[31] |aku, sendiri, dan luka]

751 104 34
                                    

Aku, Sendiri, dan Luka
__
|perhatian 1450 kata|
<○○●●●__■__●●●○○>

~AFTER ORION~

REMUK. Baik fisik maupun hati semuanya sama saja untuk Zulfian. Perih, dan sakit.

Mengenaskan. Begitulah kata yang akan Zulfian lontarkan kala ada yang meminta pendeskripsian dirinya dalam satu kata, sekarang.

Kedua sudut bibirnya robek, salah satu telingannya berdarah. Banyak luka lebam di wajahnya. Ada nyeri yang menyerang ulu hatinya. Bak dililit dan dipelintir rasanya. Sebenarnya hal itu sudah Zulfian rasakan sejak pulang dari hotel laknat itu. Ditambah satu pukulan dari sang adik turut menambah sakitnya.

Zulfian tak ingin dikasihani, dia hanya butuh kepercayaan orang-orang disekelilingnya. Zulfian butuh mereka untuk mendukungnya, bukan malah menyudutkan dan mengabaikannya.

Zulfian menangis dalam heningnya langkah kaki yang terseok. Ia sendiri, tidak ada siapa-siapa lagi. Semuanya pergi. Dia sendiri, bersama luka dan gelap pandang yang mulai menghinggapi.

Suara dengingan mendadak menyiksanya. Rasa mual tiba-tiba menyerangnya, berbarengan dengan pandangannya yang terasa berputar. Gejala vertigo, itulah yang dapat Zulfian tangkap dari kejanggalan-kejanggalan yang ia rasakan.
Benarkah hanya vertigo?

Langkah Zulfian mulai terseret-seret. Ia melipir ke dinding tinggi sebuah bangunan yang berdekatan dengan trotoar jalanan.

Zulfian menenangkan dirinya sejenak dengan cara berdiam.

Sebuah mobil berhenti tak jauh dari lokasinya kini. Seorang berkulit pucat keluar dari mobil dan datang menghampiri Zulfian.
Pemuda itu menepuk bahu Zulfian.

Dengan agak kesulitan, Zulfian membalikkan badan. Ia mencoba melihat siapa yang menyentuhnya.

"Bang Arsha," panggilnya melirih.

"Lo kok bisa kayak gini?" si pucat bersuara.

Zulfian tersenyum miring. Tak sempat ia menjawab, kelamnya malam yang larut sudah lebih dulu menggelapkan pandangnya, merenggut paksa kesadaran yang berusaha dipertahankannya.

Zulfian ambruk dengan bersangga pada tubuh mungil Arsha.

"Heh Fian! Lo pingsan?" tanya Arsha.
"Lah beneran lagi. Hais merepotkan!"

Arsha yang awalnya ingin pulang. Kini harus mengurungkan niatnya itu. Ia bulatkan tekad untuk membawa Zulfian ke rumah sakit tempat Saguna bekerja. Hitung-hitung untuk menebus kesalahannya dulu.

_____

Saguna kembali menceloskan hatinya. Ia merasa gagal sekarang. Gagal menjaga seseorang yang sudah dianggapnya adik.

"Maaf ya. Abang gak ada di saat kamu butuh."
Saguna mengusap surai Zulfian pelan tak ingin membangunkan si empunya. Dari mata dokter muda itu, terlihat jelas adanya rasa khawatir dan takut kehilangan, pun penyesalan yang tak ada hentinya.

"Lo sayang banget sama dia." celetuk Arsha.

Pemuda itu duduk di sofa kamar Saguna.
Mereka kini tidak berada di rumah sakit, melainkan di kamar apartemen Saguna. Dokter muda itu sendiri yang menyuruh Arsha bertolak dari rumah sakit.

Rumor yang beredar di kalangan masyarakat bisa saja membuat keselamatan Zulfian terancam bila ia berada di tempat umum seperti Rumah Sakit Umum.

AFTER ORION [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang