Chapter 22

1.9K 285 82
                                    

~Happy Reading~

Cahaya pagi menyapa dunia dengan sinarnya yang begitu terang menyilaukan mata. Terlihat seorang gadis yang masih tertidur bergelung dibawah selimut di atas ranjang dengan rambut berantakan.

Jihan yang masih setengah sadar mencoba untuk membuka mata perlahan saat wajahnya di silaukan oleh cahaya matahari pagi yang terpantul dari jendela apartemen.

"Jay....!! Kebiasaan deh, gue masih mau tidur, Tutup dulu tirai jendela nya lima menit lagi gue turun"  Kebiasaan yang selalu menjadi sarapan pagi Jihan, membuatnya lupa jika mulai hari ini ia tidak lagi tinggal bersama mamah dan adiknya.

Matanya terbuka lebar saat menyadari bahwa saat ini dia tidak lagi tidur di kamarnya, melainkan di sebuah apartemen mewah pemberian sang papah. Pantas saja Jihan tidak mendengar ocehan dingin dan menyebalkan dari Jayden saat dia bilang akan turun lima menit lagi. Jihan jadi merindukan adik laki-laki nya itu, meski posisi Jihan adalah seorang kakak dari Jayden, tapi lelaki itu mampu membuat nya menjadi seperti anak bungsu. Selalu di manja dan di beri perhatian.

Dengan langkah malas Jihan turun dari ranjang. Kakinya menyentuh lantai marmer yang begitu dingin, sedangkan matanya yang begitu bengkak akibat menangis terlalu lama tadi malam menelisik ke segala arah melihat kekacauan kamar yang bahkan belum ia tempati dalam waktu sehari.

"Kalau tau paginya bakal repot nyusun nih kamar, gue nggak akan mau nangis ala drama alay yang berantakin dan ngehancurin barang barangnya dikamar" Kesal Jihan pada dirinya sendiri.

Tangan Jihan perlahan memunguti barang barang yang berserakan di lantai, kemudian meletakkannya kembali pada tempat semula. Semua hampir rapi tersusun, Hingga tidak sengaja mata Jihan menangkap sebuah figura foto keluarga yang dia bawa dari rumah lamanya kemarin saat berkemas.

Senyum miris tercetak jelas di wajah Jihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum miris tercetak jelas di wajah Jihan. "Sekarang aku tau, kenapa waktu itu papah lebih memilih aku yang mengambil gambar ini" Tangannya perlahan mengusap foto dengan mata memanas. "Bukan karena aku ahli dalam mengambil gambar seperti yang papah bilang, melainkan karena ketidak adaanya aku membuat foto ini lebih terlihat sempurna"

Tidak ingin terus berlarut dengan kesedihannya, Jihan buru-buru meletakkan foto itu diatas nakas lalu menyambar seragam serta handuknya untuk segera bersiap ke sekolah. Dia hampir lupa jika hari ini ujian.

Dua puluh menit berlalu. Jihan keluar dari kamar mandi dengan seragam lengkap beserta polesan tipis di wajahnya agar tidak terlihat pucat, sebenarnya ini bukan kebiasaan Jihan berdandan untuk kesekolah, tapi melihat kantung mata tebal yang menghitam dan bibir yang pucat dia berniat menutupinya agar tidak ada yang bertanya, apa yang sudah terjadi dengannya.

STORY WITH MANTAN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang