9. Asisten Rumah Tangga Unik

34 11 3
                                    

"Nyonya ken–"

Areta menarik Najwa ke dalam rumahnya. Takut ia dilihat orang lain dengan penampilan yang lumayan berantakan.

Najwa yang ditarik menatap Areta penuh kebingungan. Rasa khawatir juga menyelimuti Najwa. Sampai di dalam, Najwa langsung bertanya, "Nyonya kenapa?"

"Itu tuh, Prakoso. Dia cemburuan banget sama teman lamanya juga, padahal cuma baru telepon tapi ponsel saya udah diambil gitu aja. Posesif banget 'kan," gerutu Areta menggebu-gebu.

Najwa mengusap-usap bahu Areta, memberi ketenangan sekaligus kenyamanan. "Itu tandanya tuan Prakoso sayang dan ga mau kehilangan Nyonya. Eh, tapi seharusnya ga lancang gitu sih."

"Ih, kamu mah. Ngedukung saya atau Prakoso, sih?" Areta berkacak pinggang, menatap Najwa lesu. Ada setitik harapan di mata Areta, Areta hanya berharap dimengerti.

Kalau dukung Nyonya, tuan Prakoso juga benar. Kalau dukung tuan, Nyonya juga benar. Ih, bingung! batin Najwa.

"Kamu bilang Prakoso benar? Benar dari mana? Sayang sama saya ga harus segitunya." Entah kesambet apa, Areta seperti dapat membaca pikiran Najwa.

Najwa melirik Areta keheranan, apakah Areta titisan cenayang? Ah, tidak mungkin! Nyonyanya itu bukan titisan cenayang, tetapi mengapa bisa seperti membaca pikiran Najwa? Najwa menjadi serba salah sekarang. Ia memikirkan keputusan paling tepat. "Nyonya mending jangan pikirin tuan Prakoso dulu. Rumah belum disapu 'kan, nyonya? Nyonya lihat nih, saya punya gaya menyapu baru."

Areta mengangguk, pergi sebentar mengambil tisu untuk mengelap keringatnya. Baru kali ini Areta ribut dengan Prakoso sampai segitunya. "Mana?"

Najwa bergegas mengambil sapu. Membuka ponsel dan menyetel lagu dj kesukaannya. Lagu pun mulai berputar.

Tarik sis, semongko.

Najwa menyapu sembari kayang. Areta keheranan, bisa-bisanya dia dapat asisten rumah tangga unik seperti ini. Najwa mengganti-ganti gerakan, menyapu sembari kayang, menyapu sembari split, dan guling-guling. Areta semakin lama semakin tertawa terpingkal-pingkal melihatnya. Najwa tersenyum, setidaknya ia bisa mengembalikan tawa Areta.

Lagu habis, Areta meminta Najwa berhenti. Perutnya bisa sakit karena terlalu banyak terbahak. "Makasih ya, Wa. Kamu bikin saya bisa ketawa lagi. Ngapain mikirin Prakoso, mending happy-happy."

"Btw, Wa. Kamu udah balik dari kampung?" sambung Areta lagi. Karena terakhir kali Najwa izin pulang kampung untuk menemui keluarganya.

Najwa mengangguk. "Udah atuh, Nya. Kalau belum mana mungkin saya di sini."

Areta terkekeh, benar juga ucapan Najwa. Sedang asik-asiknya Areta dan Najwa berbincang, ketukan pintu terdengar. "Biar saya aja yang buka, Nya."

Najwa berjalan ke arah pintu. Membuka pintu, ternyata Prakoso. Prakoso sedikit terkejut karena yang membuka pintu bukan istrinya, melainkan Najwa. "Wa, udah pulang? Areta ada di dalam?"

Areta yang mendengar suara Prakoso langsung berlari ke kamar dan menguncinya. Prakoso yang mendengar derap langkah Areta pun menyusulnya. "Sayang, tunggu."

Terlambat, Areta sudah mengunci kamar duluan. Prakoso berlari menuju Najwa, meminta kunci cadangan. "Wa, minta kunci kamar cadangan."

Najwa sedikit heran, tetapi ia tetap memberikannya. Prakoso kembali berlari menuju kamarnya dan membuka kuncinya. Areta tampak kaget melihat kedatangan Prakoso. "Sayang, maafin aku."

Areta membuang muka. Prakoso memegang wajah Areta, membuat Areta mau tak mau menatapnya. Prakoso berbisik, "Maafin aku, sayang. Aku cuma gak mau kehilangan kamu. Lihat deh di bawah ada sesuatu buat kamu."

Areta dengan setengah niat pun berjalan ke bawah. Areta terkesima dan benar-benar tidak menyangka. Ada poster berisikan foto pernikahannya dengan tulisan 'i love you forever' . Prakoso memeluk Areta dari belakang, Areta melepas pelukan Prakoso. Namun, Areta tersenyum haru. "Makasih."

*****

Haidar di depan pintu, tak sabar memberi anaknya permen Milkitu. Haidar sengaja memberi oleh-oleh untuk anak-anaknya, sudah lama Haidar tidak memberi seperti itu.

Haidar membuka pintu dan langsung mencari anak-anaknya. Ternyata mereka semua ada di meja makan. "Nih, Ayah bawain sesuatu untuk kalian."

Irma menerimanya antusias. "Apa ini, Yah?"

Haidar mengusap-usap pucuk kepala Irma penuh sayang. "Buka aja."

Irma segera membukanya bersama Risqi. Istri Haidar yang baru selesai memasak pun menyusul Irma dan Risqi melihat apa yang dibawakan Haidar. Istri Haidar geleng-geleng kepala dan menghampiri Haidar. "Mentang-mentang cari duit, beliin anak sembarangan."

Haidar yang ingin naik ke kamar pun mengurungkan niatnya. Menoleh aneh pada istrinya. "Baru pulang dimarahin. Ngajak berantem?"

Irma dan Risqi yang melihat itu pun saling bertatapan. Risqi menatap sinis Irma. "Huh, kamu sih."

Irma mendelik. Irma yang tak terima disalahkan pun mencari cara, Irma membaca bungkus permen Milkitu.

Setelah membacanya, Irma segera menghampiri kedua orang tuanya. "Eh, eh. Jangan berantem dulu. Ayah cuma bawain permen susu asli Milkitu. Ini permen susu mahal, tiga loly Milkitu setara dengan 120 kalori. Bikin sehat, cerdas, dan ceria."

Istri Haidar mengangguk kaku dan pergi begitu saja ke kamarnya. Mungkin ini yang membuat Haidar tak betah di rumah, ia jarang akur dengan istrinya.

Haidar menyusul istrinya ke kamar, Haidar juga ingin istirahat. Saat di kamar, terlihat istrinya sedang memainkan ponselnya serius. Haidar pun memanggil, "…."

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang