Part 41. Maheun Hana

21 2 0
                                    

Part 41. Maheun Hana
By: Adelia Yulianti

Siang 🌺🌺🌺

Maafkan Fey baru bisa berkunjung lagi.

Langsung aja, yuk! Baca lanjutan ceritanya 😍.

👭🌺👭🌺👭

Aku tertegun melihat lelaki bertubuh atletis sudah berada di pintu depan ketika baru saja membukanya. Walauoun dengan gaya busana berbeda, tetapi dari postur tubuh aku mengenalinya. Genta, lelaki yang sudah berhasil meyakinkan Papa dan Mama bahwa ia mencintaiku.

"Genta!" panggilku yang masih memegang gagang pintu.
Lelaki pemilik senyum Cho Si Won itu membalik badan. Lalu membuka kaca mata hitamnya. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat ia menggunakan serba hitam. Kacamata, jaket kulit, sepatu mirip seperti sepatu koboi? Astaga! Apa-apaan ini. Genta terlihat lebih tampan dengan busananya itu.

"Hai, Fey! Kamu sudah siap?"

Aku menelan ludah saat ia mengagetkan lamunanku.

"Em, sudah siap? Siap ke mana?" Keningku mengkerut.

"Pelaminan." Lelaki itu tertawa kecil seraya membetulkan jam tangannya yang miring.

Kuembuskan napas kencang mendengar leluconnya. Namun sesungguhnya kata-kata barusan membuat jantung ini berdebar kencang.

"Ke cabang AD. Renov sudah hampir selesai, lho. Kita harus cek finishing hari ini."

Aku menepuk jidat. Hampir lupa kalau kami perlu ke cabang Jakarta. Kami perlu memantau agar renovasi segera selesai karena dua minggu lagi soft launching cabang AD akan digelar. Padahal beberapa hari lalu, Genta menelepon mengajakku ke sana hari ini. Aku malah berencana ke supermarket membeli perlengkapan bulanan AD.

"Saya sampai lupa. Untung kamu ingetin. Baru aja mau pergi ke supermarket," kataku sambil menutup pintu.

Aku berjalan menuju halaman depan diikuti Genta.

"Ya udah. Gini deh sekarang ke AD, terus lanjut ke cabang Jakarta. Pulangnya baru ke supermarket. Gimana? Beres, kan?"

Aku tak bisa menolak karena itu  pilihan terbaik. Namun, aku tidak langsung menjawab karena berusaha menenangkan jantung yang seolah melompat-lompat  sejak ia datang.

"Baiklah! Setuju!" Akhirnya aku mengatakan itu setelah tingkah jantung agak mereda.

"Tapi kita naik motor. Tuh motornya." Lelaki itu menunjuk motor besarnya.

Mataku membelalak melihat kendaraan itu.

"Ini motornya?" tanyaku yang baru saja berjalan. Aku tersenyum ngeri melihat akan naik dengan motor sport seperti itu.

"Iya, biar gak macet kita naik motor aja, ya?"

"Ini sih kaya mau touring, Genta!" Aku menepuk lengannya sambil tertawa.

"Ya anggap aja kita mau touring.  Nanti setelah nikah, baru kita touring yang jauhan, ya? Bareng Ardi dan Dey," ucapnya mengedipkan mata.

Seketika pipi ini memanas mendengar ucapannya. Aku menunduk karena menahan senyum yang tidak mampu lagi ditutupi.

Lelaki itu membuka box motor dan mengambil benda hitam lalu memberikannya padaku.

"Nih, pakai jaketnya!" Lelaki itu menyodorkan jaket kulit hitam padaku.

"Buat saya?" kening ini mengernyit.

Genta membalas dengan anggukan. Sementara aku masih keheranan.

"Udah pake aja. Dua minggu lalu temen saya di Sydney nawarin jaket kulit dengan harga murah. Dia tahu, kalau saya suka touring. Makanya dibeliin lah."

Areumdaun DuoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang