32| Tentang Revo

600 44 3
                                    

"Bonyok gue ngelarang gue sama Karin buat nerima beasiswa itu."

"Hah?!" Varel, Marvel, dan Rendi, sontak saja terkejut mendengar hal itu, Dion pun sama hanya saja Dion tidak selebay itu. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak mereka semua. Salah satunya, kenapa?

"Maksud lo gimana sih? Kok nggak dibolehin? Bokap lo sehat kan?" tanya Rendi bertubi-tubi karena ikut terbawa emosi mendengar cerita Karan.

Karan menghela nafas gusar, "Ya gitu lah. Intinya gue sama Karin nggak dikasih izin buat nerima beasiswa itu. Alhasil, kita berdua kerja lah dari pada jadi pengangguran."

"Ya tapi kok bisa gitu ya? Emangnya bonyok lo nggak bangga apa punya anak kayak lo sama Karin yang punya segudang prestasi?" tanya Varel terheran-heran.

Karan seakan tertampar oleh pertanyaan Varel. Ayah Ibunya tidak akan bangga kepada dirinya dan juga kembarannya. Karan sendiri tidak tau kenapa Ayah Ibunya begitu membencinya dan juga membenci kembarannya? Emangnya ia dan Karin punya kesalahan apa dimasa lalu sampai-sampai Aldo dan Rena tidak pernah memberikan kasih sayang kepada dirinya dan juga kembarannya?

Dion yang merasa teman-temannya sudah terlalu banyak tanya pun ikut andil dalam pembicaraan, "Ada beberapa hal yang nggak bisa diutarakan, jadi jangan maksa Karan buat cerita semuanya. Dia butuh privasi."

Rendi, Varel dan Marvel dibuat terkejut mendengar ucapan Dion. Ini adalah pertama kalinya mereka mendengar Dion berbicara sepanjang itu.

"Ternyata lo bisa ngomong sepanjang itu juga ya Yon, gue pikir enggak." ucap Rendi terkagum-kagum, seolah itu adalah sesuatu yang baru saja ia temui.

"Gue terlalu malas ngeladenin kalian yang gilanya nggak ketulungan."

Lagi-lagi, ucapan Dion membuat Rendi, Varel dan Marvel berdecak kagum karenanya.

"Okelah lupakan! Balik lagi ke topik." ucap Rendi.

"Lo kenapa bisa sampe kabur dari rumah sama Karin?" tanya Rendi kepada Karan.

Karan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia harus memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Rendi kepadanya. Ia tidak ingin menjadi seseorang yang lemah didepan teman-temannya.

"Gue kan udah nyari duit sendiri, jadi nggak masalah dong kalo gue sama Karin nyari tempat tinggal sendiri? Iya kan? Iya dong.."

Setelahnya, Karan pun langsung mengalihkan pembicaraannya agar kebohongannya tidak tercium oleh teman-temannya terutama Rendi. "Eum, yaudahlah gue mau lanjut kerja dulu. Gak enak juga sama yang lain, masa gue enak-enakan ngobrol kayak gini? Iya kan bos?"

Karan pun langsung pergi meninggalkan teman-temannya. Beribu tanya, bersarang dikepala Rendi.

"Kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih sama Karan?" tanya Rendi kepada teman-temannya.

Marvel hanya menggelengkan kepalanya, "Enggak tuh, Karan kan emang gitu orangnya."

"Sebenernya gue juga ngerasa gitu Ren, tapi possitive thinking aja deh. Kali aja dia sama Karin emang mau hidup mandiri, nggak mau nempel terus sama bonyoknya." sahut Varel.

"Iya juga sih." balas Rendi, namun pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenaknya tak kunjung menghilang. Karena ia merasa ada yang salah dengan Karan.

Karan pernah mengatakan kalau ia hidup senang bersama keluarganya, ia merasa seperti anak sultan didalam rumah itu. Ia merasa bahagia dan enjoy-enjoy saja disana. Tapi kenapa Karan memilih untuk kabur dari rumah? Logis kalau ia memang ingin hidup mandiri. Tapi kenapa harus kabur? Bukankah bisa dibicarakan baik-baik?

Karan Dan Karin [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang