4. Tetangga Baru

37 11 0
                                    

"Iya, sih. Eh, kayaknya deh. Terakhir saling chat katanya dia udah punya anak. Namanya tuh I ... Imam iya kayaknya mah," cakap Prakoso menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Areta memutar bola mata. "Ah, kamu mah. Aku pikir beneran anak Riska. Eh, tunggu. Kapan kamu terakhir kali chat sama Riska? Kok gak kasihtau aku?"

"Cie. Cemburu, ya?" goda Prakoso mengerlingkan mata.

"Aku mau minta nomor Riska juga maksudnya, kangen tau sama dia. Kamu tau sendiri nomor mereka udah pada hilangan," jawab Areta yang diangguki Prakoso.

Duh, istri gue. Dipikir cemburu taunya malah kangen sama Riska doang, batin Prakoso greget.

Prakoso menunjuk letak ponselnya. "Ambil aja ponselku. Kamu cari sendiri kontaknya, ya, sayang."

Areta mengangguk. Tunggu, ada sesuatu yang mengganjal.

Tika : Jadi ketemuan gak, Prak?

Areta mengernyit, Tika? Siapa lagi itu?

Areta berdeham, "Tika siapa?"

Prakoso sontak menoleh. "O–oh itu, Tika anak KSN dulu juga."

Areta menatap Prakoso lebih dekat. Menatap matanya, mencari kebohongan di sana. Namun, Prakoso tampak terlihat jujur. "Kok gugup? Ini kamu ada janjian ketemuan sama dia?"

"Iya. Tadinya mau ajak kamu juga, sayang. Tapi aku chat kamu ga dibaca-baca."

Areta menyengir. "Maaf, mungkin pas itu lagi ngobrol sama Haidar."

Mendengar nama Haidar, Prakoso membelalak. "Kamu jangan terlalu dekat deh sama dia. Kamu tau sendiri 'kan dulu dia gimana?"

"Iya, Prak. Tapi 'kan-"

"Ayah, rumah kita udah lewat," potong Una yang sedang menghadap belakang.

Areta terkekeh, "Tuh jadi kelewatan."

Prakoso menghela napas. "Maaf, ga fokus."

"Gak apa-apa, Yah."

Sampai rumah, Prakoso menarik Areta pelan ke kamar. Saat sampai di kamar, Prakoso berpesan, "Jangan dekat-dekat siapapun, ya. Kamu itu milik aku, aku gak suka berbagi."

Areta berdiri, berjalan ke meja rias. "Iya."

Prakoso tiba-tiba memeluk Areta dari belakang. "Jangan iya aja, sayang. Aku takut kamu diambil, apalagi sama Haidar. Dulu aku dapetin kamu susah, loh."

Areta tertawa. Membayangkan empat belas tahun lalu di saat Prakoso dan Haidar saling berusaha mendapatkannya.

Empat belas tahun lalu,

"Enak aja! Areta pasti milih gue. Ya 'kan Ret?" tanya Prakoso.

Haidar tertawa. "Jangan sama dia ret. Jelas cocokan sama gue. Gue kalau udah sayang sama orang ga main-main, loh."

"Lo pikir gue sayang Areta main-main? Lo lupa gimana kedeketan gue sama Areta pas di grup KSN dulu? Bahkan anak KSN aja pada ngeship gue sama Areta," seru Prakoso tak mau kalah.

"Tapi Areta selalu nolak lo," ejek Haidar menjulurkan lidah.

Prakoso menyeringai. "Terus Areta nerima lo gitu? Jelas-jelas gue lebih pantes sama Areta."

Areta yang memandangi perdebatan kedua orang itu mulai jenuh. "Film yang ngebosenin," gumam Areta tanpa bisa didengar mereka.

Mereka terus saja adu mulut hingga tak sadar Areta sudah pergi sendirian. "Loh? Areta mana? Lo sih Haidar."

"Kok gue? Lo lah dari tadi gak mau ngaku kalah!" ketus Haidar tak terima.

Glarr!

Petir menyambar membuat Haidar tak sengaja memeluk Prakoso. "Dih apaan lo peluk-peluk."

"Ga sengaja. Gak usah geer, mendingan sama Areta kali," sungut Haidar meninggalkan Prakoso sendiri.

Areta tertawa seperti orang bengek. "Pa ... parah. Lucu ba ... banget."

Prakoso melepaskan pelukannya. "Aku gak mau ya dia berusaha ngerebut kamu lagi. Awas aja."

Areta mengedikkan bahu. "Aku keluar dulu, ya. Mau cek anak-anak."

Areta keluar menuju kamar Una dan Siti. "Lah kok hilang? Mereka ke mana, ya?"

Areta ke teras rumah, ternyata keduanya di sana. "Hayo mau ngapain di sini?"

Una menggerakkan satu jarinya, mengisyaratkan untuk diam. "Tadi aku sama Ka Siti ngeliat ada tetangga baru di seberang, cantik banget. Jadi aku sama Ka Siti lihatin deh, penasaran."

Areta menarik Una dan Siti ke rumah di seberang rumahnya.

Tok tok tok

Seorang gadis cantik seumuran mahasiswa membukakan pintu. "Ada apa, ya?"

Areta menjulurkan tangan. "Tetangga baru, ya? Salam kenal, saya Areta. Ini anak saya, Una dan Siti."

Gadis itu membalas juluran tangan Areta. "Iya, baru pindah dari luar negeri. Salam kenal saya Sofia."

"Kakak cantik banget," puji Una kagum.

Sofia tersenyum. "Makasih, ya. Siapa namanya?"

"Namaku Una, Kak."

Sofia mengangguk. "Hai Una. Mau masuk?"

Una manggut-manggut antusias. Setelah Sofia masuk, Una ikut masuk yang disusul Siti dan Areta.

Siti memperhatikan setiap sudut rumah Sofia. "Wah, Kak. Rumah Kakak aesthetic banget."

Sofia tertawa. "Biasa aja, kok."

"Kamu tinggal sama siapa, Sof?" tanya Areta.

"Sendiri kok. Keluarga di luar negeri semua. Saya di sini mau kuliah aja."

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang