Day - 36

1.2K 189 21
                                    

WITH BAE

Taehyung mengendarai mobilnya keluar dari jalur ibukota mengikuti arahan Agust yang duduk disampingnya sesuai petunjuk dari titik merah di ponsel pria itu. Sedangkan Jimin—pria Park itu duduk di bangku belakang seorang diri, merasa khawatir luar biasa kala Taehyung melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tak normal, memompa kerja jantung pria Park melebihi batas wajar. Mengusulkan diri agar dirinya yang menyetir sudah Jimin lakukan, dan bukannya mendapatkan posisi kemudi, Taehyung malah mendampratnya dengan amukan. Alhasil, Jimin menyerah meski jantungnya meronta lelah akibat ulah ayah dua anak itu.

Jarak mereka dengan titik merah itu semakin dekat, jalanan yang mereka lalui bukan lagi jalanan beraspal. Tanah mulai lembab dan sedikit bebatuan, membuat perjalanan mereka sedikit tersendat. Laju mobil memelan, membuat setiap detik terasa terbuang sia - sia.

"Jalan yang kita lewati ini sudah benar 'kan?" tanya Jimin pada Agust. Pria itu tidak menatap ke arah Taehyung maupun Agust, fokusnya jatuh ke arah pepohonan yang berjejeran disisi jalan yang mereka lewati, "Kurasa kita memasuki kawasan hutan." menilik bagaimana seramnya suasana sekitar, membuat Jimin tak yakin akan ada kehidupan ditengah hutan belantara ini. Ditambah saat ini malam hari, membuat Jimin bergidik ngeri. "Apa benar Irene ada ditempat seperti ini?"

"Hm." Agust menjawab singkat pertanyaan Jimin, "Taehyung-ssi, dari posisi kita sekarang, kurasa didepan nanti kita berbelok ke arah kanan. Setelah itu kita hampir sampai dititik tempat Irene-ssi berada." tambahnya usai mempelajari lebih detail mengenai posisi keberadaan Irene dari ponsel wanita itu.

Taehyung tak mau susah - susah menjawab. Kali ini atensinya ia fokuskan ke jalanan. Laju mobilnya ia tingkatkan sedikit agar bisa sampai ditempat istrinya berada sebelum semuanya terlambat.


Irene ingat jelas bagaimana kronologis kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri, meninggalkan jejak - jejak penyesalan dalam diri, lantas membuatnya berpikir untuk menolak tawaran Sehun kala itu. Namun semuanya sudah terjadi, yang bisa di lakukannya hanyalah menerima hasil dari kebodohannya.

Berawal dari Sehun yang menepi dan menghentikan mobilnya di sebuah kedai pinggir jalan yang menjual milkshake, saat itu tanpa Irene bertanya, Sehun mengatakan sendiri bahwa ia mampir di kedai itu untuk membeli minuman pesanan keponakannya, Naya. Tanpa di duga Sehun juga membeli untuknya dan Chaerin, Irene hendak menolak, namun tak enak hati karena Sehun sudah terlanjur membelinya. Semua terjadi begitu saja, pandangannya sedikit demi sedikit menggelap dan Irene tak sadarkan diri setelah Sehun memintanya merasakan nikmat dari milkshake pemberian pria itu.

Dengan sisa tenaga yang ada, Irene berusaha melepas ikatan di pergelangan tangannya. Tapi pada dasarnya ikatan itu sangat erat, usahanya sama sekali tak membuahkan hasil. Sebaliknya, Irene malah mendapat rasa sakit di sekitar pergelangan tangan. Irene menyerah. Diangkatnya pandangan perlahan, menatap lurus ke arah sang pelaku. Irene memanggil lirih pria itu.

"Sehun ..."

"Oh ... Hai. Sudah lama sejak kau sadar aku menunggumu memanggil namaku, Irene." Sehun kembali mendekat setelah tadinya sempat mengambil jarak, wajahnya menampilkan senyum simpul seperti biasa. Seakan yang dilakukannya pada Irene bukan apa - apa. Pun dengan nada suaranya, ramah sekali. Membuat Irene hampir tak percaya jika semua ini pria itu yang melakukannya. Oh, ayolah Bae Irene. Bangunlah, jika bukan Sehun, lantas siapa yang melakukannya? Bodoh! "Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"

WITH BAE [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang