Malam sobat smua🤗Malam ini aku akan update cerita Fey. Denger-denger Fey lagi deket sama Genta, Kakaknya Eva yang jadi pelanggan tetap di AD.
Penasaran? Yuk ah simak kisahnya😍
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Part 21. Seumul Hana
By Adelia YuliantiAku membuka pintu masuk AD. Sambil menatap foto Cho Si Won yang ada di ruang resepsionis. Mataku membelalak kaget ketika ada seorang lelaki yang senyumnya mirip dengan foto yang baru saja kulihat. Kenapa sudah ada Cho Si Won KW di sini?
"Genta? Kok ada di sini?" tanyaku setelah menutup pintu masuk AD.
Senyumnya masih mengembang seperti orang yang sedang menunggu kedatangan kekasihnya. Aku tidak mengerti mengapa ia selalu tersenyum ketika bertemu denganku? Padahal kalau dilihat secara fisik, Cho Si Won KW ini begitu sempurna. Badannya ideal dan kulitnya bersih. Pasti banyak perempuan yang antre untuk menjadi kekasihnya.
"Iya, ini lagi nunggu Eva perawatan," sahutnya sembari berdiri dari sofa di ruang tunggu.
Aku mengangguk. "Eva perawatan lagi?"
"Eva lagi perawatan terus, tuh! Kayanya lagi ada yang ditaksir!" ucap Genta meringis.
"Wah bagus dong," balasku tertawa kecil.
"Kakaknya aja masih jomlo," sahutnya meringis.
Hah? Aku tidak salah dengar. Lelaki seperti ini masih jomlo?
"Fey! Kita lanjut cerita di rumah makan seberang, yuk! Katanya makanannya enak-enak lho. Sambil nunggu Eva perawatan," ajak Genta.
Apa? Genta mengajakku makan siang?
Suasana hening sejenak. Pikiranku menimang-nimang antara kaget dan mau.
“Hmm, boleh deh! Bentar ya, aku cek kerjaan kapster dulu!" Aku segera menuju ruang perawatan dan mengecek pekerjaan para karyawan AD.
Melihat ruang perawatan yang sudah penuh dengan pelanggan, hatiku semakin berdebar. Entah berdebar karena Genta akan mengajak makan atau melihat banyak pelanggan.
Beberapa menit kemudian setelah mengecek kapster dan menyapa pelanggan, aku bergegas menemui Genta. Untungnya Eva sedang perawatan di lantai dua, jadi ia tidak punya kesempatan untuk meledek kami.
Kulihat senyumnya mengembang seperti adonan kue.
"Sudah siap? Yuk!" ajak Genta. Ia segera bangkit dari ruang tunggu.
Aku mengangguk. "Yuk!"
Ia membukakan pintu setelah aku menitipkan pesan pada Nissa.
Aku berjalan menuju rumah makan yang ada di seberang salon. Banyak mobil dan motor yang lalu lalang. Genta mengubah posisi ketika hendak menyeberang. Aku tersenyum simpul ketika ia berdiri disampingku, mengangkat tangan kanannya meminta para kendaraan melambat agar kami dapat menyeberang.
Suasana rumah makan ini cukup ramai karena kami datang ketika jam makan siang. Tempat duduk yang tersisa hanya ada di pojok sebelah kanan. Genta segera memesan makanan setelah aku memilih dari daftar menu yang diberikan pelayan rumah makan itu.
Rasanya sudah lama sekali aku tidak mengalami hal seperti ini. Duduk berdua dengan seorang lelaki yang belum lama kenal. Aku mengetuk-ngetuk jari di meja meredakan kegelisahan karena melihat senyum manis dari Genta.Sambil menunggu makanan datang, Genta memulai percakapan kembali. Awalnya kami membicarakan pertemuan dengan Ardi yang diundur menjadi minggu depan. Ardi mengatakan masih banyak pekerjaan di kantor yang perlu diselesaikan.
Lama kelamaan obrolan kami lebih personal. Ia mulai bercerita mengapa sampai saat ini belum juga menikah. Ternyata, Genta pun punya pengalaman ditinggal menikah oleh kekasihnya, sehingga membuatnya sempat sulit percaya akan mampi membangun hubungan lagi dengan perempuan lain.
Karena itu ketika Eva bercerita tentang kisah hidupku kepadanya, ia merasa mempunyai teman senasib.
"Awalnya saya sempat terpuruk beberapa bulan. Karena saat itu saya sudah bertunangan dengannya dan tinggal menghitung beberapa minggu untuk melangsungkan pernikahan. Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain," ucapku lirih.
"Itu tandanya Tuhan masih sayang padamu. Coba kalau kamu jadi sama laki-laki itu," sahut Genta dengan tatapan tajam.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Rasanya begitu nyaman mendengar suara dan semua pendapatnya.
Tak berselang lama, makanan yang dipesan datang. Aku segera makan hidangan yang sudah disajikan. Aroma masakannya menusuk indera penciumanku. Gurame bakar dengan bumbu yang khas menjadi menu makan kami berdua.
Genta benar. Makanan di sini enak-enak. Aku memang jarang makan di luar ketika berada di AD. Selain tersedia katering, aku lebih memilihi tempat cepat saji seperti AB.
Setelah makan, kami kembali ke salon. Ketika masuk, ternyata Eva sudah menunggu di ruang tunggu. Aku kaget melihat Eva dengan tangan bersedekap lalu menyipitkan netranya ke arah kami.
"Jadi kalian sudah jalan berdua?" tanya Eva penuh selidik.
Aku dan Genta saling tatap, sebelum akhirnya menatap Eva yang masih merengut.
"Nih, Kakak habis beliin makan siang untuk kamu," sahut Genta menyodorkan makanan yang tadi sudah dipesan olehnya.
Eva segera mengambil bungkus plastik yang ada di tangan Genta.
"Oh habis makan rupanya," balas Eva sembari membuka bungkus plastik itu."Kirain jalan ke mana gitu?" Matanya masih menyipit.Aku hanya tertawa kecil. Menunggu Genta saja yang menjawab pertanyaan Eva.
"Engga. Kan nunggu kamu. Nanti takut kelamaan kalau jalan. Iya gak, Fey?" Genta melirikku dan mengedipkan matanya agar ikut menjawab pertanyaan Eva.
"Hmm. Iya, kakakmu benar, Eva," sahutku agak tergagap sambil melirik balik Genta.
"Ooh, jadi gitu! Terus kalian udah jadian belum?"
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Eva tiba-tiba aku terbatuk. Entah ada benda apa yang mengganjal di tenggorokan ini. Genta hanya tertawa dan menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal.
***
Aku segera bangkit dari kursi dan memutuskan untuk nekat ke indekos Dey. Tadinya Papa dan Mama juga bermaksud ikut, tapi mendadak diajak menengok salah seorang teman Papa yang sakit di rumah sakit. Mungkin dengan bicara langsung, Dey tidak akan lagi bersikap jutek dan ketus tidak seperti di pesan dan juga WA Call.
Ketika sampai di Indekos Dey, ternyata adikku sedang tidak di tempat. Aku segera menelepon Dey. Mungkin saja dia sedang keluar membeli makan atau yang lainnya.
Dey bilang ia tidak berada di indekos karena sedang ada acara dengan teman kantornya. Ketika aku menanyakan apakah Dey bisa menemuiku sebentar di dekat rumah temannya, atau di tempat yang terjangkau, Dey mengatakan tidak bisa. Padahal, aku sudah jauh-jauh dan bermacet-macetan demi bertemu dengannya.
Ah, rasanya sedih sekali. Dey benar-benar tega. Apa dia tidak rindu padaku, Papa, dan Mama?
Suaraku meninggi ketika Dey bilang akan menyudahi telepon denganku karena ada perlu dan sedang mendiskusikan sesuatu dengan teman kantornya.
“Libur-libur masih ngurusin kantor? Jangan kayak gitu, nanti kamu kecapekan. Hidup itu harus seimbang, kalau enggak ingin berantakan.” Suaraku kembali meninggi.
Dey malah menjawab, “Kan, Papa dan Kakak yang inginn karier Dey lebih bagus.”
Dey! Bukan seperti itu maksud Kakak!
Dari ucapannya terdengar Dey masih tidak terima kalau ia tidak terlibat lagi di AD. Tak lama kemudian ia memutus WA Call tersebut, membuatku kembali merasa bersalah.
Aku membuang napas kasar sebelum akhirnya pergi meninggalkan Indekos Dey.
* * *
Dey kok gitu sama Kak Fey 😢
Yuk ah simak kisah selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Areumdaun Duo
General Fiction"Enggak Dey! Cara itu bukan untuk kita. Udahlah, enggak usah punya pikiran yang aneh-aneh kayak gitu! Kita kan sudah sampai di titik ini. Jangan sampai mundur lagi, Dey!" "Siapa yang mau mundur? Justru Dey mau bikin kita maju, Kak!" * * * Fey dan D...