Prolog

216 14 1
                                    

"Huh...huh...huh...," seorang gadis berlari dengan nafas terengah mengejar salah seorang gadis yang berjalan tepat di depannya.

"Woy, tungguin! Fiya woy,"

Fiya menoleh dengan kening berkerut. Saat hendak membalikkan badan, satu tabokan tangan mendarat sempurna di punggung gadis itu.

"Uhuk. Woy, pelan-pelan aja lah! Apaan sih?"

"Ck. Sama kakak kelas sendiri lu gitu. Jahat banget, tau nggak?" jawab Arfa mengibaskan tangannya di udara.

"Ngapain?" kata Fiya.

"Yang baik dong, nanyanya!"

"Kenapa, Arfa?" tanya Fiya dengan nada malas.

"Lu tuh kebiasaan, ya?" Arfa merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel dari sana. "Nih, ketinggalan,"

Fiya menatap ponsel yang ada di tangan Arfa dan meraba sakunya dan mengecek tasnya. "Oh, iya. Ponsel. Lupa, gue,"

"Lah. Lu apa coba yang nggak kelupaan? Uang saku lupa. Bekal lupa. Pembantu lu, lu ajakin ke mall. Lu tinggal pulang,"

"Woy, woy. Bukan salah gue lah. Salah ingatan gue, lah," kata Fiya menekuk wajahnya.

"Iya, iya. Terserah lu," jawab Arfa.

"Mana? Siniin!" pinta Fiya menyodorkan tangannya.

"Nih,"

Fiya menerima ponsel itu dan menyalakan layar ponselnya. Jarinya menggeser layar ke samping dan ke bawah. "Sip, aman. Lu tahu artinya apa?"

Arfa mengerutkan kening. "Arti? Arti apa?"

"Artinya lu bisa dipercaya nganterin barang gue," cengir Fiya.

"Woy, makasih napa? Malah gitu," kata Arfa.

"Iya, iya. Makasih. Nggak perlu bayar buat ucapannya,"

"Bodo. Btw___" ucap Arfa menggantung. Matanya melirik ke arah kantung plastik yang dipegang Fiya.

"Apa?"

"Lu kenapa bawa plastik kek orang gila gitu deh? Anak orang kaya, masa bawaannya plastik ke sekolah? Isinya apa?"

"Eh, enak aja. Gue ini tadi dapet uang saku bulanan tahu, nggak? Makanya gue buat beli minuman kaleng banyak-banyak di kantin tadi. Gegara nggak muat dibawa tangan, ya gue minta plastik ke ibu-ibu kanting dong. Minum gini sambil nonton drama Korea di kelas pas jamkos. Rasanya melayang sambil halu," cengir Fiya.

"Ya,ya. Terserah lu, deh Aliza Afaira Safiya. Terserah. Mau lu minum gitu di tengah lapangan sambil nonton drama. Terserah. Gue mau balik ke kelas,"

"Hmm,"

"Ya udah. Gue duluan. Jangan sampe lupa bawa tas pas pulang nanti! Kelupaan gitu, ckckck," Arfa membalikkan badan ingin pergi. Namun baru beberapa langkah, suara  panggilan dari Fiya kembali terdengar.

"Eh, Ar," panggil Fiya.

Arfa kembali berbalik dan mengangkat kedua alisnya. "Apa?"

"Kalo gue kelupaan kan ada lu. Gue percaya sama lu," cengir Fiya sambil mengangkat satu jempolnya.

"PERCAYA APAAN ANJIR?! LU KIRA GUE BABU LU, HAH?" murka Arfa. Sampai-sampai murid yang melewati mereka menoleh.

"Muehehehe. Bayyy," kekeh Fiya langsung pergi darisana.

"Apaan coba tuh anak? Naik darah, gue,"

^^^

Sedangkan di salah satu lorong sekolah, seorang cowok yang mengenakan jaket jeans sedang berjalan dengan memasang senyum di wajahnya saat melewati beberapa gadis.

Action (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang