8 | Yogyakarta

408 76 6
                                    

Bismillahirrohmanirrohiim

Selamat membaca cerita Adiba:)

Selamat hari Jum'at:)

8

Sekarang aku disini. Menikmati indahnya udara Kota Yogyakarta.

"Apa kabar dengan Abang, ya? Kenapa dia belum memberi kabar. Biasanya pasti sudah memberi ceramah gratis, menjahili tak habis-habisnya."

Waktu terus berjalan menuju akhirnya. Rasanya Bumi berputar sesuai tugasnya. Besok adalah hari Senin, hari yang ditunggu-tunggu olehnya. Yah. Memulai lembaran baru dengan suasana dan teman-teman baru. Rasanya cukup membuatnya senang, namun ada rindu yang terselip.

"Adiba, sudah siap besok?" Kini sang Nenek datang dan duduk disampingnya.

"InsyaAllah harus siap, Nek."

"Baguslah."

Dreettt... Dreettt...

Handphonennya berdering. Bunda.

"Assalamu'alaikum, Bunda. Bunda, apa kabar? Ayah dan Abang?" Adiba memulai percapakan dengan antusias.

Saking rindunya. Belum memberi jeda kepada sang Bunda menjawab. Pertanyaan yang cukup mengejutkan. Pasti.

"Wa'alaikumussalam. Baik, alhamdulillah. Adiba, gimana? Besok mulai sekolah kan?"

"Alhamdulillah, baik juga. Iya, Bunda."

"Semangat. Kejar mimpinya nggak boleh males-malesan, ya, walaupun Bunda tahu kamu anak yang rajin."

"Iya. Doakan Adiba selalu, ya."

"Pasti itu. Nenek mana?"

"Ini, ada disamping Adiba." Seraya memberikan benda pipih itu kepada Neneknya"

"Iya, Nak?" Kata sang Nenek setelah menerima handphonen dari Adiba

"Ibu, sehat-sehat, ya. Jangan kecapean. Jangan sungkan menyuruh Adiba. Dia penurut dan anak baik, Bu."

"Iya. Kalian juga disana sehat-sehat."

"Bu, jangan beritahu Adiba dulu soal Abangnya."

"Kamu tenang saja,"

"Terimkasih, Bu."

"Sudah dulu, ya, Bu."

Setelah itu sambungan terputus.

...

"Astaghfirullahu, astaghfirullahu, astaghfirullahu,"

Kalimat memohon ampun terus ia lafalkan dan mendalami maknanya. Untuk memulai hari yang indah alangkah baiknya ia mulai dengan memohon ampun dan bersyukur.

"Adiba, ayo, sarapan. Nenek yang akan mengantar kamu hari ini,"

"Iya, Nek. Adiba sebenarnya bisa berangkat sendiri, tapi gak apa-apa kalau Nenek mau mengantarkan aku."

"Alhamdulillah, ayo, Nek, berangkat."

25 menit berlalu, Adiba dan Nenek sudah selesai sarapan.

"Iya, kamu duluan kedepan, Pak Tejo sudah ada di depan."

Mendengar kalimat itu Adiba langsung menuju ke depan.

Pukul 06.45 Adiba sampai.

"Adiba masuk, ya, Nek," Ucapnya berpamitan dan mencium punggung tangan Nenek.

"Nanti pulangnya dijemput Pak Tejo lagi, ya."

"Iya."

Adiba melangkahkan kaki menuju gerbang yang adalah pintu masuk menuju sekolah barunya. Terpampang jelas nama sekolahnya, SMA PELITA ISLAM YOGYAKARTA. Sejenak ia berhenti, "Alhamdulillah, Bismillahirrohmanirrohiim", ucapnya dan melangkah lagi.

...

"Assalamu'alaikum, Anak-anak, selamat datang di sekolah ini dan di kelas X IPA 1. Tidak mudah bukan melewati masa MOS dan seleksi kalian. Kini saatnya kalian saling mengetahui nama teman-teman sekelas kalian. Sebelum itu, perkenalkan nama Ibu, Dewi Oktania. Bu Dewi mengajar Fisika sekaligus wali kelas kalian. Ada yang ingin ditanyakan?"

"Ibu umur berapa?"

"Alamat?"

"Udah punya suami, pacar, atau jomblo?"

Pertanyaan-pertanyaan pun mulai dilontarkan untuk lebih mengenal Bu Dewi. Sesekali Pak Sam tertawa mendengar pertanyaan mereka. Ada-ada saja.

Kelas ribut. Mereka terlihat sudah akrab.

"Oke. Waktu perkenalan sudah selesai. Sekarang Ibu akan memilih ketua kelas, wakil, dan lainnya."

Teman-teman yang lainnya mulai menunjuk teman cowok mereka yang pantas untuk menjadi ketua, wakil, dam sebagainya.

Cowok yang satu maju tanpa dasar paksaan dan tampak berpengalaman menjadi ketua kelas. Yang satunya lagi, seperti malu-malu namun tetap cool.

"Kamu kenapa malu-malu dan menunduk?" Tanya Bu Dewi karena sedari tadi dia menunduk.

"Tidak kenapa-kenapa. Saya hanya ingin mereka memilih bukan karena kegantengan saya ganteng, Bu," jawabnya.

Namanya Aby, Aby Adelard. Cowok ganteng, pemalu tapi pemberani, dingin, cuek, berasal dari keluarga broken home dan tinggal bersama Kakak dan Mamanya, tapi kaya raya.

Wah, keren sekali jawabannya. Sopan dan percaya diri. Ya, memang, dia yang paling ganteng di kelas itu. Mereka tak percaya dia mengatakan itu.

...

"Adiba, ke kantin bareng yuk." Ajak teman barunya, Puspita.

"Maaf, ya, aku gak bisa. Aku udah sarapan dan bawa bekal juga, tapi sekarang aku hendak ke mushola mau sholat dhuha. Nggak apa-apa kan?"

"Ya sudah, aku juga ikut, ya, dengan kamu ke musholanya."

"Loh, nggak jadi ke kantinnya?"

"Enggak, entar juga bisa. Sekalian, ya, aku mau pinjam mukena kamu"

"Alhamdulillah, iya, Pita."

Memang benar, jika kita berteman dengan orang baik, maka pasti perlahan kita juga akan menjadi baik. Begitupun sebaiknya. Jadi, pandai-pandailah dalam berteman.

...

"Ya Allah, Nak, kenapa kamu belum sadar juga. Cepat bangun, ya."

Bunda berada di rumah sakit menjenguk Fatul. Dia koma. Dan Adiba tidak mengetahui hal ini.

Rani berlalu sekejap untuk berwudhu dan menunaikan ibdah sholat dhuha serta mendoakan putranya.

"Ya Allah, yang Maha Pengampun, ampuni aku, keluargaku dan hamba-hamba-MU. Ya Allah, Yang memberi kesembuhan, sembuhkanlah dan sadarkanlah anakku. Aamiin."

Itulah doa Rani. Singkat dan penuh makna. Setelah itu ia membuka mushaf al-Qur'an. Memba sebuah ayat yang artinya, "Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu beriman." Surah Ali-Imran : 139

---------------------------------------------

Alhamdulillah...

Terimakasih sudah membaca cerita Adiba dan selalu vote sampai part ini.:)

Ayo, Vote dan komen sebanyak-banyaknya biar makin semangat...

Oh, iya, yang belum follow, follow aku, ya:)

Typonya mohon diberitahu...

See you next chapter.

Adiba | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang