak benar."

"Dengar apa lo? Dengar aja enggak benar," balas pria itu membalikkan kata-kata Risqi membuat Risqi mengerucutkan bibirnya.

Pria itu mengulurkan tangan. "Nama gue Hidayat, lo?"

"Risqi," jawab Risqi membuang muka.

Hidayat mengambil kertas kecil di saku celananya dan pulpen di saku bajunya. Ia menulis sesuatu dan melipat kertas tersebut. Hidayat menaruhnya di tangan Risqi. Hidayat tersenyum tipis mengusap pucuk kepala Risqi sebentar lalu pergi begitu saja.

Risqi menggeleng-gelengkan kepala. "Cowo gila, aneh, konyol."

Risqi membuka kertas kecil itu. Lagi-lagi ia menggelengkan kepalanya. Kertas kecil itu berisi nomor dan nama lengkap Hidayat, serta kata-kata yang membuat Risqi makin tak habis pikir dengan jalan pikiran Hidayat.

Jangan nangis di kamar mandi, ntar kalau air matanya diambil kuntilanak kamar mandi baru tau rasa!

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang