Part 14. Yeol Net

17 5 0
                                        


Kali ini aku update cerita yang ditulis oleh Mbak puspakirana55 ketika baca aja udah buat hatiku diobrak-abrik tentang Dey😁 Kira-kira apa ya? Yuk disimak😉

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Part 14. Yeol Net
By: puspakirana55

Aku mengakhiri WA call singkat dengan Hara yang mengatakan masih perlu waktu sekitar sepuluh menit lagi sebelum ia bisa keluar dari kantor. Dari kemarin, aku memintanya menemani melihat tempat indekos pulang kantor. Rasanya lega hari ini aku bisa menyelesaikan dua laporan dan mengirimkan ke Bu Listya pukul empat tadi, setengah jam sebelum tenggat.

Besok aku bebas tugas harian karena akan ikut pelatihan dua hari berturut-turut yang sudah direncanakan sejak sebulan lalu. Aku tersenyum memikirkan itu. Lumayan mengistirahatkan mata dari angka-angka yang bertumpuk di laporan cabang.

“Belum pulang, Dey?” Sapaan Tania membuatku menoleh.

“Bentar lagi, nunggu Hara masih ada kerjaan.”

“Tahu, enggak? Boce lagi bad mood melulu nih, akhir-akhir ini.” Suara Tania nyaris berbisik.

Matanya melirik sejenak ke ruangan atasan kami. Setengah jam lalu, ia melewati kubikelku karena dipanggil Bu Listya.

“Katanya lagi ada masalah di beberapa cabang yang jadi tanggung jawab kita. Boce minta gue ikut pelatihan lagi besok dan minggu depan, katanya biar gue bisa lebih banyak bantu ngerjain tugas-tugas dia. Jadi, dia lebih banyak punya waktu buat atasi masalah di cabang.”

Entah kenapa hati ini agak mendung mendengar cerita Tania. Biasanya aku yang diajak bicara saat Bu Listya punya banyak masalah kantor. Hampir setiap minggu, paling tidak sekali, ia memanggilku untuk membicarakan itu.

Namun, sejak Tania menggantikanku ikut pelatihan gara-gara kesiangan datang beberapa waktu lalu, kebiasaan itu menghilang. Aku jadi menyesal dulu sering mengomel dalam hati kalau hal itu terjadi karena kerap setelahnya aku diberi tugas yang lumayan banyak dengan tenggat pendek. Mungkin karena dulu masih terlibat di AD dan tugas-tugas itu mengambil sebagian jatah waktuku untuk mengurusi salon itu.

Sekarang setelah “dipecat” dari AD, ada rasa kangen berbincang dengan Bu Listya. Mendengarkan suaranya yang menggebu-gebu, melihat gerak-geriknya yang penuh keyakinan, dan merasakan semangatnya mengatasi masalah. Ada yang menggigit di sudut hati saat barusan kata “dipecat” melintas di pikiran. “Dipecat”! Oleh orangtua sendiri! Bayangkan! Sekarang tidak hanya sakit, melainkan panas mulai melingkupi hati.

“Nah, lo kan dulu sering tuh, dipanggil Bu Listya bahas masalah kantor, kayak yang dia bahas barusan sama gue. Kalau lagi gitu, bagusnya gue diam aja apa komentar, ya?”

Aku tidak menjawab, malah pura-pura membereskan barang-barang di meja yang sesungguhnya sudah rapi. Enak banget minta bocoran! Dulu aku juga cari sendiri cara yang paling baik menghadapi Bu Listya saat seperti itu! Panas itu makin menyebar di dada.

“Yah, gue dicuekin. Dey! Bantuin guelah, plis.”

“Eh, ada apa ini? Ngegosip enggak ngajak-ngajak.” Tiba-tiba Diatri sudah berdiri di sebelah Tania.

“Sorry, ya. Gue duluan. Hara udah kelar, dia nunggu di DPP (Divisi Produk dan Pemasaran). Yuk! Bye!” Aku memutuskan untuk meninggalkan ruangan walaupun sebetulnya belum ada kabar dari Hara.

Lebih baik menunggu di depan lift lantai DPP daripada harus mendengar cerita Tania yang ternyata memancing panas menghampiri dada. Aku tidak ingin terus-menerus terganggu karena sampai sekarang, saat berada di rumah, mendung dan panas belum berhasil disingkirkan, melainkan bergantian menyambangi hati.

Areumdaun DuoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang