23. Haidar menjenguk Prakoso

24 8 2
                                    

Haidar menggulungkan lengan bajunya dengan hati-hati. Ia sedikit takut luka bekas tusukan itu kembali berdarah. Haidar mengambil parfum, menyemprotkan di beberapa bagian tubuhnya. Ia memegang kepalanya yang tidak ada rambutnya, Haidar tersenyum kecut. "Semoga rambut cepat tumbuh, ya. Gue udah beli sampo penumbuh rambut, loh."

"Ayah mau ke mana pagi-pagi gini?"

Haidar terkesiap hingga tubuhnya hampir jatuh ke belakang. "Lain kali kalau mau masuk ketuk pintu dulu, ngagetin aja. Dasar–"

Dasar anak setan, batin Haidar melanjutkan.

Satu detik, dua detik, tiga detik, Haidar baru menyadari sesuatu.

Kalau dia anak setan berarti gue setannya dong?

Haidar menggeleng memegang kepalanya. Risqi yang sedari tadi memanggil Ayahnya tidak ada jawaban dan malah dibalas gelengan oleh Haidar membuatnya mengernyit dalam. "Ayah sehat, 'kan?"

Haidar tersadar dari lamunannya. Pura-pura bersikap biasa saja, padahal ia menahan malu atas kelakuannya sendiri. "Sehat."

"Siap-siap sana. Kita abis ini ke Rumah Sakit Ipaks," perintah Haidar mendorong pelan Risqi.

Risqi tak memberontak, ia keluar kamar Haidar. Sembari berjalan ia bertanya, "Berdua, Yah? Irma enggak diajak? Ngapain ke sana?"

"Diajak, suruh dia siap-siap juga. Jenguk Prakoso, lima menit berangkat."

Risqi menghentikan langkahnya. "Mana bisa lima menit, Yah. Kalau 30 menit gimana? Lagian ngapain jenguk Om-om itu, sih?"

"Karena kamu yang secara ga langsung buat Prakoso dirawat. Kalau bukan karena kamu, dia ga mungkin masuk penjara sampai digebukin. Lima belas menit. Jangan tawar lagi, kalau nawar nanti Ayah kurangin uang jajannya," putus Haidar langsung menutup pintu kamarnya.

"Salahin aja terus, siapa suruh Om Prakoso nyakitin Ayah. Huh! Untung Ayah sendiri," gumam Risqi langsung ke kamar Irma memberi tahu perintah dari Haidar.

Lima belas menit berlalu, namun belum ada tanda-tanda Risqi dan Irma keluar kamarnya. Haidar mengetuk-ngetuk pintu kamar Risqi. "Risqi, udah 15 menit, nih!" Haidar sedikit berteriak.

"Iya tunggu, Yah. Bentar lagi," jawab Risqi dari dalam kamar.

Haidar mendengus, "Gue ke kamar Irma dulu deh."

Haidar berjalan ke ujung kanan dekat tangga, tempat kamar Irma berada. "Irma, udah siap belum?"

Terlihat pintu kamar Irma terbuka, menampilkan Irma yang memakai kaos biru lengan panjang dengan celana panjang sedikit kebesaran. "Udah, Yah. Ka Risqi mana?"

"Masih di kamarnya, samperin sana. Ayah mau siapin mobil dulu, nanti langsung ke mobil aja," jawab Haidar yang diangguki Irma. Irma melangkahkan kakinya menuju kamar Risqi, sedangkan Haidar beralih menuju mobilnya.

Haidar duduk terdiam di tempat pengemudi. Ia menyalakan mobil dan mengendarainya hingga depan rumah, agar nanti Risqi tidak bolak-balik untuk mengunci pagar.

Setelah di depan rumah, ia kembali mematikan mesin mobil. Haidar memegang stirnya. Haidar teringat Rizka dan perkataan Meizy.

Jangan sentuh sesuatu yang milik gue.

"Apa mereka udah pacaran, ya?" gumam Haidar menebak.

"Siapa yang udah pacaran, Yah?" sahut Risqi yang baru membuka pintu mobil.

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang