32. Happy Birthday Riordan!

43 7 5
                                    

"Itu siapin tepat di atas, loh, ya. Awas jangan sampai salah," perintah Riska pada seseorang yang membawa balon.

"Itu juga lampunya disusun yang rapi, jangan sampai nanti keliatan duluan. Cahayanya jangan terlalu terang." Riska menunjuk seseorang lainnya yang menata deretan lampu kecil.

"Kuenya mana, ya? Kok belum datang," gumam Riska. Riska takut dirinya tidak bisa menyelesaikan semua tepat waktu.

Dari kejauhan, terlihat Areta sendirian berjalan menghampiri Riska. "Jeng, ada yang perlu saya bantu?"

Riska menoleh, mendapati Areta yang tersenyum manis. "Akhirnya Jeng Areta datang juga. Kok sendiri? Una, Rizka, sama Siti enggak diajak?"

Areta menggeleng. "Udah mau malam, mereka juga pasti capek habis acara kelulusan tadi."

Riska menganggukan kepalanya. "Tadi Imam gak mau dateng, sih. Katanya 'malas, ah. Lagian enggak diabsen ini, Bu'," gerutu Riska, "Oh iya, Jeng siapin camilan sama minuman aja di meja pojok."

Areta terkekeh, kemudian mengedarkan pandangannya menatap dekorasi yang baru 40% jadi itu dengan takjub. "Ternyata Jeng Riska bisa sweet juga, ya. Btw, camilannya di mana?"

Riska terkekeh kecil, ia menunjuk satu kardus di bawah meja pojok. "Itu. Nanti camilan sama minumannya disusun, ya. Kalau bisa yang rapi, Jeng. Saya mau siapin yang terbaik buat hari ini."

Areta mengacungkan kedua jempol lalu pergi menuju meja di sudut dekat pohon.

Riska mengeluarkan satu kantong plastik dari dalam tasnya, ia tersenyum geli melihat isinya. Isinya adalah foto polaroid Riska dan Riordan sejak masa SMA. Hanya beberapa polaroid yang menunjukkan mereka romantis, sisanya menampilkan gaya aneh serta Riska yang marah karena diusili Riordan.

"Emang ngeselinnya cuma hilang pas ngambek," gumam Riska kecil.

Riska kembali mengatur dekorasi. Ia menempelkan beberapa foto polaroid ke pohon-pohon yang berada di tepi-tepi. Lalu Riska merekatkan dua foto polaroid, satu foto polaroid saat ia menikah dengan Riordan, satu lagi foto mereka dengan Imam yang baru lahir digendong Riska ke tusuk gigi. Persiapan untuk ditaruh di kue ulang tahun Riordan nanti.

Dua jam berlalu, sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dekorasi pun sudah selesai.

Dengan diameter yang cukup luas yang diberi pembatas pagar kecil dan pintu hitam di depannya, serta deretan lampu kecil dan satu polaroid di setiap sisi pohon yang ada, ditambah beberapa meja tak terlalu besar yang berisikan makanan-makanan dan dilengkapi dengan empat bangku setiap mejanya.

Jangan lupakan lilin yang membentuk love di tengah-tengah, juga ada kelopak bunga mawar merah dan putih di dekat lilin-lilin itu. Di atas tengah love juga ada balon yang berisi kertas-kertas kecil romantis yang siap dipecahkan nanti.

Setelah merasa siap, Riska pun menelepon Riordan. Baru ia menelepon, Riordan langsung menerima telepon itu.

"Rio … to–tolong gue, gu–gue dikejar-kejar pen–penculik," ucap Riska pura-pura terbata-bata.

"Kok bisa? Kirim alamat hutan itu ke gue sekarang. Bandel, sih, lo segala ke hutan malam-malam." Dari nada bicara Riordan, dapat disimpulkan sebenarnya ia panik dan khawatir.

Riska memutuskan sambungan sepihak dan langsung mengirim alamat hutan itu ke Riordan. Riska menepuk tangannya beberapa kali. "Ayo, ayo, persiapan. Orangnya udah mau datang ke sini."

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang