22 | Khawatir.

292 47 8
                                    

Bismillahirrohmanirrohiim
Happy reading, guyss:)

🎆🎆

Mendengar ucapan yang keluar dari mulut sahabatnya, tanpa pikir panjang, Afkar lari keluar dari kelas. Ya, kemana lagi jika bukan ke UKS, mengecek keadaan Adiba.

Biasanya jarak antara kelas Afkar ke UKS, bisa sampai 5 menit atau bahkan lebih, namun pada saat ini Afkar hanya menempuh 2 menit saja.

Sekhawatir itu kah?

Ketika sampai di depan ruang UKS, Afkar memilih untuk berdiam diri di tempat itu, tidak beranjak masuk.

"Cukup dari sini saja aku mengawasimu." ujarnya.

"Kak Afkar?" ucap Puspita seakan-akan bertanya.

"Oh yee," Afkar tersenyum tipis, raut wajahnya biasa saja. Tidak salting seperti pria lainnya.

"Ngapain, Kak?"

"Temen ... "

Afkar tidak berbohong, murni jika ia mengatakan temannya yang ingin ia lihat.

Namun, entah mengapa hatinya menolak langkahnya untuk masuk menemui gadis yang ingin temui.

Rasanya, ini tidak pantas.

"Oh, temen, ya, Kak."

"He'eh." Afkar terkekeh pelan

"Aku masuk, ya, Kak."

"Silahkan, silahkan."

Puspita tersenyum tipis.

Yang difikiran Puspita sekarang. Apakah mungkin Kak Afkar ingin menjenguk Adiba.

Sudahlah, itu bukan yang penting untuk difikirkan sekarang.

Puspita menarik nafas pelan, membuka tirai yang menghalanginya.

"Ba ... " ucapnya lirih.

Tidak ada jawaban, Adiba saat ini belum sadarkan diri.

Akhirnya, Puspita putuskan untuk memberikan minyak kayu putih pada hidungnya agar indra penciumannya bisa menangkap aroma tersebut dan bisa menginstruksi Adiba agar segera sadar.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Adiba sadar.

"Aduh ... Ya Allah ... " gumam Adiba, tangannya memegangi kepalanya yang terasa sangat menusuk, sakit.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga."

"Puspita?"

"Iya, kamu butuh apa? Minum? Tenang, ,anti aku ambilkan."

"Air putih saja, ya."

"Ini." ucap Puspita sembari memberikan segelas air putih.

Adiba menerima segelar air putih tersebut dan beralih posisi menjadi duduk.

Memang sedari tadi Puspita sudah menyiapkan apa yang mungkin akan dibutuhkan Adiba.

"Makasih, ya." ucapnya.

"Maaf, aku nyusahin lagi." tambahnya, raut wajahnya terlihat sedih.

"Enggak kok, Ba. Udah kamu istirahat aja dulu, nggak usah mikir macem-macem."

Adiba mengangguk.

"Nanti aku balik lagi, sebentar aja kok."

"Iya, Pita."

Puspita membantu Adiba untuk kembali istirahat.

Setelah itu Puspita berdiri dan meninggalkan Adiba, seperti apa yang ia katakan tadi.

Adiba | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang