4. Ruby ?

2.7K 290 29
                                    

"Penyakitnya tidak parah, hanya kelelahan dan mungkin terlalu banyak pikiran. Saya sarankan agar Nyonya lebih banyak beristirahat, dan jangan terlalu berpikir keras. Untuk obatnya, akan saya siapkan segera!"

"Hn, baiklah!"

"Kalau begitu saya permisi, Tuan"

"Ya, terima kasih, dokter!"

Halilintar mengerjapkan matanya ketika suara percakapan dua pria terdengar di telinganya. Ia ingin tahu siapa pemilik suara itu, tapi ketika matanya baru setengah terbuka, ia terpaksa memejamkannya kembali.

"Ugh..."

Tanpa sadar ia meringis ketika merasakan kepalanya berdenyut sakit. Sial! Apa efek dari menerima serangan Vargoba masih terasa hingga sekarang?

"Ruby? Kau sudah sadar?"

Masih memejamkan matanya, Halilintar mengernyit. Ruby? Siapa itu? Dan kenapa ia merasakan ada seseorang yang menggenggam tangannya?

"Ruby? Apa kau baik-baik saja?"

Untuk alasan yang tak pasti, Halilintar merasa jika suara itu tengah berbicara padanya. Hey, apa orang itu tidak mengenal siapa dirinya?

Jelas-jelas ia Halilintar, kenapa malah di panggil Ruby? Atau, ini karena warna matanya seperti batu Ruby? Tapi 'kan itu panggilan untuk perempuan. Tsk, ia tak menyukai panggilan itu!

Memaksakan diri untuk membuka matanya kembali, Halilintar meringis ketika cahaya ruangan membuat pandangannya silau.

"Ukh..."

Ia menarik tangan kanannya yang kebetulan tidak terlalu kuat di genggam oleh entah-siapa, lalu menggunakannya untuk menghalangi matanya dari pencahayaan ruangan.

Merasa lebih baik, pemuda pengendali elemen petir itu mengerjapkan kembali kedua netra merahnya. Kali ini ia berhasil mendapatkan penglihatannya.

"Dimana ini?" Suara seraknya terdengar aneh untuk dirinya sendiri, membuat ia berpikir mungkin itu bukanlah suara dirinya.

"Ini kamarmu, apa kau lupa? Tadi sore kau pingsan begitu saja, dan aku memanggil dokter untuk memeriksamu. Apa masih pusing?"

Seseorang yang tadi menggenggam tangan Halilintar kini kembali menggenggamnya, tepat saat Halilintar menurunkan tangannya dari depan wajahnya.

Halilintar mengernyit, sejenak tatapannya terlihat hampa.

Di sampingnya saat ini, seorang pria dewasa berkacamata tampak duduk menemaninya, menggenggam tangannya dan menatapnya lembut.

Siapa dia?

Halilintar menerawang, tiba-tiba saja merasa pikirannya kosong hingga tidak bisa menyimpulkan apapun.

Satu hal yang ia tahu, pria itu terasa familiar!

"Hey! Ada apa? Apa kau merasa sakit?" Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Halilintar, membuat pemuda itu sedikit mengerjap berusaha memikirkan sesuatu.

Entah kenapa, Halilintar merasa ada hal yang ia lewatkan sebelum terbangun di kamar asing ini.

Tapi apa?

"Ruby..." si pria menempelkan keningnya dengan kening Halilintar, membuat pemuda itu menahan nafas. Ini terlalu dekat.

"Maafkan aku karena meneriakimu tadi sore. Kau tahu, aku tidak bisa mengontrol emosiku. Mungkin ini juga salahku, karena aku yang jarang memperhatikanmu hingga kau marah padaku. Tapi kau tidak harus melampiaskan kemarahanmu pada Lintar juga. Bagaimanapun, dia masih sangat kecil. Tubuhnya sangat rentan dan dia akan mudah sakit..."

I'm Girl? OH NOO !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang