Habis update part 17 langsung deh part 18. Alhamdulillaaaah partnerkuh itu selalu semangat nulisnya apalagi cerita tentang Dey.
Penasaran???
Yuk! Simak deh kelanjutan cerita Dey yang sudah pindah indekos🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Part 18. Yeol Yeodeolp
By puspakirana55“Selamat bergabung, Dey!”
Aku tersenyum ketika Helen dan Siska hampir berbarengan mengatakan itu saat diperkenalkan lagi pada rapat pertama dengan tim baruku. Walaupun bukan pertama kali bertemu mereka, tetapi prosedur seperti ini tetap perlu dilakukan sebagai tanda resminya aku menjadi tim pemasaran Pak Ardi.
“Kita bakalan sering “hang out” bareng, Dey!” Helen menambahkan.
“Iya, hang out ke cabang.” Siska tertawa kecil.
Aku ikut tertawa. Walaupun saat ini merasa agak canggung berdekatan dengan Pak Ardi, tetapi aku harus belajar mengabaikan rasa itu. Mulai hari ini aku akan sering berdekatan dengannya, paling tidak dalam jarak kurang dari sepuluh meter karena ruangan kami bersebelahan.
Aku berharap hal ini tidak menciptakan batu-batu baru yang mengganduli bahuku setelah terbebas dari Bu Listya dan orang-orang rumah. Minggu lalu memang minggu yang berat.
Di kantor, aku perlu berjuang menahan emosi pada minggu terakhir bersama Bu Listya. Setiap pekerjaan yang kulakukan selalu ada salahnya. Walaupun seringkali kesalahan kecil bahkan terasa dicari-cari, marahnya tidak berbeda dengan kesalahan besar yang pernah kuperbuat. Suaranya sangat ketus dan wajahnya kaku setiap berkomunikasi denganku. Sangat berbeda saat menyapa atau berbincang dengan kedua teman seruangan. Bahkan aku merasa ada kebiasaan baru, ia jadi sering menyindirku.
Selain itu, minggu pertama tinggal di indekos ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Beberapa kebiasaan kecil yang tak kusadari keberadaannya saat di rumah, tiba-tiba menyeruak di pikiran. Ketukan Mama yang membangunkanku untuk salat Subuh, rebutan kamar mandi dengan Kak Fey saat mandi pagi, nasi goreng Mama yang selalu siap begitu aku turun ke ruang tengah untuk sarapan, sapaan Papa setiap pagi di meja makan, kehangatan pelukan Mama dan Papa ketika pamit ke kantor, usapan tangan Papa di kepala saat sampai di rumah, cokelat atau cappuccino panas dan gorengan Mama yang menemani mengerjakan berbagai tugas di malam hari, suara tawa dan senandung Kak Fey saat kami bercanda atau mendengarkan musik K-Pop bersama di malam hari jika di antara kami sulit tidur, bahkan perjalanan yang melelahkan dengan commuter line menuju AD.
AD … setiap terpikirkan nama itu selalu mengundang panas kembali menghuni dada. Lihat saja nanti, seperti apa setelah aku tak ada di sana! Kerinduan akan kebiasaan-kebiasaaan kecil itu pun terbakar dan menjadi abu.
“Dey, saya sudah kirim jobdes lengkap kamu dua hari lalu, kamu sudah pelajari, kan? Karena akan segera menyusul daftar tugas untuk hari ini sampai seminggu ke depan.”
Suara Pak Ardi menguapkan kenangan itu.
“Sudah, Pak.” Aku agak tergagap.
“Kalau ada yang belum mengerti, langsung tanya saya setelah meeting ini.” Atasan baruku itu menatapku dengan senyum yang tak pernah lepas sejak kami masuk ruangannya.
“Baik, Pak.” Namun, aku tidak berniat sama sekali menurutinya. Kalau ada yang kurang dimengerti lebih baik menanyakan kepada Gita saja. Sebagai mantan tim pemasaran di sini, ia pasti sangat mengerti berbagai hal yang berhubungan dengan tugas untuk posisi itu. Daripada menambah jumlah waktuku merasa canggung. Helen atau Siska pasti mau memberitahuku nomor kontaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Areumdaun Duo
General Fiction"Enggak Dey! Cara itu bukan untuk kita. Udahlah, enggak usah punya pikiran yang aneh-aneh kayak gitu! Kita kan sudah sampai di titik ini. Jangan sampai mundur lagi, Dey!" "Siapa yang mau mundur? Justru Dey mau bikin kita maju, Kak!" * * * Fey dan D...