s2c51: Memang Ruby

824 122 1
                                    

Sejak planet asalnya hancur, Adu du sudah menentukan jalan hidupnya. Kehilangan ayah yang menjadi tulang punggung keluarganga, berpisah dengan ibu dan saudara-saudaranya hanya untuk mempertahankan hidup masing-masing, tinggal di planet asing dan menjadi bagian dari kelas bawah, hidup di tengah rasa sakit dan cacian, membuatnya mengerti untuk tidak bersikap lembek.

Ia perlu menjadi sosok yang berbeda. Bukan lagi alien lemah yang hanya akan diam saat diperlakukan tidak adil, tapi lebih dari itu, ia harus kuat, sangat kuat.

Menjadi sosok tak terkalahkan yang ditakuti banyak pihak, adalah apa yang menjadi tujuan Adu du selama ini. Itulah kenapa ia datang ke bumi, mengincar sumber tenaga koko, kemudian memburu power sphera. Semua hanya agar dirinya menjadi alien terkuat yang ditakuti seluruh galaksi, agar ia tidak perlu lagi merasakan pelecehan dan penghinaan dari alien lainnya.

Tetapi hanya karena para superhero bumi itu, Adu du pada akhirnya mengerti, menjadi seseorang yang ditakuti tidak akan membawa pencapaian apapun. Untuk apa ditakuti seluruh galaksi jika pada akhirnya hal itu hanya akan melahirkan kebencian? Ia telah bermusuhan dengan si kembar elemental dan teman-temannya, menjebak dan mencelakakan mereka berulang kali. Beruntung tidak ada satupun dari mereka yang berpikiran untuk balas dendam.

Tetapi bagaimana dengan pihak lain? Bagaimana jika secara tidak sengaja Adu du membuat masalah dengan pihak yang akan membalas walau dari keluhan terkecil sekalipun? Bukankah itu hanya menunggu waktu baginya untuk dihancurkan?

Butuh waktu bertahun-tahun untuk Adu du memahami hal itu pada akhirnya. Sekarang ia menyerah, tidak lagi memiliki keinginan untuk membuat masalah. Apa yang ingin dilakukan Adu du hanyalah memiliki tempat untuknya pulang, memiliki orang-orang yang bisa dianggapnya keluarga, dan memiliki rumah yang akan dijadikan sebagai tempatnya bernaung.

Pilihannya jatuh pada planet bumi, di mana ia memiliki markas kotak sebagai tempatnya tinggal, tempat yang layak disebutnya sebagai rumah. Ia juga memiliki Tok Aba dan para elemental yang bersedia menjadi temannya. Belum lagi, ibu dan kedua kakaknya, walau mereka berada ribuan mil jauhnya dari bumi, tapi sesekali mereka masih sering berhubungan. Bahkan, salah satu kakaknya mempercayainya untuk membuat alat khusus pendeteksi power sphera.

Bukankah kehidupannya sudah cukup baik? Adu du merasa cukup bahagia dengan apa yang dijalaninya saat ini. Tetapi kebahagiaan itu serasa tidak ada artinya setelah ia bertemu ayahnya. Benar, hanya dengan bertemu ayahnya lah, Adu du merasakan kebahagiaan yang jauh lebih sempurna dan kuat, seolah seluruh hidupnya berpusar pada kehadiran sang ayah.

Siapa yang mengira alien tua itu masih hidup setelah tubuhnya meledak bersama planet asal mereka?

"Sebelum planet Kubulus meledak, Ayah masih sempat menggunakan kekuatan terakhir untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, salah satu dari anggota pemberontak juga berhasil melarikan diri. Kami sempat bertarung beberapa saat, tapi karena kondisinya jauh lebih baik dari pada Ayah yang sudah kehabisan energi, dia menang dan berhasil mengurung Ayah di sini, Planet Dargha'ya. Berbagai cara sudah Ayah lakukan untuk bisa keluar dari sini, tapi semua itu sia-sia karena dia menggunakan energi kehidupannya untuk menyegel Ayah. Selama dia masih hidup, Ayah tidak akan pernah bisa keluar dari sini."

Tanpa perlu dijelaskan, Adu du tahu siapa anggota pemberontak yang dimaksud. Itu pasti Vargoba, karena hanya alien itu yang tahu tentang power sphera ilegal. Mengetahui kenyataan bahwa ayahnya di kurung di Planet Dhargha'ya ini dalam waktu yang lama, Adu du menggemeretakkan giginya penuh dendam, "aku tidak akan membiarkan Vargoba sialan itu tetap hidup!"

Melihat putra bungsunya yang mulai kehilangan kendali emosi, Aba ba menyentuh pundaknya dengan lembut, "jangan gegabah, Ayah sudah membuat rencana, tapi semua ini tergantung pada Ruby."

Melihat alien tua menatapnya, Ruby sama sekali tidak mengubah ekspresi datarnya, "aku siap."

Aba ba mengangguk puas, memberi isyarat pada Ruby untuk mengikutinya keluar gua.

"Tunggu! Tunggu! Ayah, apa yang akan kalian lakukan?" Adu du sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan ayahnya. Tidakkah sang ayah mengizinkannya membantu sedikit?

Tersenyum kecil, Aba ba mengusap kepala putra bungsunya dengan lembut, "Bobuchu, kamu tenang saja, serahkan urusan Vargoba pada kami."

"Tapi aku juga ingin membantu!" Adu du merajuk, ia telah membawa beberapa alat yang paling hebat ciptaannya sendiri, bagaimana bisa ia tidak mengambil peran dalam penghancuran Vargoba? Walau ia tahu dirinya tidak bisa banyak membantu, tapi setidaknya ia bisa menambah jumlah, bukan?

Ruby menatap Adu du sejenak, "kau, pergi ke gua yang ditinggali Vargoba, dan hancurkan dua tubuh yang disembunyikan olehnya di sana saat Aba ba memancing Vargoba keluar gua!" menyadari kekeraskepalaan Adu du, Ruby mulai memberi perintah.

"Jangan!" Fang yang baru berjalan mendekati keduanya tersentak, sekarang ia yakin perempuan itu bukan lagi Halilintar, tapi dia benar-benar Ruby Thunderstorm, "tubuh itu milik Laksamana dan Halilintar yang asli, kenapa kau ingin menghancurkannya?"

Tidak ada tubuh lain di gua tempat tinggal Vargoba selain kedua tubuh yang pernah dilihat Fang. Walau kedua tubuh itu telah hangus terbakar dan tidak lengkap, tapi setidaknya mereka masih bisa menguburkan keduanya, bukan?

"Apa kalian berpikir keduanya masih bisa diselamatkan? Tidakkah kau tahu seberapa hancurnya tubuh mereka, Fang? Menurutmu apa mereka memiliki peluang untuk kembali hidup?"

Fang tersentak, ia menundukkan kepalanya dengan emosi. Ia tahu baik Laksamana maupun Halilintar tidak lagi memiliki harapan untuk hidup. Tapi, apa salahnya dengan mempertahankan tubuh mereka?

Para elemental mengepalkan tangan dengan erat, menahan kesedihan yang mulai membanjiri hati mereka. Jika perempuan di depan mereka telah menjadi Ruby, dan tubuh Halilintar tidak lagi memungkinkan untuk diselamatkan, bukankah itu artinya mereka tidak akan pernah lagi bertemu sang elemen petir? Apakah usaha mereka selama ini akan sia-sia? Apakah mereka menggantungkan harapan hanya untuk dijatuhkan dalam keputusasaan?

Jengah melihat keterdiaman orang-orang ini, Ruby memutar mata dengan malas. Ia beralih menatap Adu du yang terlihat bingung, "kalau kau masih ingin berkontribusi dalam misi, ikuti perintahku. Kalau tidak ya sudah, aku juga tidak membutuhkan bantuanmu. Oh iya, pinjamkan aku senjata terkuatmu!"

TBC

I'm Girl? OH NOO !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang