21. CEMAS

1.8K 126 11
                                    

Keempat tim penyidik sudah tiba di depan rumah Bu Melisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keempat tim penyidik sudah tiba di depan rumah Bu Melisa. Setelah menunggu sekitar dua menit, pintu rumah Bu Melisa akhirnya dibuka.

"Pak Polisi?" seorang wanita paruh baya terkejut ketika membuka pintu rumah, dia adalah pembantu di rumah itu, "Ada apa ya, Pak?"

"Selamat sore, Bu." kata Hendra, "Bu Melisa ada di rumah?"

Wanita paruh baya itu mengangguk, "Kenapa ya, Pak?"

"Kita ada urusan dengan Bu Melisa." kata Hendra, "Bisa dipanggilkan?"

"Tunggu sebentar ya, Pak." wanita paruh baya itu membuka pintu lebar-lebar, "Masuk aja dulu, Pak."

Keempat tim penyidik masuk ke dalam rumah Bu Melisa, sementara wanita paruh baya itu naik ke lantai dua, memanggil sang majikan.

Pandangan Rilian terpaku dengan foto keluarga yang besar, menggantung di dinding ruang tamu. Di foto itu ada sepasang suami istri dan satu anak laki-laki. Rilian sudah bisa menyimpulkan jika wanita di foto itu pastilah Bu Melisa.

Tak lama kemudian Bu Melisa pun turun dari lantai dua, setelah itu Bu Melisa mengajak keempat tim penyidik duduk di sofa.

"Mbok Inah, tolong buatkan minum untuk tamu kita." perintah Bu Melisa kepada wanita paruh baya yang bernama Inah itu.

Hendra lalu menjelaskan lagi maksud dan tujuan mereka datang ke sini.

"Candra tidak ada di rumah ini," kata Bu Melisa, "Beberapa tahun yang lalu saya mengusirnya."

"Kenapa Ibu mengusir anak sendiri?" Hendra tentu saja penasaran.

"Ceritanya panjang, Pak." Bu Melisa tampak muram, wajahnya terlihat sedih.

Bu Melisa lalu menceritakan tentang keluarganya.

"Jika memang Bapak-Bapak sudah menemui Bu Regina, saya yakin Bapak-Bapak sudah mendengar bagaimana hubungan Devan dan Pak Rama?"

Hendra mengangguk.

"Devan dan Pak Rama bertahun-tahun menyembunyikan hubungan mereka dari saya dan Bu Regina," kenang Bu Melisa, "Bu Regina tidak tahu apa-apa, tapi saya tahu alasan Devan dan Pak Rama menikahi perempuan itu karena mereka menginginkan seorang anak laki-laki."

"Seorang anak laki-laki dari darah daging mereka, seorang laki-laki yang dipersiapkan untuk menjadi tumbal." wajah Bu Melisa terlihat kesal, "Devan bahkan tega menjanjikan Candra sebagai tumbal untuk sekte sesat itu."

Keempat tim penyidik saling memandang tatkala Bu Melisa menyinggung soal sekte.

"Saya tahu sekte itu dari Devan sendiri," ucap Bu Melisa, "Sebelum dia meninggal, dia mengakui hal itu kepada saya."

"Apa saja yang pernah dikatakan Pak Devan?" tanya Hendra.

"Devan bilang, mereka itu terdiri dari para pengusaha-pengusaha terkenal." jawab Bu Melisa.

"Apa Candra tahu jika dirinya seorang tumbal?"

"Candra sama sekali tidak mengetahui hal ini." tatapan Bu Melisa terlihat kosong.

Bu Melisa lalu menceritakan masa lalunya lagi.

"Suatu malam saya dan Devan bertengkar hebat karena masalah ini. Devan lalu pergi dari rumah meninggalkan saya dan Candra yang waktu itu masih sekolah SMP.

Seminggu kemudian Devan ditemukan tewas di sebuah hotel yang ada di Jakarta Selatan. Dokter mengatakan jika dia overdosis obat tidur.

Walaupun saat itu saya masih marah terhadap Devan, saya tidak bisa bohong jika saat itu saya sangat terpukul dan merasa kehilangan.

Karena saya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, setahun kemudian saya menikah lagi dengan seorang duda beranak satu, namanya Satria." kenang Bu Melisa.

"Itu foto Satria dan Guntur, anak tiri saya." Bu Melisa menunjuk ke arah foto keluarga yang menggantung di dinding ruang tamu.

Keempat tim penyidik melihat foto itu.

"Tapi itu dulu." mata Bu Melisa berkaca-kaca, "Saya kira Satria itu orang yang baik, rupanya dia seorang predator seksual."

Tiba-tiba Bu Melisa menangis.

"Seandainya dulu saya mendengarkan perkataan Candra, mungkin saat ini anak kandung saya itu masih di sini." Bu Melisa terisak, "Saya bodoh! Saya dibutakan cinta! Saya lebih mempercayai Satria dan malah mengusir Candra dari rumah."

"Memang ada kejadian apa sampai Ibu mengusir anak kandung sendiri?" tanya Hendra.

"Hari itu saya melihat Satria dan Candra melakukan hubungan sesama jenis di sofa ini." pandangan Bu Melisa mengarah ke sofa yang sedang diduduki keempat tim penyidik, "Candra bilang ke saya dia diperkosa Satria. Satria tak terima dan dia menuduh Candra yang menggodanya."

"Sekarang saya percaya apa yang dikatakan Candra." Bu Melisa terisak, "Bulan kemarin saya memergoki Satria bersama pria muda sedang memadu cinta di hotel."

"Satria menikahi saya bukan karena cinta melainkan karena harta." Bu Melisa mengusap air matanya, "Bahkan saat ini saya tidak tahu di mana Candra? Saya ingin sekali bertemu dengannya, saya ingin meminta maaf."

"Perasaan, aku pernah dengar cerita ini sebelumnya?" batin Rilian.

"Saya boleh minta foto Candra?" tanya Hendra.

Bu Melisa memperlihatkan layar smartphone-nya, menunjukkan foto Candra kepada Hendra.

Saat Faruk melihat layar smartphone-nya, dia terkejut.

"Bro? Ini bukannya foto Andra ya?" tanya Faruk ke Rilian.

Rilian kemudian melihat layar smartphone Bu Melisa.

Astaga!
Itu memang Andra!
Rilian jelas lebih mengenal wajah Andra dari siapa pun!

Jadi selama ini Candra Irawa itu adalah Andra Ferdian?

Pak Devan dan Bu Melisa orang tua kandung Andra?

Sekarang Rilian mengerti.

Pantas saja ketika melihat foto masa kecil Candra yang diberikan oleh Pak Mukti, Rilian seolah merasa familiar dengan wajah anak kecil di dalam foto.

Ternyata foto itu adalah foto masa kecil Andra, kekasih hatinya.

"Apa ini artinya kekasihku dalam bahaya?" batin Rilian cemas.

Seketika Rilian langsung ke luar rumah, tangannya kini sibuk memegang ponsel, dia sedang menghubungi nomor Andra.

Untungnya Andra menjawab panggilan Rilian.

Tapi belum sempat Rilian berbicara, Andra tiba-tiba membentaknya,

"Jangan hubungi aku lagi! Aku kecewa sama Abang!" di ujung sana suara Andra terdengar sedang menangis, "Aku benci Bang Rilian!"

Tut ... Tut ... Tut ...
Panggilan itu terputus.

"Ada apa ini?" batin Rilian, "Kenapa Andra menangis?"

Rilian semakin panik, berkali-kali dia menghubungi nomor Andra, di ujung sana Andra tetap tidak menjawab panggilannya.

***

Anggun - What We Remember

YOUR WARM WHISPERS [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang