19| Revo, katanya.

698 53 4
                                    

"Yakin mau ikut?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yakin mau ikut?"

Karan menganggukkan kepalanya mantap, "Why not?"

"Okay, up to you."

Karan memutuskan, akan menemani Karin untuk mencari pekerjaan hari ini. Sehingga, sejak tadi pagi, Karan stay di kamar Karin.

"Ready?" tanya Karan kepada Karin.

Karin menganggukkan kepalanya mantap, "Yuk."

Seperti yang terjadi sebelumnya, ada saja orang yang menghentikan langkah keduanya, ketika si kembar itu akan pergi.

"Ehm."
Diujung tangga dibawah sana, ada sang Papa yang berdehem untuk memberi tau si kembar tentang keberadaannya secara tak langsung.

Karan memutar bola matanya malas, sedangkan Karin merasa sedikit ketakutan. Ia merasa ketakutan saat bertemu Ayahnya, Ayahnya yang dulu ia kenal adalah pahlawannya, kini bukan pahlawannya lagi. Tetapi yang ada dimata Karin saat ini, Ayahnya hanyalah seorang lelaki berengsek, yang tidak bertanggungjawab untuk memberikan kasih sayang untuknya dan juga Karan.

Langkah keduanya menjadi sedikit lebih pelan, karena keduanya sama-sama malas untuk bertemu sang Ayah.

"Mau kemana?" tanya Aldo kepada si kembar, tanpa melihat kearah mereka.

"Bukan urusan Om."

Sejak kejadian itu, dimana Aldo melarang si kembar untuk memanggilnya 'Papa', tanpa berat hati Karan memanggilnya Om.

"Urusan kalian, urusan saya juga."

Karan mendengus kesal, "Peduli apa Om sama kita?"

Aldo yang mulai terpancing emosi pun, kini mulai melihat kearah Karan. "Berhenti panggil saya Om! Karena saya adalah Ayah kalian."

Karan mengepalkan tangannya erat-erat, merasa sangat kesal dengan sang Ayah yang begitu egois. "Om lupa? Bukankah kemarin-kemarin, Om sendiri yang ngelarang kita buat manggil Om, Papa? Perlu saya ingatin lagi?"

"Karan! Berhenti bersikap kurang ajar sama orang tua!"

Plak!
Lagi-lagi, Karan mendapat tamparan dipipinya dari sang Ayah. Kebenciannya pada Aldo, kini lebih besar lagi. Perasaan sayang yang dulu ia miliki untuk Aldo, kini berubah menjadi sebuah kebencian yang amat besar.

"Orang tua mana yang tega mukul anaknya tiap hari? Orang tua mana yang tega ngeliat anaknya ngerasain sakit karna ulahnya sendiri? Orang tua mana?! Hah?! Siapa Pa?! Siapa?!" Karan tersenyum miring.

"Nggak ada Pa, nggak ada orang tua kayak gitu. Manfaatin anak supaya bisa dapat jabatan tinggi dari bisnisnya, nggak ada orang tua kayak gitu. Kalaupun ada, itu adalah Papa." Sambung Karan dan itu menambah murka sang Ayah.

"KARAN! JAGA BICARA KAMU!"

Karin hanya diam sedari tadi melihat hal itu, mendengar Karan mengeluarkan unek-uneknya meskipun sedikit, membuatnya tersenyum tipis.

Karan Dan Karin [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang