Chapter 15.

553 80 0
                                    

Minara masih berlari tidak tentu arah, sesekali menoleh masih memperlihatkan Ketua geng yang kini banyak dengan anggotanya mengejar.

Sampai Minara tidak sadar, ia menabrak seseorang perempuan yang umurnya terpaut satu-dua tahun.

"Ma-maaf." Minara membantu perempuan itu dengan cepat. Dan langsung membawanya untuk bersembunyi di balik tembok di sebuah gubuk.

"Kak?" panggil perempuan itu yang membuat Minara langsung mengarahkan jari telunjuk kearah geng Ramirez yang sedang mengincarnya.

Ada beberapa anak buah geng Ramirez yang berpencar, akan tetapi syukurlah tidak ada satupun yang ke arah gubuk tua.

"Kak Minara lagi ngapain?" panggilnya lagi setelah geng Ramirez sudah pergi. "Bersembunyi dari orang-orang itu?"

"Kok lu tau nama gue?" Minara langsung mengusap pakaiannya yang terkena debu. Tanpa tak sengaja, Minara melihat lawan bicaranya sedang membawa ponsel yang sepertinya sedang rusak karena banyak retakan kaca terlihat.

"Aku ... Adek kelas, kakak gak ingat aku sama sekali?" tanya nya sembari tersenyum ramah, Minara tampak tak mengenali adik kelasnya ini dengan rambut yang dikepang dua persis seperti Minara yang dulu. "Ponsel aku kakak injak," gumam nya dengan sedikit menahan tangis dan berupaya untuk tersenyum. "Kakak tau? Ini ponsel aku satu-satunya, aku bukan kakak yang bisa hidup bergelimang harta. Bahkan apakah kakak tau? aku baru saja mendatangi toko servis ponsel. Namun tak ada satupun yang bisa memperbaikinya!"

Mendengar penuturan gadis itu, membuat Minara terdiam. Penyesalan yang tidak ada gunanya.

"Ini, untuk kamu." Minara langsung menyerahkan ponsel yang ada dikantong jaketnya. Dia tidak peduli dengan isi ponsel tersebut. "Nama kamu siapa?" Minara tampak tak percaya jika dirinya kembali berucap aku-kamu.

"Diandra Anastasya, panggil aku Tasya aja kak."

"Oke Tasya, aku mau minta maaf, minta maaf karena udah nabrak kamu dan ya udah injak ponsel."

Tasya menyipitkan matanya. "Aku tidak percaya kakak minta maaf, dari yang ku dengar teman-teman ku, katanya kakak adalah orang yang sangat kejam."

Minara terkekeh. "Ya, aku adalah apa yang kalian pikirkan. Aku bisa kejam ke teman-teman mu, dan aku bisa baik ke kamu. Tergantung."

"Bagiku kakak baik."

"Kamu tau? Semua orang membenciku."

Tidak ada salahnya kan Minara untuk curhat ke orang baru ini? Dia sungguh, benar-benar lelah dan membutuhkan seseorang untuk mendengarkan keluh kesahnya.

"Seharusnya kakak bersyukur bahwa kakak bisa membedakan mana teman yang tulus sama yang fake," jawab Tasya yang disahuti anggukan Minara.

Sekarang hanya ada keheningan, melihat di sekitar-sekitar banyak anak-anak yang masih kecil sedang memulung sampah.

"Mau mampir?" sesampainya di rumah Tasya yang menurut Minara lebih baik dari rumah yang ia temui sepanjang jalan di kampung ini.

Minara menggeleng, memilih untuk pulang. Tasya melambai-lambai tangannya.

Sungguh saat ini Minara tidak tahu arah jalan pulang, bahkan ponselnya sudah ia kasih ke Tasya. Hari sudah mulai gelap, Minara masih duduk didepan halte seraya memandang langit yang ditaburi bintang-bintang. Sangat indah untuk disaksikan, Minara hanya ingin sendirian untuk menenangkan pikiran, hidupnya terlalu rumit untuk dijelaskan. Hingga tanpa sadar, hujan mengguyur ibukota dengan deras yang menganggetkan Minara yang sedang masih bergelud dengan pikirannya.

"Yah ... Hujan," gumam Minara seraya langsung berlari kearah jalanan untuk mandi hujan.

Sangat aneh memang, mandi hujan ditengah kegelapan yang membuat siapapun merinding. Namun, ia berbeda, ia Minara yang memiliki segala keunikan tentang hidupnya. Minara pun berjalan pulang menuju kerumahnya sedang mengira-ngira.

moga aja bener, batin Minara yang mengharapkan keuntungan jatuh pada dirinya. Hingga dia melintas sekolah nya yang pertanda jalanan yang ia lalui memang benar.

(Vote+comen jangan lupa)

Minara [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang