28 | Sedikit Terobati.

297 50 6
                                    

Bismillahirrohmanirrohiim
Selamat Membaca Cerita Adiba
.
.
.

Afkar melihat seorang pria berwajah tak kalah tampan darinya duduk di kursi tunggu.

Hah? Kenapa dia ada di sini? Ngapain?

"Kak, ngapain?" tanya Afkar. Sekarang dia sudah duduk di samping pria itu.

"Nunggu Adiba, hari ini udah bisa pulang," jawab pria itu santai, tersenyum ke arah Afkar.

Tampaknya kedua pria tampan itu cukup dekat dan sudah saling kenal.

"Baguslah."

"Kamu kenapa di sini?"

"Mau jenguk, Adiba, Kak." beritahunya, sorot matanya terlihat bahwa sekarang dia lega karena Adiba akan segera keliar dan itu artinya Adiba tidak sakit parah.

"Temen? Pacar? Atau asisten?" tanya pria itu penasaran dengan nada sedikit bercanda.

"Ya kali pacar, Kak. Mana ada Adiba mau pacaran, deket-deket lawan jenis aja sepertinya ia tidak mau," katanya dengan kekehan pelan.

"Asisten? Jika boleh, aku mau, Kak, wkwk."

"Kamu ini," Try ikut tertawa.

"Kalau aku diizinin langsung mau aku ajak ta'aruf lah kak." ucapnya dengan percaya diri.

"Wah, salut! Kamu berprinsip dan pasti tidak akan salah pilih."

Menurut orang banyak, menyukai seseorang yang cantik adalah hal yang sangat baik. Namun bagi Afkar, itu masih kurang baik jika tidak ada iman menghiasi wajah cantiknya. Bukan begitu?

"Ehem ... "

"Mami? Adiba udah boleh pulang," beritahu Try ketika melihat maminya.

Nawa datang dengan senyum merekah, terlihat baik tanpa merasa sedih lagi.

"Lalu Nenek di mana?"

"Lagi beres-beres, Mi."

"Administrasinya udah di urus?" tanya Nawa.

"Udah, Mi."

Nawa berjalan menuju ruangan Adiba dirawat, dengan senyum masih sama seperti dia menyapa Try dan Afkar tadi. Ingin membantu mengurus Adiba, niatnya.

"Nawa ...?"

"Nek, biar Nawa bantu," pintanya dan segera mendekati Adiba.

"Jika tidak merepotkan."

Wajah tua Nenek, terlihat masih sanggup dan wajahnya tampak bercahaya. Dengan rela, tanpa mengeluh ia mendampingi cucu kesayangannya itu.

Nawa terlihat lebih baik-baik saja saat ini.

Rasanya ketika memegang tangan dan pundak Adiba, ia seperti kembali pada masa ia menggendong anaknya saat terjatuh ketika bermain sepeda. Rasanya indah. Perlahan-lahan rindunya terobati seketika.

Nawa tidak berharap lebih jika bertemu Adiba akan sedikit mengobati rindu yang teramat dalam kepada putrinya.

Nyatanya hasilnya begitu baik, bahkan sangat baik. Rindunya lebih dari terobati, hatinya ikut terobati pula. Seolah-olah jawaban dari beberapa tahun yang dia cari ada di hadapannya.

Adiba | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang