Minara lebih memilih untuk ke pemakaman El ketika orang-orang sudah pulang, Ia sama sekali tidak ingin melihat kala El di masukkan ke dalam liang lahat.
Sore itu, di antara daun berguguran karena desiran angin, Minara menangis sejadi-jadinya dengan tangan yang bergetar menaburi bunga.
Betapa menyedihkannya, hari itulah saksi bisu hancur dirinya seorang Minara. Betapa hukuman kejam, memang pantas untuk di dapatkan.
Dosa masa lalu yang harus ditembus dengan sekuat tenaga menjalani ini semua.
"Gue cinta sama lo, El. Nggak peduli lo hidup atau nggak. Selamanya."
Minara memilih melenggangkan kakinya pergi dari pemakaman El, kakinya terus berjalan menelusuri.
Melewati sekolahannya yang ditutup, murid-murid dipindahkan gratis ke sekolahan lain termasuk dirinya.
Sesampainya di depan sebuah rumah sakit jiwa untuk menjenguk Saddam. Iya, Saddam tidak dimasukkan ke penjara karena memiliki penyakit kejiwaan.
Minara menatap Saddam dari balik kaca ruangannya, di sana terlihat Saddam sedang melamun dengan tatapan kosong.
"Saddam."
Seorang perawat menghampirinya. "Dia terlalu muda untuk merasakan ini semua." Minara mengangguk. "Saat malam, Saddam terus berteriak."
"Mengapa?"
"Ia ingin melihat bintang, katanya ingin menghancurkannya."
Minara terdiam, paham akan maksud Saddam. Saddam ingin menghancurkan geng Altair yang selalu berlambang bintang.
"Di dunia ini, gue yang paling terkenal!" Saddam berteriak.
"Maju lo sini! Biar gue teror!"
"Maaf, kita harus berpisah tikus, cicak-"
Minara langsung berlari, tidak kuat mendengarkan ucapan Saddam. Semuanya nampak menyedihkan, anggota geng Altair yang kini memilih bubar karena tidak ingin sama seperti Arkan. Dan geng Ramirez yang membusuk di penjara.
Haruskah Minara ikut berlarut-larut dalam kesedihan? Namun, ia lebih memilih untuk membuka lembaran baru. Lembaran baru, untuk tinggal bersama Bundanya.
Sekarang Minara sedang berdiri di depan pintu rumah Kana yang begitu besar. Pintu itu kini terbuka, menampilkan Kana dan Neera yang menyambutnya dengan wajah antusias.
"Semoga betah, sayang!" Kana memeluknya.
"Wahh, ada anggota baru di keluarga kita rupanya." Laki-laki parubaya yang sepertinya Ayah Neera baru saja turun dari mobil. "Ayo kita pesta!"
"Ayo Min!" Neera langsung menarik Minara, membawanya ke belakang rumah.
Bunda Minara dan Ayah Neera langsung mengambil alih pemanggang an, mereka berdua sepertinya membakar jagung.
"Lagi lihatin bintang, Min?" Neera bertanya, ia memberikan Minara secangkir es.
Sekarang memang sudah malam, di atas langit sana sedang bukan sabit serta bintang berhamburan banyak.
"Gue beruntung bertemu Mama Kana."
Minara menatap Neera. "Bukannya lo udah punya Mama?"
Neera menggeleng. "Lo tau? Pada saat perpisahan SMP, pada saat itu Mama gue terbaring lemah di rumah sakit. Gue terus memaksa mama biar ikut. Dan pada akhirnya, saat pulang, keadaan mama memburuk dan ya ... Meninggal."
Minara memeluk Neera yang kini menangis. Neera bercerita, sedari ia kecil Mama nya terus menerus kesakitan, bolak-balik ke rumah sakit. Papa nya juga sibuk kerja, karena itu Neera menyadari ia bukan anak baik-baik yang didik. Sampai kematian Mamanya, Papa nya baru menyadari, hingga dua tahun kemudian Papanya membawa Kana.
"Kita sama, Neer."
Neera melepaskan pelukan Minara, ia menghapus air matanya.
"Kita janji, jangan pernah menggunakan balas dendam lagi."
Minara menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Neera yang sekarang sedang tersenyum.
"Ya, karena balas dendam nggak akan pernah berujung."
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Minara [END✓]
Teen Fiction[Tahap Revisi] Minara Faleesha--Seorang gadis yang memiliki hati kejam tak terbanding. Semua orang sering menyebutnya 'Kang bully' itulah kelakuan Minara di SMA Aksara. Namun nyatanya ... Dia adalah seorang yang memiliki sejuta rahasia, sejuta keboh...