Chapter 11.

580 87 5
                                    

***

Seusai menangis yang sama sekali tidak ada gunanya, Minara kembali ke kelas untuk mengambil tasnya karena sudah waktu pulang. Dia ingin balas dendam, Minara sudah terkena mental break dance karena Neera, jadi dia juga ingin balas lebih dari ini!

Seperti sekarang, Minara sedang di kantor mengobrak-abrik lemari isi kunci cadangan loker.

"Sedang ngapain kamu!?" tanya wali kelas Minara yang sedang curiga melihat anak muridnya yang sedang mengotak-atik kunci cadangan.

"Anu-itu, kunci loker saya hilang." jawab asal Minara yang disahuti gelengan wali kelasnya itu yang bernama, ibu Arni.

"Yasudah, jangan lupa kunci ruang ini, saya mau pulang." pamitnya seraya menutup pintu. Minara bersyukur seraya mengusap dadanya.

Selesai mendapatkan kunci cadangan loker milik Neera, Minara pun kembali berjalan menuju rooftop untuk melanjutkan tertidur. Dia lelah.

Masuk ke rooftop dia langsung merebahkan badannya dengan telentang, tak peduli cahaya matahari sore yang sangat silau. Menatap langit-langit dengan burung-burung terbang yang menghiasi.

Minara terbangun dari tidurnya karena ada suara teriakan, setelah dia mengerjap kan matanya. Nampak hanya ada tembok putih, dia rasa ... Tidur di atas matras. Ini bukan di rooftop batin Minara seraya melihat isi disekelilingnya. Minara tampak terkejut, melihat El yang sedang menatapnya khawatir.

"Gue kok bisa ada disini?!" tanya Minara seraya langsung berdiri.

"Eh, baring aja dulu, Min. Kan belum sehat total," ujar El dengan wajah tanpa dosanya.

"Gue cuman tidur di rooftop Rafael!" geram Minara seraya meninggalkan UKS.

"Maafin El kira tadi kamu pingsan."

Bodoh!

Minara pun menoleh kebelakang dan memelankan langkahnya yang membuat sejajar dengan El. "Mau gue maafin?" tanya Minara yang disahuti anggukan El. "Anterin!"

El pun mengantar Minara dengan sepeda kesayangannya, dibawah matahari yang sudah hendak tenggelam. Minara ingin menghentikan waktu saat itu, dia rindu akan El yang selalu ada disampingnya. Namun, dia tahu misi Neera, adalah merebut teman-teman Minara satu persatu-persatu lalu mengulang kejadian waktu SMP.

"Kok lu bisa ada di rooftop?" tanya Minara memecah keheningan.

"Biasa, belajar di perpus buat olimpiade," jawab El yang disahuti Minara dengan ber-oh ria.

Setelah sampai didepan rumah Minara, El pun menghentikan sepedanya. Minara pun memasuki rumahnya dengan menghela nafas pasrah. Selesai Minara memasuki rumahnya, El mendengar suara kaca terhempas dan teriakan.

"Min?" gumam El yang bingung, dia penasaran apa yang terjadi di rumah Minara. Namun, haruskah masuk kerumahnya?

Suara pecahan kaca dan teriakan makin kencang, dan terdengar juga jeritan Minara yang membuat El iba.

Namun, ponsel El berdering seketika yang membuatnya mengangkat. El lupa, malam nanti dia janji akan jalan-jalan bersama Neera. El yang tidak ingin terlambat pun melanjutkan sepedanya.

Selesai diantar El depan rumah, dengan sigap Minara memasuki rumahnya. Baru saja dia ingin menaiki tangga menuju kamarnya. Sebuah guci sudah terlempar membentur tembok. Minara sok, melihatnya ayahnya yang sedang emosi. Pria paruh baya itu sedang berkilat tajam menatap sinis terhadap Minara. Kaki Minara bergetar, ia bingung harus melakukan apa, melawan pun tak ada gunanya.

"Saya mendidik kamu dengan keras, tapi apa balasannya hah!" bentak Ayah Minara dengan menangis dan langsung memegangi dahinya yang sudah teramat pusing.

"Jangan pernah berurusan dengan ibumu, itu tandanya kamu iri dengan Neera!" sambung nya lagi seraya mengambil sebuah rotan dan langsung menyeret Minara kedalam toilet. "Dasar anak tidak berguna! Seharusnya kamu tidak ada di sini!" maki nya lagi seraya menampar Minara yang sudah lemas diguyur dengar air dingin malam.

"Ini balasannya jika kamu sering bully temanmu." Sang ayah langsung mengguyur Minara dengan air yang sangat banyak, membuatnya menjadi susah bernafas. Air sudah banyak masuk di mulutnya, mata nya sudah memerah. Hingga-

Minara ambruk seketika, tak kuat lagi untuk bernafas dengan lega. Ayahnya hanya memandang sinis, lalu pergi meninggalkan Minara yang sedang pingsan. Tak lupa menyepak kaki Minara yang sudah lebam membiru.

"Sakit...," lirih Minara yang sudah tak kuasa menahan sakit yang ada di fisiknya. Bahkan yang lebih sakit, batinnya sudah mati rasa. Minara tahu, dia bukan anak yang diinginkan. ia juga tahu bahwa, percuma menjadi baik jika selalu salah. menjadi jahat adalah pilihannya. Minara meraih gagang pintu untuk membantunya berdiri, rasanya ... Kaki nya sulit untuk diluruskan. Semakin Minara mencoba, semakin sakit yang ia dapat.

Namun, nyatanya usaha tidak menghianati hasil, Minara sudah bisa berdiri walaupun berjalan dengan susah payah. Hingga Minara berjalan keluar untuk mencari hiburan. Tetap diam dirumah? Sangat mustahil Minara tidak mencelakai dirinya sendiri.

Minara berjalan menulusuri jalan raya yang ada didepan kompleknya, malam hari yang seharusnya untuk beristirahat, malah bagi Minara malam hari adalah waktu yang bagus untuk mencari ketenangan. Baginya waktu tidur adalah di sekolah.

Angin malam membuat helaian rambut Minara mengikuti alur angin, serta bajunya yang basah kuyup makin menambah hawa dingin di tubuhnya, Luka dikakinya perlahan mengeluarkan darah. Hingga sampai didepan caffe. Minara melihat El dan Neera sedang makan bersama.

"Lu udah menang Neera," lirih Minara dengan sendirinya disusul dengan cairan merah keluar dari lubang hidungnya.

Minara [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang