34✔️ Penghibur

7.6K 844 665
                                    

"Jika tidak bisa memberikan solusi pada seseorang, cobalah jadi penghibur. Bukan semakin mengacaukannya!"

-Althaf-

"Udah makan?" tanya Dyandra, kepalanya semakin terasa berputar-putar.

"Udah, sehabis pemakaman dipaksa Mama"

Dyandra memejamkan matanya sebentar, tangan kanannya masih memegang benda pipih yang dia taruh di samping telinga kanannya. Pening sekali kepalanya, berdenyut sakit tak karuan.

"Bagus deh, awas aja kalo bohong. Gue matiin, ya? Lo istirahat dulu sana," suruh Dyandra dengan susah payah mengatur suaranya agar tidak merintih.

"Hati-hati di saat gue gak ada di sana"

"Bye ...."

Sambungan terputus, Dyandra langsung mencari nomor abangnya. Dia butuh bantuan sekarang, badannya tidak sanggup berdiri dan berjalan sendiri menuju UKS. Setelah menunggu beberapa detik akhirnya panggilannya dijawab. Dyandra bingung, bagaimana jika abangnya bertanya macam-macam? Bukannya dia melindungi Mira, hanya saja dia akan membalas dengan caranya sendiri.

"Abang ...," panggil Dyandra pelan, dia menarik nafas untuk menghilangkan kesesakannya.

"Kenapa, Dek? Baik-baik aja, 'kan? Jangan bikin panik gini"

"Da-dahi Dy berdarah, Abang bisa tolong Dyandra?" tanya Dyandra dengan pelan, dia meringis saat mendengar respon Arkie yang panik bukan main.

"KENAPA BISA?! KAMU DI MANA? ABANG KE SANA!"

"Dyandra di deket gudang," balas Dyandra sambil melirik sekitar, dia sudah menduga jika abangnya itu sedang panik seperti kesetanan sekarang.

"TUNGGU SEBENTAR, JANGAN DIMATIIN TELEPONNYA!"

Dyandra hanya menurut, hanya butuh satu menit abangnya sudah berada di depannya. Bisa dilihat wajah Arkie yang terkejut melihat kondisi miris adiknya itu. Nafas Arkie yang tersengal karena berlarian dan keringat yang bercucuran pada dahi. Abangnya itu berjongkok di depan Dyandra, matanya meneliti darah yang mengalir serta pipi adiknya itu yang basah karena air mata. Pasti sangat sakit.

"Astagfirullah, kenapa bisa dahinya berdarah? Sama siapa? Bilang sini sama Abang biar Abang kasih pelajaran, berani-beraninya ganggu adik Abang. Kepalanya sakit, ya?" tanya Arkie panik, kedua tangannya menyampirkan rambut Dyandra yang mengganggu. Setelahnya dia mengusap jejak air mata adiknya.

"Gak usah bilang gara-gara jatuh sendiri. Abang tau kamu, secerobohnya kamu gak akan kayak gini. Pasti ada orang yang lakuinnya, 'kan? Kita ke UKS sekarang! ABANG GAK BISA LIAT KAMU KAYAK GINI!" jelas Arkie mengecek apakah ada lagi yang terluka pada adiknya itu. Dyandra bungkam, dirinya sedih karena selalu mengkhawatirkan abangnya. Arkie mengeluh frustasi.

"Maaf, Abang," gumam Dyandra pelan. Semuanya salahnya karena tidak siap dengan serangan Mira yang tiba-tiba.

"Kita ke UKS!" tukas Arkie dengan suara bercampur emosi dan khawatir. Dia berjongkok membalikkan badannya, menyuruh Dyandra naik ke punggungnya.

Dyandra menuruti dan naik ke punggung Arkie, tak lupa memeluk leher abangnya erat. Arkie berdiri dan segera bergegas menuju UKS yang tidak terlalu jauh dari sana. Tidak tahu kah jantung abangnya berdetak begitu cepat? Rasa khawatir yang membuncah melihat adiknya sakit. Bahkan nafasnya saja masih tersengal-sengal sehabis berlari seperti orang kesetanan di koridor yang ramai tadi. Dia sempat menabrak beberapa orang di koridor, tapi dia acuhkan.

Althaf {END} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang