[1] Miracle Pill Maker Bullies the Boss

052. Permen Mata Sedingin Es, Huo Yao

Huo Yao sedang sibuk belajar. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Min Yu, dia menyimpan ponselnya. Setelah dia menerima pesan baru ini dari Min Yu, Huo Yao jatuh ke dalam kontemplasi.

Sesaat kemudian, dia mengetik jawabannya: [Aku membelinya secara online dari toko acak. Aku bisa mengirimkan tautannya jika kamu mau.]

Huo Yao membuka aplikasi belanja, mencari-cari di folder 'Favorit', dan menemukan sebuah toko. Dia menyalin tautan dan mengirimkannya ke Min Yu melalui WeChat.

Min Yu mencari di toko tautan yang dikirim Huo Yao kepadanya.

Toko itu memiliki tiga mahkota sebagai ratingnya dan menjual berbagai macam barang. Ini bukanlah toko yang mengkhususkan diri pada produk pil. Tapi kayu cendana dan pil kayu manis berada di dalam kotak yang memang tampak mirip dengan kotak yang dia berikan kepada Nenek Yang. Harganya murah, sekitar dua ratus untuk satu kotak.

Min Yu tidak menemukan pil yang sama di toko. Tapi, dia yakin dupa yang menenangkan saraf kemungkinan besar telah dibeli dari toko ini.

Jika pil tersebut memang seunik dan spesial, mengapa dijual di toko online ini dengan harga yang begitu murah?

Min Yu menutup aplikasinya. Senyuman kecewa terlihat di bibirnya, dan cahaya di matanya meredup. Mungkin ada hal lain yang dia rasakan selain putus asa saat ini.

***

Sudah setengah bulan sejak Huo Yao mendaftar di Sekolah Menengah No.1.

Dia berperilaku riang dan jarang berkomunikasi dengan teman sekelasnya. Dia tidak pernah berpartisipasi dalam acara sekolah apa pun. Bagi gurunya, ketenangannya merupakan representasi dari kepintaran dan perilaku baiknya. Namun, teman sekelasnya menafsirkan ini sebagai bukti bahwa dia adalah permen mata sedingin es.

Teman-teman sekelasnya tidak tahu tentang catatan akademisnya. Apalagi kecantikannya sangat mempesona. Karena itu, dia mulai dikenal luas sebagai permen mata sedingin es.

Pada saat yang sama, karena keraguan tentang catatan akademisnya, desas-desus bahwa, 'permen mata sedingin es hanya masuk ke sekolah karena dia menyuap seseorang' mulai beredar di kelas.

Karena Huo Yao tidak menyadari dunia luar, rumor ini secara alami luput dari perhatiannya.

Sebaliknya, teman sekelasnya, Meng Ying, sangat marah setelah mendengar gosip ini. Karena marah, dia hampir bertengkar dengan orang lain. Pada saat yang sama, Huo Yao sibuk membaca buku dan belajar keduanya, selama kelas dan istirahat. Meng Ying akhirnya harus mengagumi ketenangan Huo Yao.

Meng Ying meletakkan dagunya di atas tangannya dan menatap Huo Yao dengan wajah serius. Akhirnya, dia angkat bicara, “Mereka semua salah tentangmu. Kamu bukan permen mata sedingin es.”

Huo Yao menutup buku yang sedang dia baca dan mengarahkan pandangannya pada Meng Ying. Huo Yao mengangkat alisnya. "Terus?"

Meng Ying menemukan sikap santai Huo Yao cukup menarik. Dia menelan ludah sebelum menjawab dengan marah. “Kamu jelas kutu buku!”

Huo Yan bermain-main dengan sudut bukunya dan memberikan jawaban yang berarti. “Satu-satunya cara untuk meningkatkan kecerdasan seseorang adalah dengan belajar.”

Meng Ying menghela nafas. "Aku merasa kamu menyiratkan bahwa aku bodoh, tapi aku tidak punya bukti untuk ini."

Huo Yao tersenyum tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Ponselnya tiba-tiba bergetar, dan layarnya menyala. Dua pesan baru pengiriman uang muncul.

Huo Yao mulai sakit kepala setiap hari sekarang.

Ini lagi. Sudah hampir setengah bulan. Orang tuanya akan mentransfer sejumlah uang padanya pada waktu yang sama, setiap hari. Seolah-olah orang tuanya memiliki lebih banyak uang daripada yang bisa mereka belanjakan.

Meng Ying kebetulan melihat ponselnya melalui sudut matanya. Menatap kedua pesan itu, Meng Ying tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata, "Hari ini adalah hari lain mataku telah dibutakan!"

Huo Yao, "..."

Benar. Sudah beberapa hari sejak Meng Ying mengetahui bahwa temannya menerima sejumlah besar uang setiap hari. Sejak saat itu, keterkejutan awalnya berubah menjadi mati rasa.