~Happy Reading~
Berkali-kali Jihan berusaha mengusir bayangan yang berkeliaran didepan matanya. Dia gelisah. Jihan selalu saja tertarik mengingat-ingat perkataan Rachell dan Lista di sekolah mengenai Yoga.
Jihan bangkit dari ranjang, mengambil ponselnya yang berada di tas sekolah. Tangannya mengetikkan beberapa nomor dan langsung menghubungkannya.
"Halo?" Ucap Jihan saat merasa panggilannya sudah tersambung.
"Iya halo sayang, Apa kabar kamu? Kenapa tidak menelfon mamah saat kamu sudah sampai di rumah papah?" Cecar Hanin di seberang telepon.
Hati Jihan seketika menghangat hanya karena mendengar suara mamahnya. Ingin rasanya Jihan menceritakan segala perbuatan sang papah yang berlaku seenaknya, Namun mengingat mamahnya juga baru bangkit dari keterpurukan, Jihan lebih memilih diam. Saat ini yang dia harapkan dengan menelepon Hanin semua rasa ragu dan ingin tahu nya bisa terjawab walau tidak mungkin.
Jihan rindu mamah. Ucapan itu hanya bisa tertahan di kerongkongan tidak mampu Jihan keluarkan mengingat dirinya tidak suka berada dalam suasana sedih saat bersama orang lain.
"Jihan kamu baik-baik aja kan sayang? Kenapa diam saja?"
Meski sedikit tercekat, Jihan membalas ucapan sang mamah dengan suara yang dibuat untuk tidak bergetar menahan tangis. "Jihan baik mah, Mamah sendiri?"
"Mamah juga baik, Entah kenapa selama kamu tinggal dengan papah mu mamah selalu bermimpi kamu menangis kesakitan. Padahal kenyataannya kamu baik-baik saja"
Hati Jihan semakin bergetar meronta untuk memberitahu Hanin yang sebenarnya saat mamahnya mengucapkan kalimat yang sebenarnya adalah fakta bukan sekedar mimpi. Jihan rasa ini yang dinamakan ikatan batin antara ibu dan anak, Mamahnya bisa merasakan apa yang Jihan rasakan walau tidak berada di tempat yang sama.
"Minggu depan mamah sibuk gak?" Tanya Jihan dengan suara memelan.
"Gak ada yang perlu di sibukkan sayang, kamu kan tau sendiri mamah udah gak ngurus perusahaan lagi" Ucap Hanin memberi jeda. "Kenapa kamu menanyakan hal itu?"
"Mamah tau kan Jihan udah di semester akhir dan mulai banyak ujian, Pihak sekolah mengirimkan surat undangan untuk rapat orang tua dan guru mah"
Sekarang Hanin mengerti kenapa putrinya ini menelfon dirinya, tapi tidak seharusnya Jihan meminta dia untuk datang mengingat anaknya itu sudah bisa mendapatkan keluarga baru yang bisa menerima dan membuat Jihan bahagia seperti yang Jayden katakan padanya sore tadi.
"Mamah bisa hadir kan?" Tanya Jihan kembali membuka suara.
Hanin menghembuskan napasnya perlahan, "Bukan mamah tidak ingin hadir, tapi apa papah mu tidak marah jika mamah yang menggantikan dia?"
"Papah sibuk mah... "
Keterlaluan. Hanin kira dengan berpisahnya mereka sikap Bramantyo pada Jihan bisa berubah, tapi nyatanya sama saja. Tidak bisakah pria itu membahagiakan putrinya walau hanya sebentar?
Tanpa Jihan katakan Hanin bisa menyimpulkan bahwa putrinya berbohong, Jihan tidak bahagia tinggal bersama dengan papahnya."Baiklah mamah akan menggantikan papah mu, kapan mamah diharuskan hadir? " Putus Hanin, Walau dia harus menerima resiko untuk kembali di serang oleh kalimat pedas Bramantyo. Baginya sekarang kebahagiaan anak-anaknya jauh lebih penting.
![](https://img.wattpad.com/cover/240791515-288-k395065.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STORY WITH MANTAN {END}
Fanfiction"Perpisahan kita menyakitkan Han, Ketika cerita belum usai tapi lo uda nutup kisahnya." ~Titan "Gue sama lo hanya perlu jeda untuk gak lagi merasakan luka tan." ~Jihan