09. You did well, Hina

666 90 9
                                    

Maret, 2020

Di sebuah kamar asrama yang hanya diterangi lampu tidur itu, Hina bersender di kepala tempat tidur sembari menatap lembaran kertas yang berada di depannya. Itu dokumen tentang pembaharuan atau pemberentian kontrak yang akan habis awal April nanti, yang artinya tersisa sekitar dua minggu lagi. Hina masih membiarkan lembaran kertas dan pulpen yang sudah siap disebelahnya itu tergeletak begitu saja. Setiap malam, sejak pengumuman line up debut, ia akan selalu seperti ini. Menatap dokumen itu tanpa mengotak-ngatiknya sampai ia akhirnya tertidur, atau lebih parahnya sampai ia akan beraktivitas di pagi hari tanpa tertidur. Sejujurnya, Hina sudah sangat lelah, ia ingin mengakhiri semuanya. Tapi, ada sesuatu yang masih mengganjal untuknya. Melepaskan mimpinya begitu saja yang sudah ia usahakan sampai berdarah-darah selama hampir 10 tahun bukanlah hal yang mudah ditambah lagi mengingat ia harus meninggalkan para sahabatnya. Hina tahu benar konsekuensinya. Begitu ia menandatangani pemutusan kontrak dengan SM, jarak yang ia miliki dengan para sahabatnya yang masih berada di naungan SM akan semakin melebar. Hina juga tahu betul, ia mungkin tidak lagi memiliki kesempatan bahkan hanya untuk sekedar bertukar sapa dengan mereka. Satu-satunya alasan mereka masih bisa tetap dekat bahkan setelah NCT debut adalah karena Hina masih berada di naungan yang sama dengan mereka. Kalian mungkin belum tahu, tapi SM sangat membatasi pergerakan artisnya. Terlebih interaksi idol dengan lawan jenis. Kalau masih satu naungan, agensi masih akan memakluminya karena masih dalam jangkauan mereka. Tapi idol beda agensi? atau bahkan bukan siapa-siapa seperti Hina sekarang ini, jelas tentu SM akan menjauhkan artisnya dari mereka.

Hina menghela nafasnya entah untuk yang ke berapa kalinya, tangannya beralih, meraih ponsel di dalam laci kecil di sebelah ranjangnya. Ia menekan tombol power ponsel yang sudah ia matikan selama sebulan ini, sejak kejadian malam itu. Ia benar-benar ingin menghindar dari semua orang. Ia merasa tidak punya keberanian untuk menatap atau sekedar berbicara lewat ponsel dengan mereka.

Saat ponselnya sudah menyala, banyaknya notifikasi masuk tak kunjung berhenti. Terdapat ribuan pesan dan panggilan tak terjawab disana. Ada pesan dari orangtuanya yang menanyakan keadaan dan keputusannya, ada  Lami dan Koeun yang menanyakan kabar dan keputusannya, Lalu ada juga para anggota NCT yang tak ingin sama sekali Hina buka pesannya. Ya, Sepertinya berita sudah menyebar luas sekarang. Terbukti tak hanya member NCT Dream yang mencecarnya tapi juga member NCT yang lain seperti Yuta, Johnny, Taeyong, dll yang mengirimnya puluhan pesan dan panggilan.

Pandangan Hina fokus pada dua pesan teratas di dalam ponselnya. Yang paling atas, itu Jaemin. Ada ribuan pesan yang ia kirim, dan yang terbaru sekitar satu jam yang lalu. Hina yang tadinya tidak ingin membuka satu pesan pun yang berkaitan dengan orang-orang disini pun tanpa sadar mengarahkan jemarinya untuk membuka pesan dari Jaemin.

Na Jaemin perusuh ke-3

💬Hina, kau dimana? aku menghawatirkanmu. Tolong Hubungi aku kalau kau sudah membacanya.

💬Hina, ini bukan salahmu.

💬Hina, apa kau akan meninggalkanku?

💬Hina, ayo bertemu.

💬Kau bisa menceritakan apapun padaku, kau ingat kan? aku disini. Jangan menyimpan semuanya sendiri, aku tak suka.

💬Atau siapapun, kalau kau tak ingin bercerita kepadaku. Kau boleh bercerita dengan yang lain, asal jangan menyimpannya sendiri.

💬Hina, kau dimana? Jangan menghilang seperti ini, tolong.

💬Hina, kau tahu, bagiku kau selalu yang terbaik. Kau selalu berusaha dengan keras untuk melakukan yang terbaik, dan kau sudah melakukannya. Kau sudah melakukan yang terbaik dengan baik.

Hina terisak pelan melihat isi pesan-pesan terbaru Jaemin. Ia tidak sanggup membaca yang lain, terlebih satu pesan terakhirnya itu.

"Tidak, na. Aku bukan yang terbaik. Aku gagal. Aku selesai. Aku gagal. Aku lelah."  Ucap Hina dalam hati sambil menutup mulutnya dengan satu tangannya berharap isakannya itu berhenti.
Jarinya beralih membuka pesan dari ibunya.

Ibu💜

💬Sayang,apa kabarmu?

💬Sayang, Bagaimana keputusanmu?

💬Nak, apapun keputusanmu ibu akan selalu mendukungmu.

💬Sulit sekali,kan? Tidak apa-apa, ibu mengerti apapun keputusanmu ibu akan mendukungmu. Ibu menyayangimu.

💬Hina sayang, jangan lupa makanmu. Jaga kesehatan.

💬Nak, kalau sudah lelah tidak apa-apa, pulanglah. Ibu dan Ayah merindukanmu. Anakku sudah melakukan yang terbaik! tidak apa-apa jika kau ingin berhenti.

Hina semakin terisak membaca pesan-pesan dari ibunya itu. Rasanya ia ingin menangis dan memeluk ibunya lalu menuangkan seluruh keluh kesahnya.Benar, ia sudah lelah. Sudah sangat lelah. Ia putus asa sekarang. Beberapa bulan yang lalu,lebih tepatnya akhir tahun 2019 saat Line up debut diumumkan Hina tidak tahu ia harus mengatakan apa pada orang tuanya. Ia terlalu malu dan merasa bersalah. Ia merasa menyia-nyiakan kepercayaan mereka selama ini, ia merasa tidak berguna, ia merasa sudah mengecewakan kedua orang tuanya. Hina tidak berani memberitahukan berita itu kepada orang tuanya sampai hari ulang tahunnya. Ya, hari ulang tahun harusnya menjadi hari yang penuh bahagia. Tapi Hina justru memberi berita yang sama sekali tidak membahagiakan.

Hari itu, hari ulang tahunnya, saat orang tuanya menelfonnya Hina tak bisa menahannya lagi. Dengan terisak, Hina mengatakan bahwa ia tidak masuk line up debut.

"Selamat ulang tahun,nak. Semoga kau selalu sehat dan bahagia, dan semoga kau bisa meraih impianmu. Siapa yang tahu kau mungkin bisa debut tahun ini,kan? Kami selalu mendukungmu jadi semangatlah!" Ucap kedua orang tuanya lewat via telfon malam itu. Hati Hina mencelos mendengar harapan orang tuanya, tanpa bisa ia tahan lagi, Hina mulai menangis.

"Ibu, ayah, maafkan aku. Aku gagal." Satu kalimat yang keluar dari mulut Hina itu sukses membuat hati kedua orang tuanya terasa teriris-iris. Bukan karena mereka kecewa, tapi rasanya sakit  sekali mendengar isakan pilu dan suara anak kesayangan mereka yang penuh keputus asaan.

"Ibu,ayah, aku gagal. Aku tidak masuk line up debut. Maaf. Maaf." Ucap Hina disela-sela tangisannya yang semakin menjadi. Di sana dan sana, kedua orang tuanya itu ikut menangis. Orang tua mana yang tidak bersedih mendengar anaknya yang menangis tersedu-sedu seperti itu? Orang tua mana yang tidak sakit hatinya melihat anak mereka tertekan sampai putus asa seperti itu?

"Hina anakku sayang," Panggil Ibu yang berusaha menahan suaranya agar tak terdengar seperti sedang menangis.

"Tidak apa-apa. Kau sudah berusaha yang terbaik. Ibu bangga padamu. Kau anak yang kuat,berbakat,cantik, baik kau segalanya untuk Ibu dan Ayah. Tidak ada yang lebih penting darimu bagi ibu. Tidak apa-apa. Pasti sangat sulit,kan? maaf ibu tidak bisa disana untuk menemanimu di masa-masa sulit. Hina, kalau memang sulit pulanglah. Ibu tidak akan marah. Ibu selalu mendukung apapun keputusanmu. Kau tahu ibu sangat menyayangimu,kan?"

"Hina,putri kecil ayah yang sekarang sudah besar. Ah,tidak. Bagi ayah, kau tetap putri kecil ayah yang sangat ayah sayangi. Sayang, pulanglah kalau memang lelah,nak. Jangan pikirkan apapun lagi,biar ayah yang mengurusnya."






TBC-

Terimakasih sudah membaca cerita ini!
Kalau suka boleh tolong vote dan comment,ya!










Love Untold [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang