"I–itu ak–"
"Terlalu lama, sayang." Prakoso menggendong Areta ke mobilnya.
Sampai di mobil, Prakoso berkata, "Tunggu sini dan jangan ke mana-mana."
Prakoso menghampiri mobil Haidar dan mengetuk kaca mobilnya. Haidar sedikit terkejut. "Kalian di sini dulu, ya."
"Gak mau. Aku pengen sama ayah," rengek Una menarik baju Haidar.
"Tunggu sebentar di sini aja, Na," sahut Irma. Akhirnya Una melepas baju Haidar, namun Una tampak cemberut.
Haidar pun keluar dari mobil. "Eh, Prak. Apa kabar?"
Prakoso mengamati Haidar dari atas sampai bawah. "Beda banget lo sama yang dulu."
"Beda apanya?" tanya Haidar mengamati dirinya sendiri.
"Tambah jelek," canda Prakoso.
"Canda Dar," sambung Prakoso lagi dengan tawa yang menggelenggar.
Haidar menatap Prakoso sinis. "Gue sabar kok."
"Jadi kenapa lo bisa bareng sama istri gue? Dan kenapa juga lo bisa mau pulang sama istri gue? Mau ngerebut lo?" sungut Prakoso tak suka.
"Wih, ada yang cemburu nih," sindir Haidar terkekeh.
"Kemarin malam gue ngechat istri lo, sengaja ngajak ketemuan tadinya mau sama lo juga. Hitung-hitung reuni. Tapi, kata Areta lo sibuk, jadi ya Areta doang yang ketemuan sama gue di kafe. Tadinya gue ajak istri lo pulang sama gue karena gue pikir lo sibuk banget, kasihan 'kan Areta kalau di sini lama," terang Haidar.
Prakoso mendelik. "Di kafe? Berduaan?"
Haidar mengangguk saja. "Dar, gue bawa pisau loh ke mana-mana. Jaga-jaga keluarga gue dari bahaya. Lo termasuk bahaya ga?" ucap Prakoso.
"Maap sih, Prak. Cuma di kafe doang, belum sampe pelaminan 'kan?" kelakar Haidar mundur satu langkah. Diam-diam Haidar sedikit takut juga, mainan Prakoso sekarang pisau.
Prakoso mencubit lengan Haidar. "Balasan buat ngajak istri gue ketemuan tanpa seizin gue. Untung lo teman, kalau bukan udah gue keluarin pisau."
Haidar mengangkat dua jari, peace. "Sana deh kalau lo mau bawa pulang anak sama istri lo."
"Tentu, lah," seru Prakoso langsung membuka pintu mobil Haidar. Namun, pintu tak dapat dibuka.
"Pinter. Masih gue kunci, dasar ga sabaran," celetuk Haidar membuka pintu mobilnya.
Tanpa basa-basi Prakoso langsung menarik pelan Siti dan Una. "Ayah," panggil Una menggenggam erat tangan Prakoso.
"Iya, Nak. Ayo pulang," ajak Prakoso menarik lagi sampai mobilnya.
Setelah Siti dan Una sudah di dalam mobil, Prakoso kembali menghampiri Haidar. "Inget Dar, istri gue cuma punya gue seorang," bisik Prakoso tepat di telinga Haidar.
"Ya, ya, ya. Tuan Prakoso yang posesif," ejek Haidar langsung menaiki mobil dan berlaju meninggalkan sekolah.
Prakoso pun balik ke mobilnya. "Prak, kamu ga apa-apain Haidar 'kan?" tanya Areta khawatir.
Prakoso tersenyum hangat. "Kamu khawatir sama dia bukan sama aku, hm?"
"E–eh gak gitu. Nanya aja, kasihan anak-anaknya kalau Haidar kenapa-kenapa," kilah Areta terdiam.
"Gak aku apa-apain kok sayang. Lain kali jangan gitu lagi, ya. Walaupun Haidar teman lama, kamu tetap punya aku," pesan Prakoso mengambil tangan Areta, mencium tangannya.
Pipi Areta memerah. "I–iya. Udah, ah. Malu dilihat anak-anak."
"Akhirnya Ibu sama Ayah nyadar juga, ya. Ada kita di sini, Na," lontar Siti tertawa kecil.
Una ikut tertawa kecil. "Biarin, Kak. Una suka ngeliat romantis gini, serasa nonton film."
Areta tertawa menahan malu. "Bisa aja anak ibu."
"Yuk, pulang," ajak Prakoso menyalakan mesin mobil.
Mereka pun pergi meninggalkan sekolah menuju rumah. Di tengah perjalanan, Prakoso membuka pembicaraan. "Tadi sama Haidar ngapain aja di kafe, sayang?"
"C–cuma makan sama ngobrol doang," jawab Areta gagap.
Prakoso menoleh sebentar. "Kok gugup gitu? Beneran ga macem-macem 'kan?"
"Macem-macem apa? Kamu mah suka gitu ga percayaan sama aku," decak Areta.
"Aku cuma ga mau kamu direbut siapa pun. Kamu punya aku," tutur Prakoso.
Una menepuk bahu Siti pelan. "Ka Siti. Imam yang mana? Jadi penasaran, dia beneran ganteng?"
"Daripada Imam mending Ardi. Udah ganteng, pinter pula," kata Siti melihat ke langit-langit. Membayangkan wajah Ardi.
"Hayo Siti suka, ya?" sahut Areta tiba-tiba.
Siti memalingkan wajah. "Ih, apaan sih, Bu."
"Pipi Ka Siti kayak kepiting rebus tuh," celetuk Una memandang Siti.
"I–ih kamu kali yang suka sama Imam, Na," kelit Siti.
Una mendelik. "Aku cuma nanya ka Imam yang mana, loh."
Areta terkekeh, "Jadi, Siti beneran suka sama Imam?"
"Kayaknya iya tuh, Bu. Buktinya tadi Ka Siti sengaja alihin ke ka Ardi biar ka Imam buat dia aja tuh," ledek Una.
"Imam bukannya anaknya Riska, ya?" sahut Prakoso.
Areta terkejut. "Loh? Emang iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Prata Story
Storie d'amore(END dan belum revisi) Definisi keluarga harmonis adalah keluarga mereka. Namun suatu ketika, banyak masalah melanda membuat mereka berubah dan ada sekat. Dimulai datangnya masa lalu, rahasia yang terbongkar, dan keposesifan membuat semuanya bertamb...