GARUDA〰47

75.8K 5.7K 431
                                    

Selamat Membaca❤
.
.

〰〰〰〰

Libur telah usai sekolah telah datang, satu bulan sudah Garuda dkk di sibuk kan dengan kegiatan belajar, belajar dan belajar.

Pernah sekali Garuda ingin lari karena tak bisa mengerjakan pr nya yang banyak dan menumpuk tetapi hal itu ditentang keras oleh Grizella.

Mengerjakan bukan sembarang kerjakan saja, setiap siswa akan dites kemampuannya dengan satu persatu maju ke depan dan menjelaskan apa yang ia buat.

Jangankan menjelaskannya, inti dari penyelesaiannya saja Garuda tak paham dan terpaksa lah Grizella yang harus turun tangan mengajari cowok itu hingga ia pandai.

"Sumpah bu Rin, saya nggak ngerti." Zayyan, untuk ketiga kalinya cowok itu merobek kertas miliknya.

Hari ini adalah hari percobaan matematika yang dimulai dari semester pertama mereka belajar. Dari mana bisa tau catatan saja mereka tidak punya.

"Kamu dari tadi ngeluh mulu, ya. Kerjakan!!" perintah Bu Rini.

Bukan masalah jika mengerjakan soalnya seperti biasa yaitu mencontek. Kali ini mata tajam Bu Rini mengabsen seluruh siswa agar tak bisa mencontek.

Contohnya Daffin, cowok itu hanya bisa pasrah kala dirinya lagi dan lagi ketahuan melihat jawaban Gardika dan pada akhirnya ia dipindahkan duduk dilantai depan sendirian dengan berandal kan selembar kertas saja.

"Ini apaan? mana bisa X dikali B," gumam Gardha benar-benar tak mengerti.

Mereka semua pun lebih memilih jalur aman daripada bernasib seperti Daffin yang sudah seperti orang gila didepan sana.

Ingin minta tunjuk pada Gardika tetapi takut ketahuan oleh Bu Rini yang kali benar-benar mengawas mereka dengan ketat.

"Walaupun ini bukan UH, tetapi ibu sudah menganggap ini seperti UH jika kalian mengerjakannya dengan mulus. Jika kalian berhasil mengerjakannya sendirian maka kalian tidak perlu melakukan UH," ujar Bu Rini.

Mendengar kata tak melakukan UH, sontak seluruhnya menegakkan kepala masing-masing dari rumitnya soal matematika.

"Benar ngga perlu peke UH bu?" tanya Garuda senang.

Bu Rini mengangguk mengiyakan. "Jika nilai kalian 90."

"Yah." Semuanya mendesah kecewa kala mendengar nilai '90' dari mulut Bu Rini.

Percuma saja, nilai 50 saja belum tentu dapat apalagi 90. Barabe, bagi Daffin saja nilai 50 lebih berarti dari pada nilai '0'.

"Peke UH aja buk, biar otak saya makin pecah." Daffin, cowok itu sudah benar-benar muak melihat kertas jawaban yang selalu ia pandang.

"Benar, buk. Saya udah ngga kuat. Ahh, perut saya sakit," ujar Garuda berbohong.

"Heh, disini yang berkerja otak bukan perut." Bu Rini menunjuk otaknya lalu menuju perutnya.

"Sama aja dong buk, otak saya berpikir keras sedangkan perut lapar banget buk," timpal Lemuel.

"Cari alasan saja, kerjakan sebaik mungkin dan sebisa mungkin jangan sampai nasib kalian seperti Daffin," ucap Bu Rini melirik Daffin.

Daffin hanya bisa menghela nafas pasrah, apa yang ia perbuat saat ini? ingin bertanya pada Gardha percuma saja, toh cowok itu juga tak mendapat jawaban.

"Buk?" panggil Daffin.

"Ada yang bisa ibu bantu?" tanya Bu Rini berbalik hadap Daffin.

"Ada, bu."

GARUDA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang