11. Masuk Rumah Sakit

31 9 0
                                    

"Hah? Sakit apa?!"

"Aku juga gak tau, Kakak ikut aku aja." Una menarik Siti langsung ke ruang guru untuk izin pulang duluan.

Setelah lima menit akhirnya mereka berhasil mendapat izin, Una dan Siti pun bergegas menuju rumah sakit menggunakan angkutan umum. Untungnya uang jajan mereka berdua masih utuh, jadi bisa untuk membayar angkutan umum. "Mang, ke Rumah Sakit Ipaks, ya. Buruan!"

Siti masih terlihat sangat panik melebihi Una. Bagaimana tidak panik? Una datang tiba-tiba membawa kabar yang menegangkan tanpa memberi tahu dengan lengkap. Siti mencoba bertanya lagi, "Ibu sakit apa, Na?"

Una menggeleng lalu menundukkan kepalanya. Una juga sama, panik. Hanya saja Una pintar mengendalikan rasa paniknya. "Aku gak tau, tadi ditelepon ayah katanya ibu masuk rumah sakit terus suruh kita ke sana nanti di chat rumah sakit sama ruangan mananya, habis itu sambungan teleponnya putus."

"Emang ayah ga telepon Ka Siti?" tanya Una balik. Aneh rasanya jika hanya Una yang ditelepon.

Siti mengedikkan bahu. "Entah. Ponselku habis baterai."

Una menghela napas. Hening, setelah itu hanya ada suara kendaraan yang berlalu lintas hingga sopir angkutan umum berucap, "Neng, sudah sampe di Rumah Sakit Ipaks."

Una dan Siti pun turun. Siti memberi selembar uang sepuluh ribuan dan berlari begitu saja masuk ke rumah sakit. Una menyusul Siti, namun Siti tiba-tiba berhenti. Una mengernyit. "Kenapa berhenti?"

"Lupa. Aku ga tau ibu di ruangan mana."

Una menepuk jidatnya, ia pun merogoh ponselnya dan membuka pesan dari Prakoso.

Ayah Prakoso : Rumah Sakit Ipaks, Ruangan Mawar nomor dua

Una menarik tangan Siti ke resepsionis. Siti mengikut saja, saat sampai Siti baru memikirkan. Kenapa tadi dia ga nanya ke resepsionis juga?

"Sus, Ruangan Mawar nomor dua di sebelah mana?"

"Dari sini ke kiri, perempatan ke kanan. Pas ada tangga, naik ke lantai dua. Lurus terus, pojok bagian kanan," jelas resepsionis tersebut.

"Eh, kamu siapanya korban kecelakaan tadi?" lanjut resepsionis itu yang baru sadar Una dan Siti menanyakan ruangan korban kecelakaan tadi pagi.

Tanpa mengucap apapun, Siti menarik tangan Una. Siti sangat terkejut mengetahui ibunya kecelakaan, Siti sudah menangis sekarang padahal ia pun tidak tahu kondisi Areta sekarang.

Tak jauh dengan Siti, Una juga terkejut saat tau ibunya kecelakaan. Derap langkah kaki mereka menggema di sekitarnya, tak peduli teguran orang-orang yang sempat tak sengaja ditabraknya. Pikiran mereka hanya satu sekarang, ibunya.

"Ibu!" pekik Siti dan Una bareng memasuki ruangan.

Siti menutup mulutnya tak percaya, sekarang ibunya memakai selang alat bantu pernapasan dan infus di tangan kirinya. Yang membuat mereka tambah kaget adalah tidak ada siapa-siapa selain mereka di sana.

Siti mendekat ke sisi kiri ranjang Areta dan Una mendekat ke sisi kanannya. "Ibu, kenapa bisa kayak gini? Siapa yang celakain ibu?"

"Ibu bangun, Bu. Una khawatir sama Ibu."

"Ibu bakal gak apa-apa 'kan, Kak?" resah Una tanpa sadar meneteskan air matanya.

"I–iya, ki–kita harus percaya. Ibu i–itu kuat," lirih Siti yang bahkan dia sendiri tak yakin dengan ucapannya. Setidaknya Siti bisa sedikit menenangkan Una.

Siti mengepalkan tangannya. "Siapa yang berani nyelakain Ibu?" gumamnya masih dapat didengar Una.

"Haidar," sahut seseorang lelaki dari balik pintu.

Siti dan Una menoleh ke arah pintu, tampak seorang dengan penampilan yang sedikit berantakan dan matanya sedikit bengkak. "Ayah? Ayah ke mana aja?"

Prakoso mengangkat kresek di tangannya. "Beli makanan. Tadi Ibu kalian sempat bangun terus tau Ayah belum makan, jadi dipaksa makan. Biar ga sakit katanya."

Siti mendekat pada Prakoso. Prakoso jauh dari kata baik sekarang. "Terus Yah kenapa bisa sampe kayak gini? Siapa pelakunya? Siapa yang tabrak Ibu?"

Una teringat kata pertama pas Prakoso datang ke sini.

Om Haidar, om Haidar pasti ada hubungannya dengan ini semua, batin Una.

"Ayah enggak tau siapa yang nabrak Ibumu, tapi …."

"Tapi om Haidar ada hubungannya sama ini semua?" tanya Una ikut mendekat pada Prakoso. Una tak mungkin salah dengar apa yang diucapkan Prakoso.

"Ceritain, Yah." Siti menarik-narik lengan Prakoso memaksa Prakoso menyeritakan semuanya. Siti sangat penasaran awal kejadian ini.

"Ini semua berawal dari Ibumu yang tak sengaja bertemu Haidar, lalu–"

Prata StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang