CHAPTER 5

137 19 34
                                    

"Kak Ansell kenapa? Kok kayak orang linglung gitu sih?" tanya ku keluar dari kamar lalu tidak sengaja memperhatikan Kak Ansell sibuk bolak-balik menatap layar handphonenya seperti sedang menelpon seseorang berulang-ulang.

"Gue mah bete banget pagi ini. Si Sthephanie ngambek ama gue. Gegara gue janjiin dia buat ngadate hari ini eh tahunya gue ada meeting dadakan. Apes banget gue. Sthephanie tuh yah orang nya kagak bisa di janjiin. Jadi gini deh!" keluh Ansell yang sibuk mengomel dengan nada pasrah. Dan ia tidak sadar bahwa telpon nya sudah di jawab dari tadi oleh Sthephanie.

"Makanya jangan pacaran. Galau kan jadinya mending kayak gue mah bebas. I'm single, I'm very happy." ucap ku sambil mengedipkan mata ku berusaha membanggakan diriku yang jomblo ini di depan kakakku.

Kak kayaknya telpon lo udah di jawab deh tuh ama Kak Sthephanie." Aku menunjuk layar handphone Kak Ansel yang berada dalam genggaman tangannya, dimana durasi menit percakapannya telah berjalan.

"What's?? Masa sih?" Kak Ansel melihat layar handphone nya dan matanya terbelalak merespon kejadian itu.

"Ya! Kenapa lo nggak bilang dari tadi sih!" ketus Kak Ansell berbisik padaku sambil menjauhkan handphone miliknya agak pembicaraan kami tidak terdengar.

"Hahahah! Mana gue tahu! Huhu! Ngambek deh tuh Kak Sthephanie." ledek ku sambil menjulurkan lidah pada kakak ku yang sedang galau saat itu. Aku berlari sambil tertawa menuruni anak tangga rumah ku saat itu.

"Dasar reseh!" bentak Kak Ansell kesal lalu ia berbicara di telpon dengan Kak Sthephanie.

"Kenapa kamu bangun pagi sekali sudah rapi begini sayang? Tumben sekali?" tanya mama yang sibuk mempersiapkan sarapan pagi hari ini.

"Hari ini aku harus lebih awal ma, setiap ada mata kuliah Pak Surya aku harus selalu datang lebih awal. Kalau tidak bisa habis aku! Huh! Reseh banget tuh dosen." Aku mengomel panjang lebar di meja makan lalu meneguk segelas susu yang sudah di buatkan oleh mama.

"Sepertinya dosen kamu itu sangat disipilin orangnya. Bagus dong jadi mahasiswa seperti kalian bisa lebih rajin." mama tersenyum sambil meletakkan nasi uduk dan bubur kacang hijau di meja makan.

"Apapun itu pokoknya aku kesal ama tuh dosen!" gerutu ku sambil menuangkan bubur kacang hijau ke dalam mangkuk ku lalu memakannya.

"Surya? Namanya sangat familiar ya. Tidak asing di dengar." Kata papa yang sibuk menguyah sarapannya pagi itu tetapi raut wajahnya menunjukkan ekspresi sedang memikirkan sesuatu.

Tiba-tiba papa teringat akan nama anak sahabatnya yang ingin di jodohkan denganku.

"Emang papa kenal? Hihihi papa mah main nyambung aja. Kenal juga nggak." balas ku terhadap ucapan papa sambil merapikan rambutku yang tergerai.

"Kalau bisa ada sepuluh dosen kayak gitu di jurusan lo. Biar lo dan mahasiswa lain bisa rajin dan sukses kedepannya." ucap Kak Ansell yang tiba-tiba mucul memotong pembicaraan kami. Ia berjalan dari anak tangga menghampiri kami di ruang makan keluarga.

"Mending Kak Ansell sarapan yang banyak dan siapkan energi untuk kegalauan hari ini. Hihihi." aku meledek Kak Ansell karena tidak terima dengan pernyataannya. Lalu Kak Ansell duduk di sampingku seperti biasanya saat sarapan.

"Ella... ada yang ingin papa dan mama bicarakan hari ini." suara papa terdengar sangat serius di telingaku. Mama dan papa menatapku dengan serius.

"Ada apa pa? Kok serius amat sih udah kayak adegan film horor deh. Hihihi." tanyaku sambil bercanda menatap papa dan mama.

"Papa dulu punya sahabat semasa duduk di bangku SMP dan SMA. Jadi kami pisah setelah kuliah. Papa kuliah di Jakarta dan dia dapat beasiswa di Korea. Jadi kami sepakat akan menjodohkan anak-anak kami ketika sudah besar nanti." ungkap papa panjang lebar menatap ku dengan senyuman di wajahnya.

AURISTELLA SOULMATE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang