Chapter 19.

568 75 2
                                    

"Arkan! Tungguin gue!" Minara langsung mengejar Arkan yang berlari menjauh dari arahnya.

Pergelangan Minara langsung ditarik Saddam.

"Lo yakin mau ngejar dia? Buat apa?"

"Ya buat lo juga lah, gimana nanti kalau dia nggak percaya lagi sama gue?"

Mendengar jawaban Minara, membuat Saddam langsung tersenyum. "Silahkan, semangat ngejarnya!"

Tanpa ingin berdebat dengan Saddam, Minara langsung melangkahkan kaki dengan cepat. Menuju kelas Arkan.

"Arkan nggak ada?"

Namun nihil, yang ia dapati hanyalah gelengan. Minara meraup wajah kasar, penampilannya pun sungguh mengerikan.

Di ujung lorong, nampak ada Arkan yang menatapnya. Hanya diam, tidak ingin bergerak sedikitpun.

"Woi Arkan sini!" teriak Minara yang sama sekali tidak diharaukan Arkan.

"Anj! Oke fine gue bakal datengin lo."

Dengan terpaksa Minara berjalan gontai menuju ke arah Arkan. Di sana Arkan berdiri, menyandarkan badannya ditembok dengan memasukkan kedua tangan di dalam saku celananya.

"Lo masih berhubungan dengan Saddam?" tanya Arkan.

"Ada satu hal yang ingin gue kasih tau ke elo, tapi ini tempat yang nggak aman."

"Why?"

"Ayo ikut gue!"

Mereka berdua berjalan cepat, sampai melewati kelas IPA 2 yang sedang tercengang melihat Minara.

"Lo mau bawa gue kemana sih?"

"Roof top, satu-satunya tempat yang nggak ada cctv."

"Aelah, sok penting banget sih."

Sesampainya di roof top, Minara langsung melipat tangannya di depan dada, menatap ke bawah jalan raya. Arkan pun juga hanya menuruti.

"Terima gue jadi anggota geng Altair!"

Arkan terkekeh. "Disuruh Saddam lo?"

"Yap benar, tapi gue janji bakal lebih memihak lo. Gue capek harus menuhin syarat yang dia beri."

"Oke, gue juga bakal beri Lo syarat."

"Apaan?"

"Buat gue jadi disegani SMA Aksara."

Minara sekarang tidak punya pilihan apapun, dengan cepat ia mengangguk. Arkan langsung menjabat tangannya.

Minara memilih langsung pergi dari roof top, menuju ke kelasnya. Dengan pakaian lusuh, ia hanya bisa bernafas lega. Setidaknya untuk saat ini, ia berharap baik-baik saja.

"Ah gue kira Lo nggak bakal balik lagi," cibir Neera. "Nggak mandi udah berapa hari, lo?"

"Lo apaan sih!" Tangan Minara sudah sedia untuk menjambak rambut Neera.

"Eh Lo yang apa! Gue baru dikasih tau sama Arkan kalau lo jadi bawahan dia!"

"Eh serius?" tanya Eva.

"Kok Lo dikasih tau Arkan?"

Pertanyaan Minara langsung dijawab El dengan lesu. "Neera pacaran dengan Arkan."

Perhatian Minara langsung melihat ke arah El yang kini sedang menunduk lesu. Dari wajahnya ia tau bahwa El sedang patah hati.

Tapi ada yang lebih mengkhawatirkan, jika Arkan dan Neera bersatu? Lantas dirinya bagaimana?

Minara memilih duduk di bangkunya dengan segala banyak pertanyaan berputar di otaknya.

Saddam terdiam, menyerahkan selembar kertas ke meja Minara.

'Mau gue tolongin lagi?'

Minara menatap ke arah Saddam, kemudian mengalihkan pandangan. Ia tidak ingin mengikuti pertolongan ke Saddam karena balasannya sangat tinggi. Ia sama sekali tidak mampu.

Sebuah bola kertas mendarat di kepala Minara, membuat yang melempar langsung tertawa puas.

"Ah, sorry Min! Nggak sengaja!"

"Arkan!"

"Yok Neera, kita ke kantin."

(Vote+comen jangan lupa)

Minara [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang