s2c28: Kak Hali Masih Hidup?

1.5K 192 58
                                    

Solar berdiri dengan ragu di depan sebuah pintu bercat kecokelatan. Ia menatap pintu itu lama, mengatur emosi yang menyeruak setiap kali membayangkan apa yang akan menyambutnya di dalam sana.

Terhitung dua puluh menit dirinya terus berdiri diam, ditemani sang mentari yang mulai muncul menyapa tubuh tegapnya yang kelelahan. Kini Solar sudah sampai di Pulau Rintis, dan pintu yang ada dihadapannya adalah pintu rumah milik kakeknya, Tok Aba.

Tetapi, Solar tidak segera mengetuk pintu itu sejak pertama ia datang, karena hatinya mulai dipenuhi rasa ragu yang membuatnya ingin kembali pergi dari sana.

Bukan apa-apa, Solar hanya merasa belum siap. Ia belum siap bertemu Tok Aba ataupun saudara-saudaranya yang lain, ia belum siap seandainya Tok Aba bertanya tentang kejadian 20 tahun yang lalu, atau, kalaupun tidak, maka mentalnya sendirilah yang belum siap untuk mengingat semua kenangan yang pernah dijalaninya di rumah Tok Aba ini_dulu.

'Cklek!'

Tapi, sebelum Solar memutuskan menjadi pengecut dan melarikan diri dari sana, pintu kecokelatan itu lebih dulu terbuka menampakkan satu sosok di dalamnya.

"Oh? Solar? Masuklah!"

Solar membatu, bingung mengambil tindakan apa yang harus dilakukannya. Ia bahkan tak bergerak sedikitpun meski Gempa telah membukakan pintu rumah dengan lebar_mempersilahkan sang adik bungsu memasuki rumah.

Menyadari keterdiaman Solar, Gempa hanya menghela nafas. Ia jelas melihat konflik batin ditatapan mata itu, tapi Gempa tidak akan membiarkan hal itu berlarut dengan lebih lama lagi.

'Set!' Ditariknya tangan sang adik, membuat Solar tersentak ketika tubuhnya dipaksa memasuki rumah.

'Blam!'

Gempa menutup pintu cukup kuat, niatnya yang ingin membuka kedai koko harus terhenti karena kedatangan Solar ini. Tak apa menutup kedai satu hari, karena apa yang akan ia bicarakan dengan Solar jauh lebih penting kali ini.

"Duduklah, aku akan membawakanmu minum!" Gempa menekan bahu Solar dan memaksanya duduk, disaat Solar sendiri tak mengatakan sepatah katapun. Ia berlalu pergi, meninggalkan Solar yang masih membatu menatap seisi ruangan.

Kilasan-kilasan masa lalu terlintas, menampilkan gambar-gambar nostalgia yang terlihat menyenangkan, namun menyimpan rasa sakit setiap kali ditampar kesadaran bahwa semua tak akan sama lagi.

Kebersamaan, kasih sayang dan kepedulian, semua itu perlahan menghilang semenjak salah satu dari mereka telah pergi, meninggalkan kekosongan hingga akhirnya mereka memilih jalan masing-masing_melupakan keharusan untuk hidup bersama sebagai saudara dan mengambil jalan hidup sebagai orang asing tanpa keluarga.

Solar hanyut dalam lamunannya, bahkan ia tidak sadar jika Gempa telah kembali membawa dua cangkir cokelat hangat dengan beberapa makanan ringan.

'Tak'

Gempa meletakkan makanan dan minuman itu di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di samping Solar yang tampak asik dengan dunianya sendiri. Dipandanginya wajah sang adik yang 20 tahun ini hanya bisa dilihatnya melalui foto, dan Gempa menyadari banyak hal.

Adik bungsunya kini sudah tumbuh jauh lebih dewasa, ia memiliki rahang yang tegas, pipi yang tirus, dan tubuh yang tegap. Posturnya hampir menyamai Gempa, padahal ia tahu, Solar tidak lagi menjalankan pekerjaan yang menguras tenaga.

I'm Girl? OH NOO !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang