Suasana makan malam dimeja makan terasa sangat menegangkan. Suara dentingan garpu dan sendok yang saling bersahut-sahutan bahkan tak mampu memecah aura yang mencekam itu.
Suasana yang sangat menyebalkan bagi beberapa orang, dan suara yang menyenangkan bagi orang-orang pecinta kesepian.
"Jadi, kalian mau terima tawaran beasiswa itu?" suara sang Papa terbuka untuk pertama kalinya. Perlahan mengusir aura-aura itu.
Karin ragu-ragu mengangguk, sedangkan Karan tidak ada jawaban sama sekali.
"Nggak!"
Ibu si kembar menolak terang-terangan keputusan Karin. Dia tidak menginginkan keduanya menerima beasiswa itu."Tapi Ma-"
"Nggak boleh. Disini juga banyak kampus kok, ngapain jauh-jauh. Ngabisin duit doang."
Hati Karin rasanya sangat sakit mendengar ucapan Ibunya. Perginya Karin ke luar negeri bukan untuk menghambur-hamburkan uang, melainkan untuk melangkah lebih maju agar impiannya bisa tercapai. Tapi Ibunya langsung berprasangka buruk akan hal itu.
Karan mengepalkan tangannya geram, rasanya ingin kabur saja dari rumah ini. Mereka punya banyak peraturan, mereka suka sekali mengekang. Apalagi Ibunya dan Omanya.
"Karin ke luar negeri buat belajar Ma, bukan ngabisin uang." Karin berusaha memohon kepada Ibunya agar ia diizinkan untuk menerima tawaran beasiswa itu.
"Sekali bilang nggak ya nggak! Kalian pilih kuliah disini atau nggak sama sekali?!"
"Okay." putus Karin lemah. Melawan Ibunya, rasanya sangat tidak mungkin.
"Ngatur-ngatur." gumam Karan, tetapi terdengar sampai di telinga Ibunya.
"Apa? Kamu bilang saya ngatur-ngatur?!"
"Emang iya."
Karan menjawab dengan sangat tenang tanpa ada rasa takut sedikitpun. Karan tanpa sengaja melihat Karin yang menggelengkan kepalanya, seolah memintanya untuk berhenti berdebat. Tapi Karan tidak peduli."Mama sama Karan tolong jangan ribut. Papa akan kasih solusi terbaik untuk hal ini." putus Papa si kembar.
Karin bersyukur, Omanya masih belum ikut andil dalam pembahasan ini. Dia masih larut dalam sesi makannya. Karena kalau tidak, sudah pasti Omanya akan ikut menyudutkannya.
"Males. Keputusan Papa, pasti nggak jauh-jauh sama keputusan Mama." Karan berdiri dan bergegas pergi dari sana. Terlalu malas berurusan dengan keluarganya yang suka sekali mengekangnya dengan Kakaknya, Karin.
"Nggak sopan kamu! Orang tua mau ngomong ditinggal pergi."
Suara Omanya menghentikan langkahnya. Api bergemuruh didada Karan, tangannya terkepal kuat-kuat dan nafasnya memburu. Sebisa mungkin Karan berusaha untuk tidak berdebat dengan Omanya.
Karan membalikan badannya. Melihat Omanya yang tersenyum sinis kepadanya membuatnya memutar bola matanya malas.
"Rena tolong kamu bawa Caca ke kamar." Rena adalah nama Mama si kembar sekaligus adiknya, Caca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karan Dan Karin [Completed]
Teen FictionJudul awal : We Are The Same (Ka_Zra) RANK IN; #1 - wwc2020 #2 - wwc2020 #3 - wwc2020 #4 - wwc2020 #4 - fiksiremaja Karan dan Karin, si kembar yang hidup bersama dengan luka. Sama-sama hancur, sama-sama tersayat oleh luka. Tidak ada yang beda, hanya...