[18] |ketulusan|

808 119 53
                                    

Ketulusan
_____
|perhatian 1700 kata|
<○○●●●___■___●●●○○>

~AFTER ORION~

{coment sebanyak mungkin sapa tahu aku berubah pikiran terus up lagi
^○^
Besok maksudnya
Gak maksa kok seterah kalian, bebas banget}

okay selamat menikmati💜

JADWAL operasi dadurat, Saguna mendapatkannya di malam yang sudah cukup larut. Pikirannya amburadul bersamanya hati yang kocar-kacir saat mengetahui siapa yang harus ia tangani.

Hatinya tersentak. Ia terserang kepanikan sebelum proses operasi dimulai. Beruntung sang teman seperjuangan mampu menenangkan keresahannya atas kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Satu setengah jam berlalu, lampu di depan ruang operasi itu masih setia menyalakan warna merah.
Zuli sang ayah, sudah hampir kehilangan seluruh kekuatannya. Begitupun Egi, wanita itu harus ditopang oleh sang anak dalam duduknya.

Sedang Zidan, tampak mondar-mandir dengan raut cemas tak terkirakan.

Disudut pandang lain, Aini pun tampak sangat kacau. Ia menemani sang putra yang kini terbaring dengan beberapa luka jahitan kecil di keningnya. Salah satu kaki anaknya itupun mendapatkan gips, karena cidera yang cukup fatal.

Aini menangis tanpa suara di sisi brankart Zulfan. Masih jelas terbayang bagaimana darah pekat itu mengalir tanpa henti dari kepala Zulfian. Masih teringat jelas olehnya ketika Zulfan menggendong tubuh tak bertenaga Zulfian masuk ke dalam mobil ambulans dan setelahnya sang putra pun ikut roboh di tempat.

Aini ketakutan, ia takut terjadi sesuatu yang fatal pada Zulfian. Terlebih ketika mengingat anak Zuli itulah yang rela menjadi tameng untuk Zulfan.

"Bunda," igau Zulfan dalam tidurnya.

"Iya sayang." Aini mendekat lantas mengusap surai anaknya penuh kelembutan.

Tak lama Zulfan terbangun dari tidur pengaruh anestesinya.

"Bunda."
Zulfan meringis kala ia mengerutkan keningnya.

"Iya. Apanya yang sakit hmm?"

Zulfan memperhatikan sekitaran. Ini bukanlan tempat yang sama seperti terakhir kali ia ingat.

"Kita di mana?"

"Di rumah sakit. Kamu mau apa? biar Bunda ambilkan."

Ingatan Zulfan langsung tertuju pada si pluffly hair yang rela berkorban untuknya.

"Fian. Fian di mana?"

Untuk pertama kali seumur hidupnya, Zulfan mengkhawatirkan Zulfian. Dan tak pernah ia setakut ini menghadapi asumsi-asumsi buruk yang melintas di otakknya.

"Jangan banyak gerak sayang."

"Fian di mana Bunda?"

Aini tak kuasa menahan air untuk tidak menggenangi pelupuk matanya.

"Dia gak apa-apa kan Bun?"

AFTER ORION [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang