"Ibu, Bapak, sama Anaknya mau pesan apa?"
Riska melotot, masa dia muda gini dibilang ibu-ibu. "Kok manggilnya Ibu sama Bapak, sih? Kita ini masih muda tau. Iya 'kan, Rio?"
Riordan mencubit hidung Riska pelan dan memilih mengabaikan perkataan Riska. "Saya mau pesan cappuccino satu, Mbak. Istri saya milk tea–"
Riska mendorong bahu Riordan kasar. Ia tidak terima, masa yang nanya Riska yang dijawab pelayan kafenya. "Iya, bagus. Kacangin aja aku, sana sama Mbak-mbak kafenya."
Iya, sekarang mereka memang lagi di kafe. Weekend ini Riordan mengajak keluarganya jalan-jalan, selagi ia bisa katanya.
Awalnya Riordan bilang terserah Riska mau jalan-jalan ke mana pun. Memanfaatkan keadaan, Riska meminta mereka ke bazar baju karena lumayan banyak diskon. Namun, Riordan malah memberhentikan mobilnya ke kafe dekat rumah.
"Siapa suruh kumat," celetuk Riordan.
Riska berkacak pinggang. "Kumat? Lo bilang gue kumat? Emang gue apaan, hah?! Ini semua gara-gara lo sih, Mbak," Riska menunjuk pelayan kafe, "jadi pelayan aja so kecakepan banget. Bisa-bisanya suami gue malah belain lo."
Pelayan itu tampak menahan kesal. Mungkin, jika ia tidak bekerja di kafe, akan ada pertempuran.
Riordan mengedipkan matanya jahil. "Tumben bilang aku suami kamu. Takut kehilangan, hm?"
Riska memutar bola mata malas. Gini nih, dianggap salah ga dianggap lebih salah. Masa Riska harus mengakui kalau dia cemburu, sih. 'Kan Riska gengsi, bukan Riska banget.
Riordan memeluk pinggang Riska dan menyenderkan kepalanya di bahu Riska. "Imam mau pesan apa?"
Oke, Riska semakin kesal. Ia memutuskan mengabaikan Riordan. Riska mengeluarkan ponselnya dan berselancar di media sosial. Mencari bahan gosip baru.
Imam yang sedari tadi fokus ke ponselnya pun mengalihkan pandangan sebentar ke Riordan. "Apa aja, Yah."
Riordan mengangguk, untung dia cukup tahu kesukaan anaknya. "Choco milk Oreo satu, cappucino satu, dan milk tea satu, ya, Mbak."
Pelayan kafe mencatat seraya tersenyum manis.
"Siap, saya permisi dulu." Pelayan itu melangkah menjauh.
"Sok kecakepan banget, sih. Dia sama gue juga cakepan gue, baik juga baikan gue, pintaran juga pintaran gue. Bibit-bibit pelakor emang sekarang pada aktif banget, ketauan banget ga lakunya," cibir Riska masih asyik memainkan ponselnya.
Riordan terkekeh, istrinya memang kalau julid tak perlu diragukan lagi. Riordan merogoh ponsel di sakunya dan mengetikkan sesuatu. Lalu Riordan kembali memasukkan ponselnya.
Notifikasi ponsel Riska berbunyi. Riska melihat ke bilah notifikasi, ada pesan dari Riordan.
Suami Ngeselin tapi Sayang: Gue gak bakal kecantol sama orang lain kali. Mau pelayan itu cantik juga, gak ada yang bisa gantiin lo. Lo tuh kayak orang minta dikuburin gitu, unik, makanya gue cinta.
Riska tersenyum tipis, menoleh ke Riordan yang masih setia bersandar di bahunya. "Orang-orang mah cewek yang bersandar di bahu cowok, bukan sebaliknya!"
"Biarin, kita 'kan beda."
Riska hanya menjawabnya dengan dengusan.
Beberapa menit kemudian, pesanan mereka pun datang. "Selamat menikmati."
Riska mengawasi pelayan itu melalui ekor matanya. Sesudah pelayan itu pergi, Riska menghela napas dan menikmati milk tea-nya.
Setelah milk tea Riska habis, terlintas sesuatu di pikirannya. "Eh, jenguk Prakoso lagi, yuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prata Story
Romance(END dan belum revisi) Definisi keluarga harmonis adalah keluarga mereka. Namun suatu ketika, banyak masalah melanda membuat mereka berubah dan ada sekat. Dimulai datangnya masa lalu, rahasia yang terbongkar, dan keposesifan membuat semuanya bertamb...